Tahun 1949 Supeni diangkat menjadi anggota dewan Partai, dan langsung diserahi tugas untuk menyiapkan sistem pemilihan umum yang hendak dilakukan untuk pertama kalinya tahun 1955. Untuk mempelajari pengalaman pemilihan umum yang kondisi masyarakatnya tidak banyak berbeda dengan Indonesia, yakni masih banyak buta huruf, maka Supeni diikutsertakan dalam misi Indonesia untuk memantau pemilihan umum di India.
Selama 2 bulan ia tinggal dan mempelajari sistem pemiihan umum disana. Sepulangnya dari India, Supeni menulis buku “ Pemilihan Umum di India “ ( 1952 ). Kemudian Supeni juga diundang Pemerintah Amerika, untuk mempeajari pemilihan Presiden disana yang saat itu dimenangi Eisenhower.
Pengalamannya sebagai diplomat dimulai pada saat Konperensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955. Supeni ditugaskan oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo untul melobi negara negara peserta konperensi untuk mendukung Indonesia dalam masalah Irian Barat. Negara negara yang tadinya meragukan sikapnya akhirnya berbalik mendukung setelah lobby Supeni yang intensif.
Negara seperti Filipina, Pakistan dan Turki yang merupakan sekutu Amerika ( secara tidak langsung juga sekutu Belanda ) akhirnya mendukung Indonesia, walau secara pasif.
Setidaknya kesulitan kesulitan lobby yang dilakukan Supeni bisa menghasilkan rumusan “ The Asian African Conference support the position of Indonesia on West Irian “.
Walau mendapat dukungan dari Konperensi Asia Afrika, namun belum cukup untuk mendapatkan suara mayoritas dalam sidang sidang PBB untuk memaksa Belanda memasuki meja perundingan untuk penyerahan Irian Barat. Bung Karno sekali lagi mengutus Supeni untuk berbicara di Konperensi konperensi Uni antar Parlemen di London dan Rio De Janeiro. Lalu di Asia Pacific Relations Conference di Lahore, Pakistan serta sidang sidang di PBB.
Sebagai Ketua seksi Luar Negeri – mungkin sekarang sejenis Ketua Komisi – di DPR tahun 1956, Supeni mengambil inisiatif untuk mendukung kebijakan Mesir menasionaliasi terusan Suez. Dengan adanya dukungan Indonesia di dunia Internasional, maka Presiden Gamal Abdul Nasser berterima kasih, dan mengundang Supeni untuk datang ke Mesir melihat bagaimana putra putri Mesir bisa mengelola terusan ini.
Supeni sempat diangkat oleh Bung Karno menjadi Duta besar berkuasa penuh untuk Amerika Serikat. Surat Keputusan Tanggal 17 September 1960, No 533/M/1960 telah ditandatangani Presiden Sukarno. Namun menjelang keberangkatannya, sebuah konspirasi dilakukan kelompok kiri yang tidak suka dengan keberangkatannya menjadi duta besar untuk Amerika. Dibuatlah surat fitnah seolah olah pihak Amerika yang tidak setuju, sehingga Supeni akhirnya batal berangkat.
Sejak itu Bung Karno mengangkatnya sebagai Duta Besar Keliling.
“ Saya akan mengutusmu ke berbagai negara “ Kata Bung Karno.
“ Bukankah sudah ada Duta Besar yang ditempatkan di negara negara itu ? “ Tanya Supeni.
Bung Karno menerangkan lebih lanjut.
“ Tapi ini tugas khusus. Kau akan kuutus menemui Pangeran Norodom Sihanouk di Kamboja. Ny. Sirimavo Bandaranaike di Srilangka, U Nu di Birma, Presiden Gamal Abdul Nasser di Mesir dan negara negara lain. Saya punya rencana mengadakan Konperensi Non Blok yang sudah disepakati oleh Presiden Tito dari Yugoslavia dan Naser dar Mesir. Konperensi ini penting dalam rangka memantapkan perjuangan anti imperialism, kolonialisme dan neo-kolonialisme “
Supeni berkeliling negara Asia Afrika untuk meyakinkan para pemimpinnya agar mau hadir dalam Konperensi Non Blok pertama di Beograd, Yugoslavia. Pemimpin India Nehru yang semula ‘ ogah ogahan ‘ akhirnya mau datang setelah melalui diskusi panjang dan melelahkan selama 2 jam dengan Supeni.
Bung Karno memujinya sebagai “ skilled diplomat “ tapi dikatakan juga bahwa Supeni adalah seorang pendebat. Ia berani mendebat Presiden Indonesia, jika pendapatnya ada yang salah, dan Bung Karno tidak pernah sakit hati.
Seperti ditulis ‘ New York Post ‘ 3 Oktober 1962 ketika Supeni ditugaskan memimpin 19 anggota delegasi Indonesia ke Sidang Majelis Umum PBB ke 17,
“ Supeni adalah seorang pemimpin wanita yang militant, ramping, cantik serta anggun. Ia berambut hitam dan berkain batik dengan warna warna cemerlang. Ketika ia meluncur melalui koridor gedung PBB, semua mata tidak bisa dicegah mengiringi, tertarik oleh kecantikan timurnya yag berpadu dengan kecerdasan politik yang disandangnya “
Dalam Konperensi Non Blok di Beograd, Bung Karno telah memerintahkan ajudannya Sabur untuk mengatur Supeni agar duduk bersama dalam satu mobil bersama Bung Karno menuju gedung Konperensi.
Demikianlah Supeni diajak Bung Karno masuk ke ruangan lobby yang hanya untuk kepala kepala negara / pemerintahan.
“ Mengapa saya diajak kesini ? Bagaimana nanti saya masuk ke tempat yang sudah disediakan untuk anggota anggota delegasi Indonesia ? Berkas berkas saya ada di mobil yang lain “
Jawab Bung Karno
“ Mana ada Presiden seperti saya. Presiden lain paling membawa sekretaris. Saya didampingi duta besar keliling yang sudah mengenal banyak kepala negara “
Bung Karno lalu duduk di kursinya dan memperhatikan Kepala kepala negara yang sedang berbicara satu sama lain. Lalu ia meminta Supeni duduk di sebelahnya.
“ Mana Modibo Keita ? “
Setelah Supeni menunjuk tenpat duduknya, Bung Karno berkata “ Coba dia suruh kesini “. Tentu saja Supeni bingung, ini bagaimana masak Presiden orang disuruh panggil begitu saja.
Sambil berjalan menuju tempat Presiden Mali, Supeni berpikir cara apa untuk bisa menarik Presiden Mali mau datang ke Bung Karno. Setelah berbasa basi dan mengemukakan masalah yang bisa menjadi kepentingan negaranya, maka Modibo Keita bisa ditarik untuk meneruskan pembicaraannya dengan Bung Karno sendiri.
Setelah selesai dan mendapat kesepakatan antara keduanya, lalu Bung Karno meminta Supeni untuk memanggil Kaisar Heila Sellasie dari Ethiopia. Setelah itu tugasnya bertambah gawat. Bung Karno memerintahkan Supeni untuk memanggil Raja Saudi.
Supeni teringat bahwa Bung Karno pernah mengundang Raja Saudi tersebut untuk berkunjung ke Indonesia. Setelah mengingatkan sang Raja akan undangan tersebut lalu Supeni berkata
“ Apakah saya boleh mendapat kehormatan untuk mengantar Sri Baginda ke tempat duduk Presiden saya ? “
Tentu saja Raja Saudi tidak menolaknya dan dengan demikian Supeni berhasil membawa Raja duduk berdua dengan Bung Karno untuk bercakap cakap. Setelah mereka bercakap panjang lebar. Raja Saudi sempat mengeluhkan kesehatannya dan mengatakan badannya mudah lemah.
Bung Karno lalu menawarkan pengobatan tradisional ala Indonesia dan Insya Allah akan memuaskan.
Sebagai deputy Menteri Luar Negeri urusan PBB dan Organisasi Internasional, Supeni ditugaskan Pemerintah mengikuti Konperensi Islam Asia Afrika yang diadakan di Bandung tahun 1964.
Baru saja Konperensi hendak dimulai dan delegasi delegasi sudah berdatangan, timbul kesulitan karena munculnya delegasi Uni Sovyet yang diundang panitia penyelenggara. Banyak yang berpendapat Uni Sovyet bukan bagian dari Asia, meski wilayahnya ada yang di Asia.
Mula mula RRT mengancam akan meninggalkan Konperensi jika Uni Sovyet diikutsertakan, lalu delegasi negara negara Arab, Mesir dan Pakistan akan mengikuti RRT.
Ketua Konperensi KH Idham Chalid menjadi bingung dan menyalahkan sekjen Konperensi Achmad Syaichu yang mengundang Uni Sovyet yang bukan murni Asia. Delegasi delegasi yang menentang Uni Sovyet sudah sepakat akan pulang keesokan harinya.
Supeni melihat kuncinya ada di RRT yang memang dalam situasi persaingan dengan Uni Sovyet. Maka ia mengundang Duta besar RRT, Yao Chun Ming untuk membicarakan masalah ini.
Akhirnya pihak RRT memutuskan untuk tetap hadir dalam Konperensi ini. Negara negara lain yang sudah bersiap akan pulang akhirnya membatalkan niatnya dan tetap mengikuti konperensi.
Persoalannya tidak berhenti disana saja. Dalam sidang sidang sampai terjadi kebuntuan sehingga ketua sidang KH Idham Chalid menyerah dan meminta ijin kepada utusan utusan bahwa sidang selanjutnya akan dipimpin orang lain.
Utusan utusan bertanya siapa yang akan memimpin. “ Madame Supeni “ kata Idham Chalid, dan semua anggota delegasi menyetujui dan bersedia Supeni memimpin sidang. Akhirnya sidang sidang Konperensi Islam Asia Afrika bisa berjalan dengan lancar, dan ketegangan ketegangan mulai mereda. Masalah masalah yang menimbulkan pertentangan bisa diatasi dengan memasuki materi, sehingga satu persatu dapat dibahas secara teratur.
Setelah seluruhnya selesai, maka palu pimpinan diserahkan kembali ke Idham Chalid, sebagai ketua Konperensi untuk menyampaikan apa yang perlu disampaikan kepada para delegasi dan akhirnya menutup konperensi secara resmi. Dalam KIAA ini mengambil keputusan mengangkat Bung Karno sebagai Pahlawan pejuang Islam dan Kemerdekaan.
Tugas diplomasi Supeni tidak saja secara resmi, kadang ia melakukan secara tidak resmi. Seperti ketika dia diundang berkunjung Ke Korua Utara tahun 1963. Pada waktu itu Bung Karno sedang mempersiapkan Ganefo – Games of the new emerging Forces – Pesta Olah Raga se-dunia untuk menandingi Olimpiade.
Supeni yang memang tidak mendapat tugas untuk urusan Ganefo, tiba tiba saja bertanya kepada Pemimpin Korea Utara, Kim Il Sung, apakah negaranya akan mengirim kontingen menghadiri Ganefo di Jakarta.
Kim Il Sung yang tidak begitu paham tentang proyek Ganefo-nya Bung Karno , mendadak meminta waktu Supeni untuk menjelaskannya. Setelah mendengar penjelasan Supeni, barulah Kim Il Sung secara tegas menyatakan akan mengirim kontingen ke Jakarta.
Suatu hari ketika Supeni melapor kepada Bung Karno tentang perjalanannya ke negara negara Afrika untuk menyiapkan Konperensi Asia Afrika II di Aljasair. Dia ditanya apa yang berkesan. Supeni menceritakan bahwa buah mangga di Mali besarnya 2 – 3 kali mangga di Indonesia dan dagingnya halus. Mendadak sontak Bung Karno meminta Supeni untuk mengirim surat ke Presiden Mali, Modibo Keita agar mengirim buah mangga.
Tentu saja Supeni heran dan berpikir bagaimana caranya dia bisa meminta mangga ke Presiden Mali. Akhirnya dengan caranya, Supeni bisa berkirim surat ke Presiden Mali untuk mengucapkan terima kasih atas dukungan negaranya untuk hadir dalam Konperensi Asia Afrika II. Tak lupa di penghujung surat, ia menyelipkan permohonan agar Yang Mulia Presiden Mali berkenan mengirim buah mangga kepada Bung Karno. Setelah buah mangga kiriman datang, maka lega perasaan Supeni menjadi duta mangga Mali.
Supeni tetap mendampingi Bung Karno sampai kejatuhannya. Bahkan ia dan suaminya menjadi teman yang kerap mengunjungi Bung Karno di kediamannya di Batutulis Bogor, sampai akhirnya Presiden pertama Indonesia menjalani tahanan rumah di Wisma Yaso.
Sejarah telah ditulis. Kebesaran nama Indonesia bukan mustahil berkat kerja keras diplomasi Supeni.
1 Comment
Enny
April 26, 2015 at 9:23 amTulisan yang menginspirasi mas Iman.
Saluut.