Medan mungkin adalah mini Indonesia sesungguhnya. Kita bisa melihat kebinekaaan di sana. Ada melayu, batak – Islam, Kristen, Hindu – juga Jawa, India dan Tionghoa. Menakjubkan, kita hampir tak pernah mendengar ada peperangan antara Batak Islam dan Kristen misalnya, atau bunuh bunuhan antara Melayu dan India, sebagaimana masa masa suram perang etnis dan agama di berbagai belahan negeri ini dulu.
Jauh sebelum masa sekarang. Dulu tahun 60an sudah ada pelari keturunan Sikh, Gurnam Singh yang merebut emas di Asian Games. Dia berasal dari Medan. Saya juga selalu mengagumi keuletan Nobon pemain bola eks PSMS jaman dulu.
Bagi saya, Sumatera Utara selalu spesial. Dulu ada wanita wanita Batak yang pernah mengisi ruang hati saya. Entah kenapa saya selalu pacaran dengan gadis Batak. Ada yang dari Sipirok, Karo dan Toba.
Kini dalam rangkaian blogshop minggu lalu, saya kembali ke Medan. Menjejakan kaki di bandara Polonia yang unik dan sekaligus menyeramkan karena terletak di tengah tengah kota. Grup musik lawas Bimbo bahkan pernah menciptakan sebuah lagu tentang penantian kekasih yang tak pernah datang di Polonia, karena pesawatnya jatuh. Yang lebih asyik, duduk mencicipi steak daging spesial restaurant Tip Top yang telah berdiri sejak jaman kolonial.
Bertemu dengan teman teman baru dari Medan selalu menyenangkan. Mereka wajah wajah blogger Sumatera Utara yang mewakili kebinekaan Indonesia. Komunitas Awak Medan yang dikomandoi Putra Nasution , juga Ronald dan blogger Bandung yang terdampar di Medan, Adam Soemantri membuat pelaksanaan rangkaian Pesta Blogger ini sungguh menggembirakan.
Ini Medan Bung. Nagabonarpun selalu bersilat lidah dengan Bujang. Medan juga memiliki karakteristik berbeda, karena memiliki dua komunitas blog. Awak Medan dan Blogger Sumut. Sebagian anggota Blogger Sumut turut membidani kelahiran komunitas Awak Medan.
Saya bertemu Said ketua Blogger Sumut yang memperkenalkan kartu anggotanya sebagai discount di beberapa merchant. Hanya di Medan yang memiliki ini.
Bukan blogger kalau tidak bersilat lidah. Justru disitulah keajaiban manusia manusia blogger. Ide, pikiran yang berbeda dari kelompok komunitas yang berbeda, justru cair dalam keakraban malam ‘ meet dan greet ‘ di restaurant Tempoe Doeloe. Luar biasa.
Medan, selalu bergejolak namun menerima diskusi sebagai alat demokrasi yang paling hakiki. Tak ada pemaksaaan. Tak ada ancaman. Beberapa teman blogger Sumut yang kritis terhadap Pesta Blogger 2009, justru berbalik hangat dalam tanya jawab yang harmonis. Ada yang menyegarkan karena mereka – sekritis apapun – tetap mengakui bahwa bagaimanapun juga Pesta Blogger adalah representasi blogger Indonesia. Sekali lagi, luar biasa.
Saya menegaskan inti dari Pesta Blogger adalah kopi darat. Bertemu dengan teman blogger dari belahan negeri. Tidak usah muluk muluk dan ada semangat solidaritas di balik itu. Semangat blogger Indonesia, untuk sebuah negeri yang lebih baik dan sekaligus membentuk blogger yang beretika.
Bahkan dalam media visit dengan jajaran jurnalis dan media cetak di Medan. Sesungguhnya banyak dari teman teman pers setempat yang menganggap blog sebagai ancaman eksistensi media mereka. Sesuatu yang harus diluruskan. Blog bukan ancaman. Kita dari dulu mendengar sejak penemuan penemuan teknologi. Bahwa televisi akan menggusur radio, atau home theater akan menggeser bioskop. Sampai sekarang tidak pernah ada yang memakan korban. Demikian juga blog .
Walau ada prediksi bahwa koran akan mati tahun 2014. Namun itu belum tentu terbukti. Beberapa koran di Amerika memang menutup media cetaknya dan beralih ke cyber media. Anehnya mereka menutup saat tirasnya masih ratusan ribu ekslemplar. Ini karena mereka beralih bisnis sebagai exit strategy. Padahal dengan inovasi, seperti yang dilakukan beberapa media. Blog atau internet bisa seiring sejalan dengan media cetak konvensional.
Ah, tak ada yang lebih menarik dari pada blog. Bahkan dengan anggapan sebagai trend sesaat ditengah tengah begitu maraknya layanan social media seperti facebook sampai twitter.
Dalam siaran radio dengan KISS FM medan. Banyak pendengar yang dengan antusias bertanya pada saya tentang blog. Jelas ini bukan trend sesaat. Setidaknya saya percaya itu.
Sayang tak ada waktu lebih panjang untuk menjelajah danau toba dan tempat tempat menarik di Sumatera Utara. Mungkin lain waktu membelai kenangan masa lalu. Saya teringat sepenggal sajak Sitor Situmorang saat itu. ‘ Dia dan Aku ‘
Akankah kita bercinta dalam kealpaan semesta?
– Bukankah udara penuh hampa ingin harga? –
Mari, Dik, dekatkan hatimu pada api ini
Tapi jangan sampai terbakar sekali
Malam semakin larut. Setidaknya duren ucok yang terkenal itu bisa menambal kenangan perjalanan ini. Dua malam berturut turut saya menggayang duren duren Sidikalang – walau bijinya besar tapi legit dagingnya – bersama member comitte lainnya dan teman teman blogger Medan.
Sampai bertemu lagi di Medan.
38 Comments
Anang
September 7, 2009 at 8:18 pmEhm, menunggu di surabaya, om.
hedi
September 7, 2009 at 9:16 pmga cerita soal lalu lintas medan, mas? 😉
Adham Somantrie
September 7, 2009 at 9:24 pmhihihi, mas iman saja bisa slaah kteik 😛
zam
September 7, 2009 at 11:59 pmkenapa biji diarahkan ke fany???
(woot)
Iman
September 8, 2009 at 1:03 amzam,
karena fanny tidak bisa membedakan antara pemakaian kata ‘ biji ‘ dan ‘ butir ‘
poetra
September 8, 2009 at 1:35 amTerima kasih untuk kedatangannya di Medan, walaupun saya tidak punya banyak waktu untuk ngobrol dan menjamu mas Iman dan teman-teman lain dengan lebih baik. Sedikit masalah teknis kita waktu itu memaksa mata untuk terjaga sampai subuh, dan harus mencuri-curi waktu istirahat seadanya 🙂
@zam @mas iman:
Mungkin lebih tepatnya, karena fanny tidak bisa membedakan antara ‘biji’, ‘butir’ dan ‘buah’ :p
Sarimin
September 8, 2009 at 1:45 amsalam hangat dari Sarimin buat semua orang Medan…
puputs
September 8, 2009 at 4:23 amduren, :p inget banget tuh
DV
September 8, 2009 at 5:51 amLiputan yang menarik!
Seingat saya, jaman-jaman ‘perjuangan’ internet indonesia di paruh akhir 90-an lalu banyak juga tokoh internet dari medan dan sekitarnya yang kerap saya temui di mIRC 🙂
Ah, masa itu…
bangsari
September 8, 2009 at 11:29 amjadi, fani sekarang sudah ahli biji?
Ronald Rianda
September 8, 2009 at 11:57 amAdham… aku malah…ngak disebut… 😛
Senang bisa mampir di kota kami
Sarah
September 8, 2009 at 11:24 pmaku pengen ke danau toba…
Lance
September 8, 2009 at 11:29 pmkomunitas blogger yang berbeda walau satu kota, nanum luruhdalam persahabatan. Menarik
Iman
September 9, 2009 at 12:36 amRonald,..
ha ha lupa awak, nanti ditambahkan lah..
Anang,
sampai ketemu disana…bantu bantu kita ya..
arham blogpreneur
September 9, 2009 at 12:42 am[…Ah, tak ada yang lebih menarik dari pada blog. Bahkan dengan anggapan sebagai trend sesaat ditengah tengah begitu maraknya layanan social media seperti facebook sampai twitter…]
bukankah semakin dipanas panasi blog hanya seonggok trend sesaat, justru membuat blog semakin menjadi aktivitas wajib juga kebutuhan bernafas…
oia, bung Iman ngak ke dublin ? atau ticketnya mau di sayembarakan 😉
Rosalia
September 9, 2009 at 1:10 amKapan kembali ke Medan ? mau ikutan kalau ada acara seperti itu
wieda
September 9, 2009 at 2:42 amtrus mas Iman ketemuan ama ex ex nya ga?
hihihihi
zulham
September 9, 2009 at 4:28 amSaya setuju, blog itu bukan tren sesaat, seperti yang si katakan Bang Roy sang ahli telematika itu! he he
cc-line
September 9, 2009 at 5:30 amWah… seri mas Iman, abis dari Medan Mas Enda Nasution ‘manggung’ di Jogja bareng mas Arief ‘petakumpet’ kemarin, sosialisai Ekonomi Kreatif Digital.
Aku akan sangat tersanjung kalo Mas Iman mau mengapresiasi karya2ku… silahkan aja Mas, yang The Last Ramadhan, atau yg lain.
Aku juga jadi ingat ‘mini puisi’ Sitor Situmorang… MALAM LEBARAN… Bulan mati di atas kuburan… Goodluck Mas Iman!
Agus
September 9, 2009 at 10:37 amIya Bandara Polonia memang dekat banget sama kota, di dalam kota malahan..serem
Fany
September 9, 2009 at 11:08 amheh! kok text link ku… biji…
*pentung2 mas iman pake terong*
Imuz Corner
September 9, 2009 at 11:19 amTahun depan harus nyampe ke aceh untuk PB 2010
didut
September 9, 2009 at 11:21 amcerita belah durennya belon nih *mabur*
kanglurik
September 9, 2009 at 12:25 pmHanya bisa berkunjung lwt hengpong ni maz iman.pulang kampung jd jrang pegang internet.
Medan emang eksis org2nya maz,saya di STAN pnya tmen ank2 medan.mereka orgnya asik jg.
*pgen ikt jalan2*
Togar Silaban
September 9, 2009 at 1:21 pmMedan, kapan lagi aku bisa pulang ke Medan …
Nemo
September 9, 2009 at 5:03 pmfan,..bijinya jangan ditelen..
Toga
September 9, 2009 at 5:45 pmdoh… saia kok gak tahu menahu ada idola datang ke kampung saya ya… 🙁
resiko jadi binatang jalang dari kumpulannya terbuang… 😀 berkomunitas itu emg perlu ya mas…
Indah Sitepu
September 10, 2009 at 12:20 ammas Iman entar kalo ke medan harus ke Danau Toba lohhh….
<Bagi saya, Sumatera Utara selalu spesial. Dulu ada wanita wanita Batak yang pernah mengisi ruang hati saya. Entah kenapa saya selalu pacaran dengan gadis Batak. Ada yang dari Sipirok, Karo dan Toba<
kapan cerita ini diposting???? 😛
aRuL
September 10, 2009 at 12:30 ammudah2 besok kita bisa bertemu lagi 😀
kawasprimonta
September 10, 2009 at 2:49 amini medan bung…!
zaky
September 10, 2009 at 6:07 am@didut
berhubung ramadhan gak pakek acara belah duren :)) biasanya disekitar ucok duren banyak yang menjajakan ‘belah duren’..
@mas iman
thx tuk duren partynya, saya juga masih menyimpan cinta untuk seorang gadis toba 🙂
meong
September 11, 2009 at 3:59 ampenasaran ama bijinya si ucok *-nya itu merujuk pd duren*
Sharon
September 11, 2009 at 7:37 pmyang tidak saya sukai dari Medan adalah antara kaum tionghwa dan orang bukan tionghwa masih ada jurang pemisah, sejauh yang saya dengar. Sayang
edratna
September 12, 2009 at 3:49 pmJadi…walau udah dekat di dunia maya….tetap harus kopi darat ya mas?
Muhammad Noer
October 7, 2009 at 10:43 amWah selamat ya Mas Iman. Medan adalah kota kelahiran saya dan sampai sekarang pun saya selalu merindukan masa-masa berlibur kembali ke sana meskipun sekarang sudah tinggal di Surabaya.
Salam kenal.
Partisimon.Com
October 18, 2009 at 12:44 amHoras … Medan memang kota multi etnis, dan cukup ramai.
elita
November 22, 2009 at 8:31 pmBangga sebagai orang Medan. Yup, Medan memang kaya akan keberagaman (agama, suku, tradisi, dll), tapi kami tetap hidup rukun disini. I love Medan, cuma tmpt wisatanya mall semua. Perlu tuh Pemprovsu bikin apa kek yg bikin kota Medan jd lebih ‘hidup’ dan ‘modern’. HORAS TONDI MADINGIN, PIR TONDI MATOGU… :))
Racik Blogger
September 30, 2014 at 11:45 pmHoras bang! semoga medan tetap jaya, kapan kapan pingin dah liburan ke danau toba