Ketika Gita Wirjawan berani memasuki bursa Capres

“ Saya percaya jika rakyat Indonesia akan berpihak pada mereka yang bersih, yang berani dan berjuang tanpa pamrih “. Gagasan yang diucapkan Gita Wirjawan dalam kampanye menuju konvensi Capres Partai Demokrat, sebenarnya menunjukan harapan sebuah perubahan di negeri ini.

Lalu ada pertanyaan, apakah pengusaha atau professional bisa memasuki politik. Tentu bukan sesuatu yang tabu. Di negeri yang sering dijadikan kiblat demokrasi, Amerika Serikat tercatat dulu ada mantan menteri keuangan jaman George Bush. Dia adalah Paul O’neill. Sebelum duduk di di kabinet, O’neill adalah CEO Alcoa, salah satu perusahaan alumunium terbesar di dunia. Di Indonesia fenomena ini mulai terlihat sejak orde reformasi. Sosok kelahiran 21 September 1965 di Jakarta ini, kini menjabat sebagai Menteri Perdagangan. Ini tidak salah, bahkan ada yang mengatakan latar belakang pengusaha di dunia bisnis mampu memberi bekal yang lebih bagus ketimbang mereka yang hanya memiliki latar belakang militer atau birokrasi. Contohnya soal inovasi dan kreativitas.

Keuntungan Gita, ia tidak tersandera dengan masa lalu sebagaimana beberapa kandidat Presiden lainnya. Tidak ada issue HAM, kekerasan atau kebijakan ekonomi atau politik yang menjadikan sentimen negative. Jadi ia bisa datang sebagai sosok baru yang fresh – bukan sosok lu lagi lu lagi – dan pintar, karena jebolan Master of Business Administration di Baylor University, Amerika Serikat dan Master of Public Administration (MPA) di Kennedy School of Government, Harvard University. Selain itu dia cukup ‘ kaya ‘ sehingga tidak semestinya berpikir untuk melakukan praktek patgulipat membiayai kampanyenya. Sisi kelemahannya adalah, Ia besar dan tumbuh di luar negeri sehingga terkesan kurang akrab dengan grassroot. Gita Wirjawan menghabiskan masa remaja di Bangladesh dan India mengikuti orang tuanya karena ayahnya yang dokter ahli kesehatan masyarakat diberi tugas sebagai perwakilan Indonesia di WHO.
Ia juga kurang begitu di kenal dalam masyarakat luar perkotaan. Catatan keberhasilannya seperti di bawah kepemimpinan Gita di BKPM – Indonesia berhasil mencetak rekor tertinggi realisasi investasi modal asing – Nyaris tak terdengar.

Banyak orang hanya menilai dia sosok yang ganteng. Kelebihannya masih belum kelihatan. Tapi dia memiliki gagasan untuk negerinya. Sebagaimana gagasannya bahwa setiap anak bangsa memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin negeri.
Ini pembelajaran demokrasi ketika menurunnya tingkat kepedulian rakyat terhadap politik, jenuh karena persengkongkolan elite dan korupsi. Masih ada orang yang percaya melalui partai bisa melakukan perubahan. “BeraniLebihBaik “. Sekaligus menunjuk kepada ide sederhana bapak bangsa Mohammad Hatta, bahwa Partai adalah alat bagi publik untuk menyampaikan aspirasi politiknya.

Kita akan memasuki dunia yang semakin kompleks. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan mulai berjalan 2015 nanti. Dalam era globalisasi yang telalu tangguh ini, dibutuhkan kecerdikan, kepintaran sekaligus kekuatan. Bukan melulu nasionalisme. Indonesia sebagai negara besar dan berpotensi menjadi negara maju tentu harus memiliki pemimpin masa depan yang memiliki integritas sekaligus pintar.
World Competitiveness Yearbook pernah menempatkan daya saing Indonesia pada peringkat bawah. Ketertinggalan Indonesia dalam perdagangan bebas disebabkan oleh minimnya kemampuan partisipasi dalam proses globalisasi. Belum laporan Transparency International yang juga meletakan Indonesia sebagai negara negara korup dalam daftar mereka. Jadi antara daya saing dan korupsi timbul korelasi timbal balik.
Banyak yang menyalahkan mutu Sumber Daya Indonesia. Sebut saja birokrasi Indonesia yang membanggakan, “ Jika bisa dipersulit kenapa dipermudah ? “ sambil tak berhenti mengkorup sebanyak banyaknya.
Ini karena kebiasaan tradisi yang dianut pegawai negeri atau birokrat, kalau kita sabar dan pandai membawa diri, maka suatu waktu kita akan sampai di posisi puncak. Akibatnya nilai nilai profesionalisme diabaikan. Mereka lebih pandai menjilat atasan dan cenderung mencari selamat dengan tidak berbuat apa apa.

Dalam krisis kepemimpinan nasional ini tentu kita tidak boleh terus mengikuti pakem ini. Tentu dibutuhkan pendobrakan. Berani memasukan orang orang baru untuk mengatasi karat yang rapuh di birokrasi. Kita butuh orang pintar, bukan orang penurut. Jika kita kuat secara politis maupun ekonom, akan membawa bangsa ini bukan sebagai bangsa besar dalam arti jumlah penduduk. Tapi besar dalam kekuatan ekonomi nasional maupun global.
Menurut saya karakter ini jauh lebih penting daripada memilih presiden karena dianggap cakep. Good looking.
Salah satu ucapan Eduard Douwes Dekker – penulis novel Max Havelaar – yang terkenal. Padi tumbuh yang tak terdengar. Onhoorbaar groeit de padi. Mungkin Gita adalah padi yang tak terdengar. Dan pada akhirnya kembali para rakyat yang memilih.

You Might Also Like

5 Comments

  • Generasi Muda anti Orde Baru serta sisa-sisanya
    November 18, 2013 at 10:23 pm

    Rakyat yang nasionalistik kalau paham betul ‘Neoliberal’ pasti enggan dengan kabinet yang satu ini!

  • Marhaenisme
    November 18, 2013 at 11:05 pm

    Jika Soekarnois sejati mati, orang yang nasionalis habis, pancasilais terkikis, sosialis berakhir tragis TAMATLAH SUDAH RIWAYATMU INDONESIA!!!

  • nazly purihati
    November 19, 2013 at 10:44 am

    Mas, sptnya sebelum jadi president, kampanye muluk nan indah pesona bisa melenakan kita, tapi stlh jadi president, apa mungkin beliau bisa menjalankan apa yg diucapkan, yg paling parah malah meniru pendahulunya dulu yg mengutamakan pencitraan daripada action yg kongkrit dan tangguh..belum lagi tekanan dari pemodal asing yg sdh tahu perekonomian bangsa ini sdh spt pasien kanker stadium akhir. Saya malah ingin bertanya pada mas Imam, alasan terbesar mas Imam memilih beliau sbg dasar penulisan kali ini…

  • Opank
    December 14, 2013 at 5:49 pm

    Jika mau nyapres, sebaiknya Gita Wirjawan melunasi dulu hutang2 proyeknya yg sdh selesai dilaksanakan Kontraktor tapi belum dilunasi sampai kini. Padahal proyek tsb di Senayan sdh operasional….hutang total 6 milyaran saja gak dilunasi gimana jika Jadi Presiden, bisa2 memperkaya diri dan Rakyat tdk diurusin…apalagi dengan menempatkan teman kuliahnya si Pungky..yang suka malak kontraktor……ingat, Hutang itu wajib dibayar….

  • ibas
    October 10, 2023 at 9:11 am

    good article, thank you

Leave a Reply

*