Saya memang harus mengakui bahwa Dani Ahmad adalah seniman besar. Namun kalau saya melihat karya ciptanya akhir akhir ini dibanding tahun tahun pertama Dewa 19 periode 90 an, sungguh sangat jauh berbeda. Sebagaimana banyak musisi Indonesia lainnya, ia telah kehilangan daya ciptanya begitu kehidupannya mulai βestablishedβ atau dengan kata lain sudah kaya. Ini memang problem sebagian besar pekerja seni di Indonesia. Ebiet G Ade tak akan pernah lagi menghasilkan karya yang monumental seperti saat masih terlunta lunta di Yogjakarta, begitu hidupnya sudah mapan di Jakarta. Pramoedya , justru menghasilkan karya roman yang luar biasa pencapaiannya ketika hidupnya berada dalam tekanan dan siksa dalam tahanan di Pulau Buru. Ia tak pernah bisa mengulanginya lagi ketika menghirup udara bebas beberapa tahun kemudian. Tak hanya seniman, Bung Karno juga kehilangan kekuasaannya karena kepekaannya terhadap bangsanya hilang, begitu ia terlena dengan mimpi mimpi mercua suarnya.
Kemapanan memang memabukan dan membuat kita menjadi lemah, tidak sensitif dan stagnan. Padahal kepekaan atau daya sensitif adalah elemen penting tak hanya proses kreatifitas tetapi juga lingkungan, orang yang kita cintai sampai pekerjaan kita. Tak dapat disangkal, ketika manusia berada dalam pergulatan hidup dengan penderitaan yang haru biru, ia bisa menjadi sangat sensitif dan eksploratif. Ini memang tak mudah karena mengisyaratkan kita harus menjaga jarak dengan apa yang namanya kemapanan seperti kekuasaan, kekayaan dan kemasyuran. Ini memang tidak mudah,bagaimana kita tidak tergoda untuk melompat ke sisi lain tersebut. Seniman besar seperti penyair WS Rendra atau sutradara Teguh Karya, telah mencoba melakukannya. Mereka tetap hidup dan bernafas dalam komunitas teaternya. Rumah Om Steve, nama Teguh Karya biasa dipanggil tetap terbuka bagi siapa saja, baik aktor baru atau kondang. Ia bisa tetap mentraktir nasi uduk kebon kacang bersama pemain pemain barunya yang tidak punya uang untuk membeli makanan. Ini membuatnya tetap sensitif terhadap manusia manusia sekitarnya, sehingga karya karyanya tentang sisi kehidupan tetap kuat dan mempesona.
Hal ini memang menjadi nyata ketika saya kembali ke puncak Merapi minggu lalu, untuk menyelesaikan pengambilan gambar film iklan produk minuman energi dengan Mbah Marijan, sang juru kunci Merapi. Si mbah yang saya temui sekarang sungguh sangat berbeda dengan sosok 6 bulan yang lalu ketika pertama kali menjadi bintang iklan. Ia tak canggung lagi bergaul dengan crew film saya, sudah bisa acting dan yang terpenting ia sangat menyadari sebagai sosok selebritis baru. Dahulu ketika kami membawanya keluar dari Merapi, ia bisa muntah muntah dalam mobil. Bahkan dalam kemewahan kamar suite di hotel Borobudur Jakarta, ia tetap mencari WC jongkok, sehingga terpaksa meminjam WC Satpam di tempat parkir. Si mbah yang pemalu, selalu tidak betah dalam kerumunan orang orang, dan selalu meminta cepat cepat pulang ke rumahnya di lereng Merapi. Tetapi sekarang si mbah sudah tidak muntah muntah lagi dan bisa tersenyum serta membalas lambaian orang orang di pabrik Sidomuncul yang mengelu elukan. Ia memang tengah menikmati sosok selebritis yang disandangnya. Tentu saja, lama kelamaan ini akan mempengaruhi daya kepekaannya terhadap simbol sakral yang selama ini disandangnya. Mampukah ia akan tetap membaca gejala alam lagi ? Merapi memang tetap mistis dan menggetarkan siapa saja yang memandangnya. Namun juga mencemaskan ketika selama 3 hari kabut yang mencekam selalu menyelimutinya. Apakah ini isyarat penolakan sang alam terhadap perubahan daya sensitif sang juru kunci ?
Tentu saja pengalaman hidup ini membuat saya semakin berpikir apakah saya masih sosok seperti dulu, ketika daya kreativitas seni dengan mudahnya muncul dalam awal awal karier sebagai pekerja seni, Ketika uang adalah nomor sekian dari prioritas pekerjaan. Seberapa kecilnya itu. Saya memang harus mengakui bahwa saya kadang sudah menjadi tidak sensitif seperti dulu lagi. Kemapanan ini membuat daya peka menjadi tergerus, perlahan dan menggelisahkan. Dani Ahmad memang tidak pernah menyadari ketika dahulu naik kereta api kelas ekonomi dari Surabaya ke Jakarta membawa sample album rekamannya. Namun ia pasti menyadari bahwa kepekaan tidak hanya tergerus di karyanya tetapi juga dalam hubungan dengan sang istri. Sore hari terakhir di lereng Merapi, tiba tiba Maia datang dari Jakarta. Ia muncul melepaskan semua kegelisahannya sambil ikut makan baso dan ayam goreng bersama kami di Kaliurang. Tidak penting apa isi pembicaraannya yang tak bakal ditemui di infotainment apapun. Namun ketika ia menoleh kepada saya,..β Apakah saya bisa menggugat cerai ? β sekejap baso itu mendadak menjadi tidak nikmat. Ternyata ketidakpekaan itu bisa menghancurkan apa saja, termasuk hubungan dengan orang yang kita cintai. Apakah ada kenikmatan yang bisa mengalahkan sebuah hubungan yang saling sensitif dengan orang yang kita cintai ?
49 Comments
elly.s
April 8, 2007 at 12:13 ammanusia adalah 1 makhluk yang paling gampang lupa daratan, lupa sama kulit dan lupa Tuhan.
Dulu waktu waktu belom jadi seleb saya sangat peka dan membumi..
tapi sekarang sejak jadi seleb yang paling cantik dirumah dgn empat penggemar yang selalu berderet2 bila saya kemana2 ditambah seorang satpam yang selalu mengintai gerak gerik saya, (maxutnya anak2 n bokapnya)membuat saya kurang peka dan kurang produktif berkarya. Sekarang saya cuma peduli dgn harga sayur yang terus meningkat dan harga tas merk kegemaran saya yg semakin tak terjangkau….
upar
April 8, 2007 at 12:34 amNice posting pak…
venus
April 8, 2007 at 12:43 amlho, beneran maia sempet mau nggugat cerai? halah kok malah ngegosip, hehehe…
postingan yg keren, mas.
NiLA Obsidian
April 8, 2007 at 1:20 amsebagaimana layaknya…kita mencari Nya…disaat kita sedang lara….
disaat kita suka…kita tidak peka akan keberadaan Nya…
*sssttt..trus trus…maia bilang apa lagi???*
*halah*
endangwithnadina
April 8, 2007 at 6:57 ampada dasarnya kan manusia memang harus pandai menyesuaikan diri spt apa yg dituntut dari lingkungannya…tinggal manusia itu memahami apa nggak, nilai2 terbaik dlm dirinya jgn menjadi hilang karena penyesuaian itu…susah deeh…kalo dhani mah emang dasar orgnya super sombong…
dezz
April 8, 2007 at 11:55 amkarena suatu hal yang baru atau apapun manusia dapat berubah menjadi sesuka hatinya π
diditjogja
April 8, 2007 at 8:50 pmlhoooh!!! kok ending postingannya malah nggosip seh?
mo bikin infotainment baru to?
mungkin gitu juga ketika jaman politisi masih berseragam almamater kampusnya dulu, berteriak yang macam2 dan akhirnya duduk nyaman di kursi jabatannya?
eits…jagnan berhenti berkarya bro, meski keringat ditukar uang, tapi hasil karya dan olah rasa seniman macam sampeyan lebih mahal dari itu semua! ato…berhenti aja dari seniman :p
de
April 9, 2007 at 6:03 amkutunggu jandamu, Maia he..he.. Postinganya bagus om? Btw link ku mana ya?
TaTa
April 9, 2007 at 6:45 amhmm kok di infotainment gk ada yah berita maia ke kaliurang hahaha…. pada dasarnya manusia itu labil ataukah dia bisa beradaptasi dengan sekitarnya ?? ketika kondisi itu terjadi maka pertanyaanya adalah apakah kita bisa kembali seperti dulu ?? kalau nggak bisa maka lagu Dewi Yul bukanlah sekedar lagu…. “kau bukan yang dulu lagi…”
cahyo
April 9, 2007 at 9:14 amwah..pasti mas iman ki bikin penasaran…
ada gosip apalagi ttg artis lain mas?
*tepokjidat*
Pinkina
April 9, 2007 at 12:25 pmwaaaa mas iman mo bikin infotainment versi blog niiiiiyyyy…. hehehe terus maia curhat apa lagi mas?
*halah…. π
mei
April 9, 2007 at 12:36 pmbtul banget mas, saat orang sudah d atas mereka akan lupa segalanya, lupa dengan “kepekaan”nya saat masih berdarah2…
dan kadangpun aku bilangbgn belom tentu nanti saat aku udah”mapan” aku akan ingat dan lebih “peka”…
semoga tidak…
nice posting mas…
Syiddat
April 9, 2007 at 1:05 pmtak ada yg abadi di dunia ini, kecuali perubahan..
lama nggak ke merapi
April 9, 2007 at 4:33 pmKangen sama Mbah Marijan. (;_;)
Berharap beliau tetap sebersahaja dulu…
sutrisno mahardika
April 9, 2007 at 5:18 pmmudahan mbah marijan gak lari duluan pas merapi ngamuk!!
triadi
April 9, 2007 at 6:26 pmsaya pikir sebenernya kemapanan tidak melulu menghabiskan kreativitas, karena bisa jadi itu hanya masalah berganti peran aja (energi kreativitasnya berubah bentuk). Mungkin saja dani ahmad sekarang sedang tahap transisi berganti peran menjadi pengusaha (kreativitasnya tentu lain)…ato mbah marijan yang berganti peran menjadi seleb (tuahnya tentu beda -bisa jadi dia jadi banyak duit dan mbantu orang banyak), ato siapapun itu…sekali lagi hanya masalah berganti peran dan memindah energi kreativitas…
dan pertanyaannya apa salah?
halah jadi serius gini..:)
wkurniawan
April 9, 2007 at 7:15 pmKemasyuran itu justru cobaan yang berat… yang terus ditunggu dan disorot orang saat ini adalah Tukul, bisakah dia bertahan?
Fany
April 10, 2007 at 11:02 amitu cobaan yang tidak disadari..
yang lolos dari cobaan, ya akan terus menghasilkan karya bagus.. yang gak lolos ya setelah itu gak bisa bertahan.
ibunyaima
April 10, 2007 at 11:10 amKata sebuah penelitian, ide2 kreatif kita sudah ngendon di lobus temporalis kita sejak entah kapan. Namun.. untuk memunculkannya menjadi sebuah kreasi, dibutuhkan emotional push yang baru muncul ketika sistem limbik (sel di tengah otak yg berfungsi sebagai pusat emosi) teraktifkan.
Dengan demikian, “kemapanan” memang seringkali menumpulkan daya kreasi, karena kita cenderung hanya mengenal emosi dalam satu ranah saja – senang, agak senang, senang banget ;). Beda dengan ketika kita belum mapan, dimana hidup masih penuh dgn emosi yg lebih kaya; range-nya dari kesedihan, syukur, dan harapan.
cyntha
April 11, 2007 at 2:46 ammenjadi kreatif di saat tertekan..?
a blessing in disguise
pepeng
April 11, 2007 at 2:31 pmmas,klo ktm maia…salam ya…hehheheheh….aku baik-baik saja kok..hehehhehe
manler
April 11, 2007 at 11:56 pmKreatifitas seseorang memang barang mahal, setau saya sih ga bisa kebeli uang manapun… Tapi uang bisa membeli seseorang, bisa membuat seseorang berubah…
Nice postingan mas
*salam intip tetangga sebelah*
kawoela alit
April 12, 2007 at 9:12 amwah.. selebritis sering nikah diam diam, cerai rame rame…
gimana nanti ya? apa akan ada konferensi pers ‘infotainment’ dari mbah Maridjan, “kami sudah beda prinsip..” dengan merapi.. π
moga moga nggak lah..
by the bottom of your heart, kalo ada pemeo teknolologi informasi merusak tatanan yang sudah ada bisa diterima nggak om..? π
zuki
April 12, 2007 at 7:50 pmterima kasih pak … tulisannya sangat menggugah … boleh saya kutip di blog saya? tentunya saya cantumkan sumbernya …
maya
April 13, 2007 at 10:10 amemang nikmat baca postingan mam imam. tulisan yg enak dibaca dibumbui dengan gosip yg bikin penasaran, maknyuusssss :d
kenny
April 13, 2007 at 4:36 pmsmoga mbah marijan tetep sensitif meski skr sudah jadi seleb…
cerita ttg maia gak usah masuk infotainment gpp yg penting udah tahu lwt blog π
ewink
April 14, 2007 at 12:30 amMakanya mas… Ayo bikin film layar lebarnya. Apa butuh cerita???
Innuendo
April 14, 2007 at 2:45 amdewa19 punya album baru lagi ya ? dhani itu udah gak peka lagi, tapi pekak.
toufan tambunan
April 14, 2007 at 5:53 amwah bagus juga nih pak…
apa rata2x seniman/budayawan yang sudah sukses memang seperti itu ???
saya juga ambil contoh untuk iwan fals, terutama lagu ciptaanya dulu dengan yang sekarang.
tapi sy menambahkan, kepekaan tersebut juga dipengeruhi masalah jati diri dan komitmen hidup, mungkin kalau dia dulunya kritis itu karena memang hidupnya kritis (bukan sekedar kepedulian thd sesama)…
Anton
April 15, 2007 at 12:09 pmKemapanan memang memabukkan. Makanya rasul mengajarkan kita untuk menyayangi anak yatim dan mengasihi orang miskin. Rasul mengajarkan kita agar selalu peduli dengan orang sekitar kita.
Ini tips sukses. Bahwa supaya kemapanan tidak melenakan kita maka kelilingilah kita dengan orang-orang yang kurang beruntung. IMHO.
Postingannya bagus sekali Pak! Senang membacanya, dan inspiratif.
Nico Wijaya
April 15, 2007 at 7:18 pmmas iman, saya tunggu iklan terbaru nya…he..hhe ikut bangga…
btw, merapi memang sekarang lagi musim2nya kabut, musim ujan.(gayanya sok tau padahal cuma memandang dari kos-kosan :))
dewi pras
April 16, 2007 at 4:15 pmnice posting…
mudah2an mas iman ngga akan berubah π
slalu suka ama postingannya mas iman….
aaqq
April 17, 2007 at 8:21 pmnice thoughts.. membuat saya berpikir makna kemapanan dan kesuksesan dalam arti luas. keep writing dan berkarya mas..
rey
April 18, 2007 at 9:05 amBagus. Mengingatkan diriku supaya tetep merunduk kebawah, tetep sensitip ama sekitar dan sesama π
O iya, aku terima tantangan kolaborasinya π
bebek
April 19, 2007 at 4:49 pmjadi kreatifitas itu berbanding lurus dengan kesengsaraan ya pak? :p
ario dipoyono
April 20, 2007 at 5:29 pmsi mbah adalah manusia hebat, si mbah sangat bijaksana. Tiru lah orang seperti si mbah
dita
April 21, 2007 at 11:50 amkenapa aku jadi keinget seseorang yah,hehehe… kepekaan memang harus diasah yah
fanaticanz
April 24, 2007 at 5:47 amya, mungkin emang udah dari sononya mas…. peningkatan taraf hidup selalu diikuti dengan perubahan secara total. Cara bicara yang berubah, cara berkawan yang berubah, dan seperti yang mas tulis, kepekaan pun tergerus. semuanya berubah…..
matahati
April 26, 2007 at 2:15 pmKemapanan vs kreativitas? Saya salah satu bagian dari mereka yang bertanya apa betul kemapanan menumpulkan kreativitas. Karena kadang, terpikir oleh saya, kalau mapan, beban pikiran jadi lebih berkurang, sehingga bisa lebih leluasa berpikir, sehingga lebih kreatif. Seperti, kita tidak harus menunggu kaya untuk bersedekah, tetapi kalau kita lebih kaya, jauh lebih banyak yang bisa kita bagi. Itu pikiran saya aja, dan entah benar atau tidak tidak. Yang pasti, selalu ada berkah baik dikala susah maupun mapan. Tinggal kita bisa melihat berkah itu atau tidak. Salam kenal. Tulisannya bagus-bagus.
Kampret Nyasar
April 28, 2007 at 5:36 pmKadang konsistensi dan presistensi karya selalu bertubrukan dengan kestabilan dna kemapanan yah.. gambaran lain.. biasnaya kalau perust sudah kenyang ya tendensinya pasti ngantuk.. π
Moga2 mas yang satu ini terus konsisten berkarya meski kemudian sudah ‘established’ a.k.a. —> Suwegiiih bondo-ne π
Neesha
May 2, 2007 at 12:24 pmujian berat manusia : harta,popularitas,dan wanita(bagi pria tentunya…)
deking
May 11, 2007 at 4:11 am“Kemapanan memang memabukan dan membuat kita menjadi lemah, tidak sensitif dan stagnan”
Sangat setuju…
edwards
June 8, 2007 at 3:23 pmYang jadi masalah besar menurut saya, ketika mapan orang malah jadi sombong. Temen saya ada yang cerita di blognya, dia ketemu ‘artis dadakan’ alumni acara idol-idolan. Katanya, si artis dari tampangnya udah keliatan sombong gitu.
neen
August 23, 2007 at 12:20 pmNice………
“Kemapanan membuat kepekaan memudar.”
Tapi, Indonesia belum mapan tapi dah kehilangan kepekaan π
Iman Brotoseno » Kepekaan yang tergerus ( 2 )
June 12, 2008 at 11:10 pm[…] Ya saya kehilangan daya peka . Berputar putar harus menulis apa. Ketidakpekaan itu bisa menghancurkan apa saja, termasuk hubungan dengan orang yang kita cintai. Apakah ada kenikmatan yang bisa mengalahkan sebuah hubungan yang saling sensitif dengan orang yang kita cintai ? Sungguh ini postingan yang paling tak bermutu dari sejarah blog ini, dan saya tetap memaksa untuk menulis. […]
mitra w
June 12, 2008 at 11:27 pmwah, yg ini saya akui sudah gak peka sama blog nya mas iman, coz postingan yg ini blom saya baca. Eh, taunya malah dari postingan terbarunya sampeyan :D.
eniwei, saya juga punya tingkat kepekaan yg tipis…
apalagi ketika saya sudah peka dalam satu sisi, sisi yg lain bakal invisible :(, bahaya…
Armando Wolf
November 13, 2008 at 8:33 aml3bidtfccv2grm0u
ovyic
October 27, 2010 at 10:12 amMANUSIA
Adi Chandra Chang
September 3, 2016 at 7:29 pmdirenungkan benar sekali pak Iman