Dicari : Presiden

Leadership is a potent combination of strategy and character. But if you must be without one, be without the strategy. —Norman Schwarzkopf

Saat Bung Karno dibuang di Bengkulu. Ia memiliki ruangan yang penuh dengan buku buku yang dibawa terus sejak dari Ende, Flores. Bagaimana tidak, hanya buku buku yang dikirim kepadanya, bisa mengurangi rasa kesepiannya. Banyak yang datang meminjam buku buku tersebut, termasuk seorang anak residen Bengkulu.
Ia kerap datang dan meminjam buku buku dari perpustakaan Bung Karno. Suatu hari ia bertanya karena selalu memperhatikan Bung Karno yang rajin membolak balik halaman buku bukunya. Kenapa Bung Karno seperti giat belajar. Jawab Bung Karno, “ Orang muda, saya harus belajar giat sekali karena insya Allah saya akan menjadi presiden negeri ini “

Kok yakin sekali. Tentu ini bukan asal cuap. Sukarno memiliki segudang track record yang bisa dijual untuk menjadi pemimpin bangsa. Bersaing dengan pemimpin lainnya seperti Hatta, Syahrir atau Cipto Mangunkusumo. Jaman itu belum ada TV, internet, atau koran yang bisa mendongkrak calon calon pemimpin melalui iklan.
Sukarno juga memiliki mimpi untuk membawa rakyat dan negerinya menuju alam kemerdekaan. Bukan sekadar, ramalan. Walau tahun tahun sebelumnya di Ende dia sudah membuat naskah sandiwara berjudul ‘ Indonesia 1945 ‘. Kebetulan ? Entah juga.

Sukarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur dan Mega. Adalah Presiden Indonesia yang terjadi bukan karena kontribusi iklan. Karena situasi, mak jreng. Mereka jadi Presiden. Sukarno karena sudah dikenal, langsung secara aklamasi dipilih oleh peserta sidang PPPKI. Soeharto dipilih MPRS setelah Sukarno mundur. Habibie dan Mega ketiban jabatan karena Presidennya mundur. Gus Dur juga di luar dugaan, akibat kasak kusuk poros tengah. Padahal sehari sebelumnya protocol Istana dan Paspampres sudah berlatih simulasi pelantikan Megawati sebagai Presiden.

SBY mulai memakai kampanye Presidennya melalui media, bersaing dengan calon calon lainnya. Siapa ingat Jawa Pos sering sekali menampilkan sosok SBY. Media juga menampilkan sosoknya sebagai orang yang ditindas, dikuyo kuyo oleh Megawati dan Taufik Kiemas. Sementara pada periode keduanya, tentu pencitraan pemimpin yang membawa stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, terus dijaga dalam guyuran iklan iklan PIlpres. Kali ini kandidat lain seperti Prabowo yang menggelontorkan belanja iklan yang luar biasa, tidak bisa mengalahkan. Tapi Prabowo mendapatkan suara pemilih yang cukup, untuk membalikan persepsinya sebagai penculik rezim orde baru.

Siapa yang tahu Presiden kita berikutnya ? Baru Aburizal Bakrie, Hatta Rajasa, Surya Paloh dan tentu saja Prabowo sudah terlihat aktif beriklan, karena memiliki dana yang besar. Sementara kandidat lain seperti Wiranto, JK atau calon yang digadang Partai Demokrat masih malu malu kucing menunggu tikungan di pinggir jalan.

Sukarno tidak mempunyai team ekonomi, team sosial media atau team kebijakan publiknya. Ia belajar sendiri siang malam membaca buku buku yang dikirimkan. Ini menjadi modal yang membuatnya bertambah pintar dari hari ke hari, ditambah pengalaman melihat secara langsung kehidupan rakyat yang terjajah.
Dia juga tidak perduli dengan gunjingan orang tentang kehidupan rumah tangganya yang kawin cerai. Untung jaman itu belum ada twiter, ketika urusan ranjang dan rumah tangga bisa jadi bahan percakapan sosial media untuk menentukan kualitas seseorang. Dia tahu bahwa rakyat akan memilihnya karena komitmen kebangsaannya. Pengorbanan untuk membawa bangsanya merdeka. Tanpa harus beriklan, rakyat menyambut dan mengelu elukan.

Lalu apakah Rakyat sekarang tahu apa yang telah dilakukan Prabowo, Hatta Rajasa, Surya Paloh, Aburizal Bakrie atau kandidat lain ?
Kalau kita membaca quote Norman Schwarzkopf diatas. Jika harus memilih salah satu. Dia lebih memilih karakter daripada strategi.
Karakter menjadi tolok ukur seorang pemimpin. Dia dinilai dari kacamata benar salah, mampu atau tidak. Bukan diukur dari neraca agamanya, golongannya atau jumlah gebyar iklannya.
Pencitraan bukan segala galanya. Saya selalu percaya bahwa pemimpin itu dibentuk. Bukan karena lahir atau ada hubungan dengan faktor keturunan. Dengan kerja keras, kemampuan yang diasah, otak encer serta komitmen akan membentuk karakter itu.

Sukarno muda setiap malam melatih berpidato di kamarnya yang temaram untuk menguasai massa. Kadang ia dimarahi penghuni kamar sebelah yang tidak bisa tidur karena suara teriakan Sukarno. Ia banyak membaca semua literature. Pada usia 25 tahun, ia sudah menulis tentang marxisme, nasionalisme dan Islam. Apa yang kita lakukan pada saat kita berusia 25 tahun ?
Klub studi di Bandung juga menjadi media pelatihan debat. Siapa yang menyangsikan pembelaannya di pengadilan colonial ? Bukan team pengacaramya yang menyusun pembelaaan.

Sementara disini, seorang kandidat bisa menyuruh team sosial medianya untuk membangun pencitraan. Jadi bukan salah siapa siapa kalau saja muncul opini bahwa restorative justice bisa diterapkan pada kasus anaknya yang menabrak mati pengguna jalan raya lainnya.

Iklan bisa menyesatkan sekaligus memberi justifikasi, terutama kepada mereka yang gampang terbuai janji manis. Biro Iklan memang saatnya menuai panen dan bukan salahnya juga, karena memang itu pekerjaannya. Memoles kandidat sampai bening. Kita hanya berharap semoga tidak salah pilih kelak. Bukankah mereka yang berkoar koar cenderung menutupi sisi yang tak terlihat.
Kalau sudah begini saya teringat kutipan Lao Tzu. A leader is best when people barely know he exists, when his work is done, his aim fulfilled, they will say: we did it ourselves.
Mungkinkah ? seorang pemimpin tanpa pamrih.

You Might Also Like

24 Comments

  • jensen99
    April 1, 2013 at 10:21 pm

    Mau nunggu capres yang punya komitmen/janji pada kaum minoritas, tapi keknya mustahil karena semua butuh suara dari kaum mayoritas.. 😐

  • fauzand
    April 1, 2013 at 10:31 pm

    Tulisan yang bagus.
    Btw, saya punya pertanyaan mas. Ada ga sejarah mencatat Presiden Soekarno dan Soeharto ikut langsung melawan penjajah di medan pertempuran?

  • ocha
    April 2, 2013 at 1:28 am

    hummm…… jadi kapan ini kudeta nya? #eh

  • didut
    April 2, 2013 at 4:16 am

    semoga yang muda-muda tidak tenggelam ditelan maju & segera maju ^^

  • Swastika Nohara
    April 2, 2013 at 8:24 am

    “Apa yang kita lakukan pada saat kita berusia 25 tahun?” –> Keluyuran keluar masuk pedalaman bikin dokumenter buat tv series, mumpung (waktu itu) belum nikah :))

  • DV
    April 2, 2013 at 1:02 pm

    Mas, persoalannya adalah, kalau jaman Soekarno sudah ada social media apakah kira2 Bung Karno tidak akan memakainya dan kalau SBY ada di posisi Soekarno jaman dulu, tidakkah ia belajar banyak dengan cara membaca buku?

    Aku tahu variabel waktu dan tempat berpengaruh penting, tapi bukannya mau merusak anggapan, bisa jadi 50 tahun ke depan juga ada orang yang protes dengan pemimpin mereka kala itu nanti dan memperbandingkannya dengan.. SBY 🙂

    Ya, siapa tahu.. 🙂

  • wazeen
    April 2, 2013 at 1:06 pm

    sangat jujur mas.

  • Iman Brotoseno
    April 2, 2013 at 1:35 pm

    Fauzand,
    Sukarno tdk pernah memimpin pertempuran. Dia bukan militer. Kalau Soeharto masih mungkin, jaman serangan Oemoem di Jogja
    Swastika,
    aku ke umur 25 tahun, ke Ebony dan Musro..gimana nih
    DV.
    Make sense, tapi poin tulisan ini bagaimana kita tahu apa yang telah dilakukan oleh si kandidat calon presisen. Ukurannya hanya media iklan

  • Kurnia Septa
    April 2, 2013 at 1:55 pm

    “Apa yang kita lakukan pada saat kita berusia 25 tahun?” *merenung 🙁

  • Natalia
    April 2, 2013 at 1:59 pm

    Waktu berumur 25 tahun.. Waktu itu galau memilih karir kayaknya mas 😛
    Jangankan menulis soal marxisme, baca aja kayaknya ngga.. *menunduk

  • dilla
    April 4, 2013 at 8:22 am

    25 tahun daku standard banget, mulai kerja nyari duit, trus persiapan mau kawin X))

  • Tondy
    April 7, 2013 at 9:19 am

    Bahkan anak-anaknya saja tak mampu seperti ayahnya sendiri.
    Dalam pengertian di Keluarga Bung Karno; Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, tapi buahnya menggelinding dan masuk ke jurang

  • Ryan Perdana
    April 12, 2013 at 9:14 am

    Membaca tulisan Pak Iman di atas, entah mengapa di diri saya muncul kepesimisan, bahwa dengan corong media massa dan media sosial yang demikian masifnya sekarang ini, secara mudah dapat disimpulkan bahwa para pemilik modal akan mudah menjadi penguasa media-media itu dan pada titik tertentu menjadi pihak yang paling mungkin menjadi pemimpin-pemimpin.

    Jadi, kesimpulannya, pemimpin di zaman sekarang (walau tidak mutlak, karena masih banyak variabel penilaian yang harus digunakan) adalah si kaya raya yang mampu memobilisasi massa untuk mendukungnya dengan modal pencitraan dari media-media zaman ini.

    Tetapi saya rasa, opini saya di atas juga bisa dikatakan opini yang naif, karena seolah menafikan kecerdasan rakyat untuk menyeleksi para pemimpinya melalui sumber-sumber lain dan naluri sebagai rakyat yang dari hari ke hari menjadi rakyat yang pintar. Ya, semoga kelak tetap terproduksi pemimpin yang benar-benar pantas memimpin..

  • rahmat mustafa
    April 29, 2013 at 7:29 pm

    konon katanya pernah ketika soekarno akan dibuang ke digoel, dia berjanji ke pemerintah kolonial akan mengurangi segala kegiatan politiknya asal tdk dibuang ke digoel, ke tempat lain saja..
    ………………………Bung Hatta dan Bung Sjahrir adl seorang Digoelis…………………………………………………Soe hok gie pernah melihat seorang lelaki memakan kulit mangga krn laparnya sedang tak jauh di seberang sana mungkin sang paduka sedang berpesta dlm istananya….

  • orbaSHIT
    May 3, 2013 at 4:33 pm

    @rahmat BK tidak pernah dibuang ke DIGUL!, dan isu “melunaknya” sikap BK thd pemerintah kolonial sengaja dihembuskan oleh PID (intel blanda saat itu) untuk menghancurkan PNI (dan memang hancur) 🙂 apa anda tidak pernah tahu ada kelaparan masif di kab. jaya wijaya waktu jaman suharto berkuasa??? atau orang keracunan makan gaplek dan malnutrisi gara2x makan nasi aking saat ini???…. bandingkan rentang waktu pemerintahan BK vs suharto vs SBY….. pembangunan semesta berencana 5 tahun (dijiplak oleh ORBA dengan REPELITAnya) baru dicanangkan pertengahan 1960 itupun masih diganggu pemberontakan DI/TII kahar muzakar (habis tahun 1965),blokade/sangsi ekonomi barat dan masalah internal lainnya…semua energi tercurah untuk keamanan dalam negeri!….tiba2x suharto kudeta dan dengan UU penanaman modal asing 1967 membuka intervensi korporasi/kapitalis BARAT untuk investasi dengan syarat minim…hasilnya sudah diduga bubling economy tahun 1998 dan negara nyaris bangkrut karena beban hutang dan ifesiensi disektor MIGAS…soe hok gie juga melihat rejim ORBA sudah melenceng jauhhhh dari janji2x tahun 1966 mangkanya dia “dibunuh” di gunung semeru, karena terlalu vokal

  • rahmat mustafa
    May 7, 2013 at 1:52 am

    @orbashit….sy jg plg tdk ngeh dg soeharto…jg dg gusdur..mega…sby…
    Sy cm respek dg Bung Hatta-Bung Sjahrir….juga dg Soe hok gie… Juga dg Bung Natsir…menteri yg bajunya bertambal…juga dengan kawilarang..komandan tentara yg menemukan emas batangan tp diserahkan ke pemerintah.. Dan sedikit org indonesia jujur lainnya…
    Soekarno dg demokrasi terpimpinnya….soeharto dg demokrasi pancasilanya…adl demokrasi epitheton ornans….semuanya ****shit….hehehee..

  • orbaSHIT
    May 7, 2013 at 10:29 am

    @rahmat saya malah lebih respek dengan tan malaka dan semaun yg “komunis” namun tidak serta merta keblinger ikut jadi stalinis/maois kek aidit 😛 atau kalo dari tokoh masyumi ada haji agus salim yg rumahnya butut dan bocor dikala musim hujan…..menarik bila melihat “adu pengaruh” antara 3 serangkai minang tan malaka – hatta – syahrir mereka bertiga berideologi sosialis namun kadarnya beda2x…..kawilarang pernah ngegampar suharto loh waktu di makassar 😀

  • rahmat mustafa
    May 8, 2013 at 1:41 am

    @orbashit….ah katanya kawilarang prnh dikonfirmasi ttg masalah penamparan itu, malah katanya soeharto yg menampar seorang mayor dipelabuhan makassar…tp entahlah…konon ahmad yani jg pernah menggampar soeharto…
    Tan malaka yg getol memadukan ide revolusi komunis dg semangat pan islamisme… Disuruh keliling jawa oleh sjahrir utk melihat populer mana dia ato soekarno…salah satu yg dpt wasiat tertulis utk melanjutkan kepemimpinan apabila soekarno terbunuh ato tertawan, dan pd akhirnya soekarno merobek2 sndiri surat wasiat itu tanpa berkata apa2.. Semaun yg fotonya sy liat diangkat dan diarak oleh aktivis buruh di negeri belanda… Bersama darsono..Dijadikan nara sumber bahan skripsinya soe hok gie
    Dan akhirnya spt kata bung hatta bhw dia tdk ingin mjd kusir penarik keretanya si moskow… Hehehee…

  • orbaSHIT
    May 8, 2013 at 8:18 am

    @rahmat berarti hanya di indonesia ada mantan presiden yg pernah digampar ama 2 jendral (kawilarang ama ahmad yani) dan dimaki2x ampe pucet ama AH Nasution sebelom “dibuang” ke seskoad LoL 😛 kisah kawilarang nabok ‘harto udah dikonfirmasi kok…kurang lebih critanya kek gini : Pada 1951-1956, Kawilarang diangkat sebagai Panglima Komando Tentara dan Teritorium VII/Indonesia Timur (TTIT) di Makassar. Nah saat itu Kawilarang melapor pada Presiden Soekarno bahwa kondisi Makassar sudah aman. Tapi Soekarno malah menunjukkan radiogram yang memberitakan Makassar diserang pasukan KNIL…Kawilarang mencari Komandan Brigade Mataram Letkol Soeharto yang bertugas menjaga Kota Makassar. Dia kesal melihat anak buah Soeharto malah melarikan diri, “Lelucon apa ini,” kata Kawilarang pada Soeharto. “Plak!” Soeharto pun ditampar 😀 🙂 😉 kalo pak yani geram waktu suharto korupsi di divisi dipenogoro…..he3x BK awalnya mmg menunjuk tan malaka seorang… tp hatta protes keras, dia ingin adanya presidium bersama mr wongsonegoro,syahrir dan soekiman

  • rahmat mustafa
    May 9, 2013 at 5:58 am

    @orbashit… Loh bukannya karir militer kawilarang ngga sampe jenderal khan…
    Setau sy sejak kasus penyelundupannya di diponegoro, karir militer soeharto sdh akan habis tp krn dibantu oleh gatot subroto, shg dia diseskoadkan sj oleh nasution..dan takdir berbicara lain…hehehee….
    Tb simatupang jg seorg perwira yg cerdas dan cemerlang tp karirnya mentok krn faktor dislike-nya soekarno…

  • orbaSHIT
    May 10, 2013 at 7:50 am

    @rahmat Kendati pangkat militer terakhir yang disandang oleh A.E. Kawilarang adalah Kolonel, namun kedudukan dan jabatan yang pernah ia pegang setara dengan Panglima KODAM yang dijabat seorang Mayor Jenderal TNI pada saat ini 😛

  • swanggie
    June 2, 2013 at 1:44 pm

    politik sekarang jadi “lapangan kerja” baru bagi banyak orang. sekarang banyak muncul konsultan2 yg berhubungan dengan politik, yang ujung2 adalah untuk kepentingan duit. karena memang mental pelaku2 politik ini sudah banyak yang bobrok, politik jadinya adalah lahan kepentingan pribadi dan golongan, rakyat dan bangsa adalah urusan belakang. apakah bangsa ini akan begini terus2an? ini baru urusan politik, belum lagi pendidikan, ekonomi, sosial? kayanya lebih baik bangsa ini dijajah lagi saja sama belanda spy bisa hidup teratur……….

  • riee
    June 14, 2013 at 8:50 am

    seorang pemimpin dilihat dari hasil kerjanya, bukan pencitraanya.
    lebih baguslg peminpin yang mumpuni namun tak bernafsu memimpin. menurut saya itulah yang baik karena dia tak punya maksud apa”.
    dibanding dengan para pengusaha yang bernafsu menjadi presiden, untuk apa ? untuk menghindari pajak perusahaanya ? kekuasaan ?. semuanya memungkinkan !!
    daripada para capres hanya pasang iklan banyak”, malah membuat kaum intelek berpikir tong kosong nyaring bunyinya.
    seharusnya para capres lakukan pendekatan ke wong cilik tanpa embel” pencitraan atau keuntungan lainnya alias ikhlas lahir batin untuk memimpin bangsa ini.
    tp di zaman serba materi kayaknya hampir mustahil.
    menurut saya sih, satu hal yang pasti untuk presiden indo berikutnya, yaitu “tegas dan berkarakter nasionalis kuat!!”
    selama ini kita selalu di obok” bangsa lain. makanya jalan ditempat aja kemajuan negara

  • ibas
    October 10, 2023 at 10:59 am

    good article, thank you

Leave a Reply

*