Seorang Christopher Columbus dari Genoa berjanji kepada Raja Ferdinand dan Ratu Isabella, untuk menemukan kepulauan yang bersentuhan dengan Hindia, dengan berlayar dari titik yang paling barat di kepulauannya. Ia meminta kapal dan segala perlengkapan untk berlayar dan tidak hanya menjanjikan penyebaran agama Kristen, namun jaminan membawa pulang mutiara, rempah dan emas dengan jumlah yang melampaui imajinasi paling liar sekalipun.
– Catatan Peter Martyr, De Orhe Novo , 1530
Kutipan diatas menjelaskan bagaimana kepulauan rempah Hindia sejak abad pertengahan menjadi incaran para penjelajah Eropa untuk menemukan dunia baru. Ketika orang orang Eropa dalam abad pertengahan masih mengkonsumsi makanan yang rasanya hambar, tidak enak – karena rendahnya taraf kehidupan disana, Sementara di negeri Hindia sudah biasa mencampur lada, jahe, kayu manis dan cengkih untuk menyamarkan rasa asin dan mengawetkan daging serta makanan agar tidak cepat membusuk.
Kisah selanjutnya adalah sejarah yang menuliskan ketika Hindia, kelak bernama Indonesia menjadi tanah jajahan dari negeri negeri penjarah berkulit pucat yang berawal dari pencarian rempah rempah.
Semua ini saya kaitkan dengan Anies Baswedan yang menyampaikan orasinya di pembukaan hajatan ON | OFF kemarin.
Sebuah pidato yang inspiratif tentang bagaimana mengkonstruksikan Indonesia dengan pikiran positif. Sebuah ide besar tentang Indonesia tidak dimulai hari ini. Tapi ketika Soekarno – Hatta membuang pikiran pesimisnya tentang modal dasar pendirian republik ini.
Dikatakan, untuk jumlah penduduk 70 juta orang, hanya terdapat sekolah setingkat SMA sebanyak 95 buah dan sekitar 300 an sekolah dasar. Sehingga jumlah penduduk yang buta huruf hampir 95 persen dari keseluruhan populasi.
Tapi semuanya tidak mengurungkan niat para bapak bangsa untuk tetap optimis mendirikan republik ini.
Melihat keseharian Indonesia melalui media massa yang kita baca memang menjadikan pikiran pesimis tentang negeri ini. Korupsi, ketidakadilan, kejahatan, bencana membuat semuanya terasa apatis. Demikian ia melanjutkan, bahwa kita harus tetap merekonstruksikan pikiran positif demi kemajuan bangsa.
Ketika rektor Universitas Paramadina yang cerdas itu masih bercerita banyak, pikiran saya menerawang kepada pidato politik Bung Karno di hadapan anggota anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai tanggal 1 Juni 1945.
Bung Karno mengatakan Lenin mendirikan Sovyet Russia juga ketika masih banyak penduduknya yang buta huruf. Demikian pula Ibn Saud dari Saudi Arabia. Jika menunggu Indonesia sehat dan segala macam persyaratan. Sampai 20 tahun kemudianpun kita belum merdeka.
Indonesia bukan sekedar sekumpulan orang yang berkehendak bersatu atau mengutip Otto Bauer, persatuan perangai karena persamaan nasib. Indonesia menurut Soekarno ialah seluruh manusia manusia yang menurut geopolitik telah ditentukan oleh Allah swt, tinggal di kesatuan semua pulau pulau dari ujung utara Sumatera sampai ke Irian. Seluruhnya ! Karena antara manusia 70 juta orang ini sudah ada “ le desir d’eetre ensemble “. Sudah terjadi.
Sebagai bangsa kita sudah mengalami peradaban yang luar biasa ketika bangsa bangsa Eropa masih berada pada jaman kegelapan. Namun sejarah mencatat kegagalan kita. Kini kita masih tetap salah satu bangsa besar, dan ironisnya masih saja terseok seok.
Komitmen kebangsaan ini barang kali yang membuat konstruksi pikiran pikiran positif untuk hari yang lebih baik. Anies kembali lagi melontarkan analogi menarik, bahwa dengan melihat Epicentrum Walk tempat dia memberikan orasi. Selalu melihat kepada siapa pemilik gedung ini. Walau ia tak menyebut nama, namun semua orang tahu bahwa kelompok usaha Bakrie penuh dengan kontroversi yang dibawa oleh Aburizal Bakrie. Sehingga yang timbul hanyalah pikiran kontruksi negative. Padahal dibalik pembangunan gedung ini ada ribuan orang yang terlibat. Ada insinyur insiyur Indonesia yang kreatif merancangnya.
Exactly. Demikian saya ngunandika. Ada manusia manusia yang bekerja dengan jujur, tulus dan menjadi tulang punggung keluarganya di balik gedung megah milik keluarga Bakrie ini. Persis dengan hajatan social media. Selalu yang dilihat kontroversi siapa penyelenggaranya. Padahal jauh dibalik itu ada ratusan atau bahkan ribuan orang yang bisa mengambil manfaat. Ada masyarakat blog yang bisa berinteraksi satu sama lain. Ada momentum yang ujungnya adalah membuat Indonesia lebih baik. Tentu saja melalui penyuaraan di social media.
Daripada terus terusan nyinyir, membangun konflik di Time Line. Kita lupa dengan esensi mengkonstruksi pikiran positif sebagaimana yang disuarakan Anies Baswedan. Kita lupa untuk blogwalking, sehingga tak tahu ada blogger blogger baru yang bermunculan. Lupa untuk memberi apresiasi kepada mereka yang terus memberikan komitmen kepada negeri, seperti guru guru dari Indonesia Mengajar , yang suka rela ditempatkan di bagian terpencil negeri ini. Kita lupa untuk menghidupi ‘ harapan ‘ di negeri ini.
Jalan pikiran Baswedan muda ini, saya rasakan bisa sama dengan Baswedan yang hidup pada jaman sebelum kemerdekaan.
Abdul Rahman Baswedan adalah seorang pemberontak di zamannya. Ia pernah bekerja di harian Sin Tit Po dan bertanggung jawab untuk mengisi kolom bertajuk Abunawas yang membangkitkan semangat keindonesiaan.
Sikap seperti itu tergolong langka saat itu. Sebab melalui peraturan yang dikeluarkan Pemerintah colonial, komunitas Arab –seperti halnya Tionghoa – mendapatkan kedudukan kelas di atas warga pribumi.
Kelak ia menyerukan pada orang-orang keturunan Arab agar bersatu membantu perjuangan Indonesia serta mengkritik praktek praktek kolonial. Ia mengajak keturunan Arab, seperti dirinya sendiri, menganut asas kewarganegaraan ius soli: di mana saya lahir, di situlah tanah airku.
A.R. Baswedan melemparkan gagasan tentang tanah air Indonesia dalam konferensi PAI (Persatuan Arab Indonesia) yang kelak menjadi embrio Partai Arab Indonesia. Sebagai simbolisasi ikut mendukung perjuangan kemerderkaan itu, A.R. Baswedan memakai blangkon (penutup kepala orang Jawa). Sikapnya itu sempat ditentang keras oleh sebagian komunitas Arab lainnya.
Kita memiliki modal yang luar biasa. Catatan perjalanan penjelajah sekitar tahun 890 – 956 dalam Meadows of Gold , dikatakan “ Tak ada kerajaan lain yang memiliki lebih banyak sumber daya alam, komoditas ekspor dibanding kerajaan ini. Harta mereka antara lain, kapur barus, pohon gaharu, cengkih, kayu cendana, buah pinang, bunga pala, kemukus dan sebangsanya. “
Sampai sekarang kita masih saja kesulitan merekonstruksikan betapa luar biasanya negeri yang dinamakan Indonesia.
Pikiran pesimistis membuat kita selalu terjebak dalam pertikaian. Sekali lagi sama dengan raja raja dan pangeran lokal jaman dahulu yang selalu dengan mudah diadu domba oleh penjajah.
Sejarah memang tidak bisa terulang. Colombus yang tidak pernah menemukan Hindia, malah menemukan Amerika. Sebuah berkat yang lain. Sementara kita sampai sekarang masih belum menemukan jalan menuju masyarakat adil makmur. Namun jalan itu ada. Kita memang tak boleh menyerah. Kita beruntung memiliki Baswedan muda yang selalu mengingatkan.
25 Comments
ikam
December 4, 2011 at 6:00 pmKita juga beruntung memiliki Iman Brotoseno yang selalu memiliki dan berbagi energi positif.
Sarah
December 4, 2011 at 11:22 pmJangan pernah menyerah
Antyo
December 4, 2011 at 11:55 pmSaya kadang hampir menyerah, tapi ketika mengingat masa depan anak-anak saya dan teman-temannya, maka saya bangkit lagi. Masa kita terus menerus menjadi bangsa sontoloyo? Memulai dari yang mikro, itu pertahanan dan perjuangan minimal sekaligus terakhir
meong
December 5, 2011 at 12:52 amApatisku, tak hanya pd bumi indonesia. Tp hingga ke human being, manusianya. Seluruhnya.
Hingga kadang terbangun dr tidur pun, tiba2 yg exhausted. Memikirkan ini itu yg terdengar di berita, terbaca di socmed. Sampe nangis. Ato malah mbayangin bom nuklir sekalian meledak.
Kadang mikir jg; is it the way of the world?
Entahlah. Terus membangun harapan. Mempertahankan optimisme, there’s a hope. Apalagi kalo liat orang2 apalagi generasi muda yg eksyen, benar2 berbuat sesuatu utk apa yg jd concern mereka. Hold on to that hope.
Malu juga sih. Sendirinya yg ga ngapa2in kok bisa ngerasa cape sih. Mereka yg berbuat, malah ga cape2. Hebat.
Bener2 racauan tengah malam. Bisa galau lho, mikirin ini. 😐
PS. bagaimana pendapat masiman thd pendapat yg menyatakan bhw sukarno dg visi Indonesia-nya sebenarnya tak ubahnya bentuk lain penjajahan. Contoh, janjinya thd aceh. Ini cuma berdasar ingatan yg selintas lalu dan amat bisa salah.
meong
December 5, 2011 at 1:00 am*baca ulang komen*
Astaga. Nulis apa itu, aku? O.o
Ga bisa undo ya? *tepok jidat*
Oalah, isin rek >.<
Yahya Kurniawan
December 5, 2011 at 8:48 amCuma optimisme yang tinggal dikandung badan untuk membangun Indonesia #halah.
Kalau itu pun juga ter(di)renggut, entahlah apa jadinya.
Pitra
December 5, 2011 at 9:51 amSemua aktivitas itu, apapun bentuknya, pasti akan selalu ada yg melihatnya dari sisi negatif dan positif. Mungkin yg pikirannya jelek, selalu melihat dari keburukannya. Sebaliknya, jarang ada yang bisa optimis dan melihat sisi positifnya.
Eh iya, uhuuuy juga utk cisca yang disebut di sini :))
Iman Brotoseno
December 5, 2011 at 11:30 amMeth,
Are u Okay
Bukik
December 5, 2011 at 11:32 amPostingan-postingan yang kuat dengan cerita sejarah, seringkali sejarah yang jarang dituturkan, apalagi diberitakan
“ius soli: di mana saya lahir, di situlah tanah airku”
Indonesia tanah airku!
Kurnia Septa
December 5, 2011 at 4:06 pmSemangat, melihat sejarah yang pernah jaya,
sudah saatnya untuk meraihnya kembali,
tapi kadang terlalu banyak masalah membuat kita pesimis
ipungmbuh
December 5, 2011 at 4:56 pmSaya tidak akan nembak polisi lagi kalau ditilang!
Saya tidak akan buang sampah sembarangan lagi!
Saya berjanji!
kania
December 5, 2011 at 6:36 pmsungguh masih ada harapan utk kita.. semakin bnyk yg berharap semakin besar kemungkinan kita utk buat dunia kita jadi lebih baik lg.. Indonesia kita lebih baik lg..
harapan melahirkan eksyen. eksyen berarti optimis!
trimakasih pak anies, mas imam.. semangaaatttt ^^
DV
December 5, 2011 at 6:48 pmOOT ah 🙂 AR Baswedan ini bareng dengan engkong mertua saya dulu di Sin Tit Po… nama Indonesianya Anang Satjawardaja, nama chinanya, Tjua Tjee Liang 🙂
Tulisan yang menarik… Baru kemarin saya baca ulang Nyanyi Sunyi Seorang Bisu (buku ke-2) nya Pram dan menemukan fakta yang sama bahwa kalau tak ada Indonesia yang terkenal dengan rempahnya, tak kan ada imperialisme dan kolonialisme di dunia 🙂
Hanny
December 5, 2011 at 6:50 pmPostingannya bikin merinding, mas Iman. Saya sendiri dulu orang yang pesimis dan banyak ngeluh, sampai capek sendiri dan muak jadi pesimistis, karena nggak ada manfaatnya: buat diri sendiri apalagi buat orang lain. Jadi mulai tanya sama diri sendiri: mau jadi bagian dari masalah, atau jadi bagian dari solusi? Suka malu sama penjual pisang yang udah kakek-kakek, masih semangat jalan jauh mikul beban berat dan jualan pagi-pagi buta, ketika ada yang beli “Alhamdulillah” berkali-kali. Dia memilih bekerja daripada minta-minta. Semangat dan optimisme itu suka menampar saya. Membuat saya nggak mau banyak ngeluh. Kalau orang setua itu saja masih optimis kerja untuk menghidupi diri dan keluarganya, masa kita yang katanya orang sekolahan ini malah pesimis terus? 🙂
gebyar andyono
December 6, 2011 at 4:53 amOptimis dan Positif buat Indonesia. Fokus pada solusi bukan masalah, ambil bagianmu
Ferre Soedoro
December 6, 2011 at 8:19 pmTulisan spt ini seharusnya mudah unt diakses semua org spy rasa optimisme terus berkembang di negeri ini. Terima kasih kpd sang penulis serta pak Anies Baswedan yg tdk pernah lelah memompa semangat unt Indonesia dan Nusantara ràya.
lilliperry
December 8, 2011 at 9:42 pmSuka tulisan ini, saya selalu percaya Indonesia baik2 saja.
Jakarta banjir aja kita masih ketawa2, bencana alam datang kita bisa senyum.
Orang2 Indonesia paling tahan berhadapan dengan derita.
Optimis, generasi yang akan datang akan lebih baik. Generasi sekarang sedang ke arah sana
orbaSHIT
December 9, 2011 at 11:01 am@lilliperry,orang indo itu tahan derita apa goblok yah?….kok mau yah menderita berkepanjangan? udah gitu pake bersukur lagi..logika yg aneh,pantaslah kita telah dijajah portugis,belanda dan inggris karena pola pikir permisif dan “nrimo” kek gini….enggak ada mental JUARA! 🙁
edratna
December 14, 2011 at 5:42 amHanya pikiran positif yang membuat kita tetap semangat menjalankan hidup ini.
Semangat mas Iman…tulisan yang bagus.
Sayang, tahun ini saya tak sempat mengikuti acara yang diadakan para blogger….persiapan naik Haji, kemudian ditambah kerjaan yang menumpuk karena ditinggal pergi, nyaris membuat tak sempat kemana-mana.
Pas ketemu mas Iman di toko buku terminal F, saya ragu menyapa…..mungkin karena topinya ya.
nande sigit
December 24, 2011 at 8:33 amJangan Menyerah – D Massiv adalah lagu tentang semangat … dengar lagu dan syair Bendera – Coklat akan bikin semangat .. Keep High Spirit Indonesiaku..
erikmarangga
December 31, 2011 at 9:50 amSaya mereguk energi positif dari tulisan ini. tulisan yang membuat saya berusaha bangkit lagi menueruskan proyek perbaikan diri. Saya tersadar bahwa aya tidak ingin menjadi prbadi pesismis yang akan menjadi perusak kebesaran bangsa ini.
Thanks Mas Iman!
Cut Ratu
January 21, 2012 at 10:33 pmSuka banget sama tulisan ini…saya sedih kalau banyak yg pesimis atau selalu menghembuskan aura negatif ttg bangsa ini. Sedih mendengar atau membaca joke tentang kejelekan indonesia. Memang bangsa ini perlu banyak berubah, tapi tentu harus dimulai dari diri sendiri kan..tidak perlu menunggu pemerintah atau pemimpin yang sempurna baru kita mau berbuat sesuatu pada negri. Keep positive..setuju banget… Semangat Indonesia 🙂
kang Rahmat
November 26, 2013 at 2:31 pmTrims, postingannya pak..
Postingan optimis. . .Jadi malu sama diri sendiri, yang lebih suka mencerca keadaan bangsa sendiri, ketimbang menyebarkan harapan dan optimisme untuk kemajuan bangsa, hmm
Wahyudi Adhiutomo
November 28, 2013 at 8:26 amOptimisme memang harus ditularkan. Bung Karno juga melakukan itu.
ibas
October 10, 2023 at 11:13 amgood article, thank you