Browsing Category

WANITA

Berita hoaks sebagai alat balas dendam – Studi kasus penghancuran Gerwani

Berita hoax bukan monopoli era social media seperti sekarang. Sebagai disain komunikasi, maka dipakailah penyiaran berita hoax sebagai metode penghancuran PKI. Memang terbukti akhirnya rakyat terprovokasi untuk ikut memburu komunis dengan masivnya pemberitaan hoax secara terstruktur dan konsisten.
Berita yang dimuat Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha yang kemudian dikutip berbagai suratkabar dengan sejumlah tambahan seperti mata dicungkil dan lain lain, betul-betul membuat pembaca mual, marah sekaligus bergidik. Tak ada yang bisa membayangkan ada manusia yang bisa berbuat kejam di luar batas kemanusiaan seperti itu.

Banyak di antara mereka membayangkan para perempuan pelaku kekejaman itu bukan manusia. Mereka lebih mirip sebagai setan perempuan yang jahat. Jadi pertanyaan. Betulkah cerita itu sebuah fakta? Apa bukan sekadar fiksi ajaib dari sebuah imajinasi yang hebat ? Yang jelas dari sisi jurnalistik, berita tersebut bukan hanya meragukan, tapi sulit untuk dipertanggungjawabkan.

Cerita tersebut Jebih merupakan sebuah fiksi yang sengaja dihadirkan untuk memberi nuansa teror, sekaligus melegalisasi teror yang lebih kejam terhadap mereka yang dituduh bertanggungjawab atas pembunuhan para para pahlawan revolusi.

Kampanye atas kekejaman itu bukan saja dibuat atas dasar kebohongan dan cerita rekaan semata, tapi memang sengaja dirancang untuk menyulut kemarahan umum terhadap kaum komunia dan sekaligus menyiapkan panggung pembunuhan besar – besaran dengan alasan dendam rakyat.

Fakta asli tentang kondisi jenasah para korban sebetulnya bisa diungkap melalui publikasi hasil otopsi tim medis terhadap jenasah. Namun fakta ini sepertinya secara sengaja disembunyikan rapat rapat. Baru tahun 1987, Ben Anderson seorang indolog dari Universitas Cornell mengungkapnya dan menimbulkan kehebohan.

Continue Reading

Carmel Budiarjo

Sebuah hari di periode 1968, Carmel Budiarjo dijemput tentara ketika sedang memberikan les bahasa Inggris di rumahnya. Saat itu memberi les bahasa adalah salah satu cara mencari penghidupan setelah ia kehilangan pekerjaan pada Kementerian Luar Negeri, tak lama setelah Soeharto menguasai keadaan pada bulan Oktober 1965. Suami Carmel, Budiarjo, seorang pejabat di Departemen Angkatan Laut juga baru lepas dari penjara karena dituduh komunis. Kelak Budiarjo masuk penjara lagi, dan menjalani 12 tahun tahanan tanpa dakwaan pengadilan.

Carmel mengingat setelah mencatat semua keterangan tentang dirinya, ia dibawa ke sebuah ruangan dimana ditengah tengahnya tergantung sebuah lampu listrik yang terang benderang. Begitu terangnya sehingga ia harus memicingkan mata karena silau. Tembok sekelilingnya dikapur putih dan bersih. Lantainya bertegel dan tidak ada ada meja kursi. Hanya tikar jerami di pojokan. Ruangan itu memiliki dua jendela yang bisa melihat jalanan lorong yang baru saja dilewati. Ada dua perempuan duduk di atas tikar di sudut sudut yang berlawanan. Seorang sedang menulis. Seorang lagi sedang menyusui bayinya. Mereka pucat pasi tanpa ekspresi memandang kepada orang yang baru masuk.

Perempuan yang sedang menulis lalu menghentikan tulisannya lalu menghampiri Carmel dan berbisik,
“ Saya pernah hadir dalam ceramah ekonomi yang kau berikan. Saya juga melihat kau di kantor SOBSI. Masak kau tidak ingat ? “
Carmel berpikir keras, apa perempuan ini berusaha menjebak ? Apakah dia agen yang ditanam untuk mengorek tahanan lain.
“ Mereka mengetahui semuanya tentang dirimu Zus Carmel. Lebih baik kau mengatakan semua dengan jujur “
Tak berapa lama seorang prajurit mengambilnya dan membawa keluar. Carmel bertanya kepada tahanan yang sedang menyusui bayi, kemana dia akan dibawa.
“ Ke lantai atas untuk diinterogasi. Kasihan dia akan disiksa dengan kasar “

Tak berapa lama, tiba tiba terdengar suara kunci pintu diputar dan daun pintu didorong. Seorang wanita muda kusut sambil menangis terisak isak masuk lalu duduk di tikar . Seorang pengawal, bertolak pinggak sambil mendesis marah
“ Kau punya waktu berpikir sampai besok “
Wanita duduk berdiam setelah pengawal itu keluar. Pakaiannya berantakan dan keluar dari roknya. Kancing kancing bagian bawahnya terbuka. Dengan sebelah tangan dikibaskan helai rambut yang berantakan, dan sebelah tangannya lagi mencoba memijit payudaranya.

Continue Reading

Supeni, diplomat andalan Bung Karno

Tahun 1949 Supeni diangkat menjadi anggota dewan Partai, dan langsung diserahi tugas untuk menyiapkan sistem pemilihan umum yang hendak dilakukan untuk pertama kalinya tahun 1955. Untuk mempelajari pengalaman pemilihan umum yang kondisi masyarakatnya tidak banyak berbeda dengan Indonesia, yakni masih banyak buta huruf, maka Supeni diikutsertakan dalam misi Indonesia untuk memantau pemilihan umum di India.

Selama 2 bulan ia tinggal dan mempelajari sistem pemiihan umum disana. Sepulangnya dari India, Supeni menulis buku “ Pemilihan Umum di India “ ( 1952 ). Kemudian Supeni juga diundang Pemerintah Amerika, untuk mempeajari pemilihan Presiden disana yang saat itu dimenangi Eisenhower.

Pengalamannya sebagai diplomat dimulai pada saat Konperensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955. Supeni ditugaskan oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo untul melobi negara negara peserta konperensi untuk mendukung Indonesia dalam masalah Irian Barat. Negara negara yang tadinya meragukan sikapnya akhirnya berbalik mendukung setelah lobby Supeni yang intensif.

Negara seperti Filipina, Pakistan dan Turki yang merupakan sekutu Amerika ( secara tidak langsung juga sekutu Belanda ) akhirnya mendukung Indonesia, walau secara pasif.
Setidaknya kesulitan kesulitan lobby yang dilakukan Supeni bisa menghasilkan rumusan “ The Asian African Conference support the position of Indonesia on West Irian “.

Walau mendapat dukungan dari Konperensi Asia Afrika, namun belum cukup untuk mendapatkan suara mayoritas dalam sidang sidang PBB untuk memaksa Belanda memasuki meja perundingan untuk penyerahan Irian Barat. Bung Karno sekali lagi mengutus Supeni untuk berbicara di Konperensi konperensi Uni antar Parlemen di London dan Rio De Janeiro. Lalu di Asia Pacific Relations Conference di Lahore, Pakistan serta sidang sidang di PBB.

Continue Reading

Megawati dan Indonesianya

Surat kabar halaman pertama ‘ Suara Merdeka ‘ yang terbit di Tasikmalaya 15 Juli 1947 terdapat iklan sebagai berikut,
“ Alhamdulillah. Dengan berkat Toehan, telah lahir pada kamis malam Djoem’at 23/24 Januari 1947 di Gedoeng Presidenan : Adiknya Moehammad Goentoer Soekarno Poetra. Kami beri kepadanya nama : Dyah Permata Soekarno Poetri alias Megawati Satyawati. Terima kasih kami oetjapkan kepada Prof. Dr. Raden Sarwono Prawirohardjo, Dr R Soeharto dan djoeroerawat Ny. Nani Soeradiatmadja “

Iklan yang terlambat 6 bulan itu, tidak dibuat oleh Bung Karno sendiri. Iklan itu merupakan spontanitas pers atas rasa suka cita kelahiran putri sang Presiden, yang menunjukan kecintaan rakyat terhadap pemimpinnya.

Banyak yang menyangsikan kepemimpinannya, bahkan kerap diejek karena selalu diam. Kolumnis Rosihan Anwar pernah menyindir dengan membuat analogi patung Sphinx di Mesir, yang diam duduk mematung. Namun sejahrawan Asvi Warman Adam menyaksikan dalam Konggres III PDIP di Bali tahun 2010, dimana Megawati mampu bicara dengan bersemangat tanpa teks selama 2 jam penuh. Isi pidatonya menarik dan mampu membakar massa. Secara romantis, Prof Asvi menggambarkan, ‘ Saya seakan menyaksikan Soekarno hidup kembali dalam gema lantang Megawati ‘

Barang kali tidak ada pemimpin paska reformasi yang memiliki pengalaman hidup seperti Megawati. Ia diam menekan perasaannya, ketika diperintahkan ayahnya untuk menyiapkan nasi goreng buat mahasiswa mahasiswa yang menghadap Soekarno. Bagaimanapun ia tahu, para mahasiswa ini sedang berusaha menjatuhkan ayahnya. Setelah kejatuhan ayahnya, secara tragis ia juga harus menanggung konsekuensi sebagai anak Soekarno. Ia dipaksa keluar dari kuliahnya di Universitas Padjajaran.

Semasa orde baru, partainya di intervensi secara vulgar oleh rezim Soeharto. Peristiwa 27 Juli 1996 merupakan titik balik bagi Megawati. Namanya dipuja puja oleh rakyat kecil dan menjadi simbol yang dizalimi. Tahun 1999 partainya memperoleh lebih dari 30 % suara, sehingga melapangkan jalan menjadi Presiden. Namun terjadi penolakan dari sebagian kalangan Islam terhadap Presiden perempuan.

Continue Reading

Pengakuan ( Bukan ) Pariyem

“ Saya kenal betul hasrat lelaki yang timbul di balik gerak geriknya. Pendeknya dia kasmaran sama saya. Selagi saya membersihkan kamarnya, tiba tiba saya direnggut dari belakang. O Allah saya kaget setengah mati. Sekujur tubuh saya digerayangi. Pipi, bibir, pentil saya dingok pula. Paha saya diraba raba. Alangkah bergidik bulu kuduk saya. Tapi saya pasrah saja. Kok saya lega lila. Tanpa berkata barang sekecap, peristiwa itupun terjadilah “ Pengakuan Pariyem

Novel prosa lirik karya Linus Suryadi AG yang terbit akhir tahun 70an ini ditulis jauh sebelum aku lahir. Aku sempat membacanya dan membayangkan kehidupannya seorang pembantu rumah tangga – Pariyem, asal Gunung Kidul yang mengabdi pada keluarga Ndoro Kanjeng Cokro Sentono, keluarga trah Keraton Jogja. Dia pembantu yang lugu dan dibalik itu menyimpan ‘ kebijaksanaan ‘ dalam menghadapi hidup.
Pariyem bangga dan sekaligus bingung ketika menyerahkan tubuh dan asmaranya untuk putra majikannya, Raden bagus Ario.

Apakah aku, Pariyem dalam siklus hidup yang berbeda ? Aku perempuan yang lahir dari darah campuran Indonesia dan luar negeri. Kata orang wajahku manis, imut. Mungkin karena kulitku yang putih. Aku bekerja sebagai production assistant dalam produksi film. Job descku memang di urutan bawah dalam struktur produksi. Menjadi kaki tangan produser. Aku memang diperintahkan menyiapkan semua hal hal kecil yang berkaitan dengan kebutuhan produksi. Hal hal remeh mulai dari memastikan ada mobil jemputan sutradara, urusan pemilik lokasi sampai kalau perlu membelikan martabak untuk makanan tengah malam crew.
Bekerja di film adalah impianku. Aku memiliki jiwa seni, pandai menggambar. Sebenarnya aku berharap bisa berada di art department. Aku tetap menyimpan impian suatu hari kelak menjadi seorang Production Designer.
Aku merasa menjadi ‘ seseorang ‘ yang berbeda dengan teman temanku yang lain. Mereka memandang kagum bagaimana aku bisa terlibat dengan nama nama besar di dunia film. Sutradara atau bintang bintang film lainnya.

Aku sendiri merasa tahu diri dalam komunitas ini. Apalah artinya aku, hanya seorang asisten produksi. Sebuah sekrup kecil dalam rantai produksi film yang besar. Aku hanya bekerja sebaik baiknya dan berharap ini menjadi ‘ reward ‘ untuk jenjang karier yang lebih baik.
Mungkin aku lebih beruntung, sehingga lebih diperhatikan oleh Mas Sutradara. Entah kenapa aku merasa perhatiannya lebih dari seorang atasan kepada bawahan. Ia sering memintaku terlibat dalam pengambilan keputusan tentang manajemen produksi. Ia bahkan memintaku untuk bisa bekerja sama dengan asisten sutradara untuk masalah ‘ break down ‘ syutingnya.

Continue Reading

Apa agama Kartini ?

Jepara, October 1903
Modertje, my moedertje,say something to me, I am so utterly, utterly unhappy. Physically, spiritually broken, I have energy no more. For days already it is as if there is a fire in my head, as my heart is a burning bullet. I am assumed to be still alive, Is this living ? There are worse things then death. And when I am dead, what will that have achieved ? Nothing ! other than that I have obstructed some people, tripped them up in their egotism. …Oh my poor, poor dreams, my poor sisters.
The house is as though deserted, the bird no longer chrips, it is lying with broken wing, a broken heart, oh and a heart full of terrible, evil thoughts.
Do you despise me,yes ? -it is hard,but still bearable, but that I cannot respect myself, that I cannot bear.
My God have mercy, show me the way !

Ini penggalan surat yang saya baca dalam buku “ Letters from Kartini – Indonesian Feminist 1900 – 1904 “ yang diterjemahkan oleh Joost Cote. Bagaimana melihat seorang Pahlawan dengan pergulatan batin seperti itu. Kartini pada akhirnya tak menolak menjadi istri keempat seorang lelaki yang beda usianya 30 tahun serta sudah memilik 7 anak.
Sayapun menebak nebak, apa sesungguhnya agama Kartini. Karena dalam kegalauan di surat suratnya, ia banyak menyebut Tuhan.

Pramudya Ananta Toer, dalam bukunya ‘ Panggil aku Kartini saja – 1962 ‘ berusaha menggambarkan sosok seorang penganut sinkretisme Kejawen. Pram menulis, “ Bagi Kartini semua agama sama, sedangkan nilai manusia terletak pada amalnya kepada sesamanya yaitu masyarakat “
Tidak salah karena Kartini mengatakan dalam terjemahan Joost Cote diatas.
“ We say that we trust in God and that is what we will maintain. We want to serve God and not people. If we listen to people then we worship people and not God.” (Kartini, 12 Oktober 1902 )

Menurut Kartini, “ tolong menolong dan cinta mencintai , itulah nada dasar segala agama. Agama yang sesungguhnya adalah kebatinan dan agama itu bisa dipeluk baik sebagai Nasrani maupun Islam “.

Continue Reading

Cerita tentang St Petersburg

The climax of the evening came in true Sukarno style. A flock of pretty Indonesian girls he had brought with him to Moscow in his chartered U.S. jet rushed up and kissed the top Soviet leaders.

Sukarno then demanded to be kissed in return by a Russian girl. Resourcefully, Nina Khrushchev walked into the crowd of lower-ranking guests and spied a pretty girl. “Are you Russian?” she asked. “Yes.” said the girl. “Then come and kiss President Sukarno,” commanded Nina. The girl said no, she did not want to. Her husband said he did not want her to. But Nina was not to be denied. “Oh, please come,” she said. “You only have to kiss him once, not twice.”
Reluctantly, the girl came forward and got soundly kissed. Khrushchev thanked her for “upholding Russian honor,” and with that he left the party, an hour behind schedule and apparently without a care in the world.

Kutipan penggalan cerita diatas dimuat dalam majalah Time tanggal 16 Juni 1961. Disatu sisi memperlihatkan gadis Russia yang pemalu walau Bung Karno sebelumnya sering membuat humor tentang karakteristik perempuan dilihat dari asal usul benuanya. Perempuan Russia digambarkan wanita tua, berpengalaman namun tidak ada lagi lelaki yang menolehnya.

Kini paradigma itu berubah. Perempuan Russia tidak lagi identik dengan pemalu atau wajah tua, kaku dan berpakaian mantel seragam, seperti yang kita bayangkan jaman perang dingin. Lihatlah di sepanjang Nevsky Prospekt di St Petersburg. Jalanan utama yang menjadi tempat lalu lalang manusia, sudah seperti panggung fashion show. Perempuan perempuan Rusia yang modis, cantik berjalan hilir mudik dengan menggenggam Iphone, Tab, atau merokok Marlboro. Produk barat yang dulu menjadi barang haram bagi masyarakat komunal komunis, kini menjadi bagian dari budaya mereka.

Perjalanan ke St Petersburg – dulu disebut Leningrad – bukan tidak sengaja. Saya merencanakan jauh hari karena kebetulan akan menghadiri undangan Internet Forum di Stockholm Swedia. Jarak tempuh dari Stockholm yang hanya satu setengah jam penerbangan, membuat saya tak ragu mengambil visa di kedutaan besar Russia di Jakarta. Kenapa tidak ?

Continue Reading

Apocalypse Now

Lelaki itu duduk termenung terus menatap wajah yang lelah. Gadis yang begitu dicintai dengan segenap jiwa. Kini tertidur membawa mimpi yang hilang.
Sudah. Kusampaikan resahku pada malam kelabu ini. Lepaskan semua yang membuatmu bimbang. Gelisah. Ketika rindu itu masih ada. Separuh jiwaku tercabut tanpa bekas.
Lelaki itu terus bergumam. Sendiri dan teringat kata katanya sendiri.
“ Aku tahu disana ada lelaki lain yang menunggumu “
Gadis itu tercekat. Matanya bergetar tak percaya.
“ Bukan bukan, kau tak mengerti “ Ia membalas menunduk mencoba mengelak.
Lelaki itu teringat saat senja itu memeluk gadisnya di pinggiran tebing pantai Uluwatu. Masih ingatkah dia ? sendunya langit jingga membawa cinta mereka ke balik ombak yang bergulung gulung.
“ Apa yang kuinginkan ada disini “ demikian ia mendesahkan bisikan cintanya.

Continue Reading

Para ibu yang berjuang

Berkat undangan Mbak Nenny Hartono, saya kembali menginjakan kaki di kampus Universitas Indonesia, setelah hampir 18 tahun saya meninggalkan kampus ini. Ini juga pertama kali saya menemuinya walau kita sering berkorespondensi melalui email. Saya mengenalnya – tepatnya dia yang memperkenalkan dirinya melalui email – setelah membaca tulisan saya yang sedikit menyinggung tentang ayahandanya. Beliau adalah putri Letjen KKO Hartono, bekas panglima marinir ( dulu KKO ) jaman Bung Karno.
Disini di dalam multi media centre , Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, sambil memenuhi undangan pemutaran film “ Afghan Chronicles “ serta diskusi dengan sutradaranya, Dominique Morisette , saya bertemu dengan sosok wanita sederhana yang aktif di Forum Silahturahmi Anak Bangsa ( FSAB ) . Sebuah forum untuk melekatkan komunikasi yang retak karena sejarah masa silam. Disana ada para putera puteri pahlawan Revolusi, PKI, Darul Islam, PRRI/Permesta maupun tokoh tokoh orde lama / baru.

Continue Reading