Soegija

Namaku Soegijapranata. Pada 1 Agustus 1940 aku ditunjuk sebagai uskup pribumi pertama yang memimpin 40.882 umat Katolik Jawa, termasuk 16.181 orang Belanda.. Aku mengenang, masa masa sulit pendudukan Jepang. Banyak pastor pastor Belanda dimasukan kamp tahanan atau ditembak mati seperti Uskup Agung Maluku, Mgr. Aerts.
Situasi bertambah buruk ketika negeri ini di proklamasikan kemerdekaannya. Umat Katolik selalu dicurigai sebagai golongan pengkhianat, karena agama kami bukan Islam. Kami dianggap bukan orang Indonesia, walau kami juga pribumi berkulit sawo matang. Sebagaimana saudara saudara kami sebangsa lainnya. kami juga membenci penjajahan. Aku harus mengatakan bahwa umat Kalolik Indonesia sebagai orang orang nasionalis. Pro Republik. Berulang kali kutegaskan, jadilah 100 persen Katolik dan sekaligus 100 persen Indonesia.

Setelah aksi polisional pertama Belanda tahun 1947. Aku berbicara di Radio Solo. Konon pernyataanku menggemparkan kalangan Katolik di negeri Belanda, yang melalui Khatolieke Volkspartij ( KVP ) baru saja memenangkan pemilihan umum di sana.
Aku berpidato “ mestinya umat Katolik berterima kasih buat Republik Indonesia yang diproklamasikan secara sepihak itu, bahwa semestinya mereka tidak menolak Republik, tetapi memberikan bantuan dan dukungan kepadanya. Kami berjanji akan bekerja sama dengan semua lapisan masyarakat untuk mewujudkan kemerdekaan teguh dan kemakmuran negara “.

Kudengar pemimpin kami, Bung Karno tertegun setelah mendengar pernyataanku yang mewakili sikap umat Katolik.
Aku berusaha keras menembus blokade Belanda dan akhirnya bisa menulis di majalah Commonwealth bulan Desember 1948 di Amerika. Dalam artikel itu aku menegaskan blokade bagi bangsa Indonesia berarti ‘ blockade pikiran ‘. Kukatakan, Gagasan gagasan kaum komunis menjadi menarik karena blokade Belanda di daerah Republik,, tidak ada pakaian, tidak ada makanan, pun tidak ada imbangan ideology. Tak ada mail. Books, magazines, ideas. Aku berseru kepada dunia luar agar menemukan jalan guna mengirimkan bahan bacaan kedalam daerah Republik, agar Indonesia tidak saja bebas dari komunisme tapi juga dari imperialisme.

Ketika Pemerintah Republik memindahkan ibukotanya ke Jogjakarta. aku juga memindahkan pelayanan Gereja dari Semarang ke Jogja sebagai simbol keberpihakan kepada Republik yang muda ini. Darahku juga seorang pejuang. Seandainya saja aku tidak mengenakan jubah biarawan, bisa saja aku bertempur mengangkat senjata.
Namun aku bisa dengan mudah berdiskusi tentang strategi militer dengan komandan setempat atau memberi data informasi lainnya. Aku memberi perlindungan kepada Kasimo, KH Masjkur dan menteri menteri lain yang selamat dari tembakan pesawat tempur Belanda.

Hubungan aku dengan Presiden Soekarno memang unik, dekat dan saling memahami. Aku selalu memanggilnya hormat Bapak Presiden. Sementara dia memanggilku Romo Kanjeng. Aku merasa tersanjung. Siapa di negeri ini yang bisa dipanggil dengan sapaan hormat seperti yang beliau lakukan kepadaku.
Kadang beliau hanya memintaku memanggil ‘ Bung ‘ saja. Tapi dia tak pernah merubah panggilan Romo Kanjeng.
Ketika Bung Karno ditahan Belanda di Prapat dan Bangka dari bulan Desember 1948 sampai Juli 1949. Maka aku yang mengurus perumahan, makanan sehari bagi Ibu Fatmawati dan anak anaknya.

Bung Karno sangat bangga sebagai satu satunya pemimpin dari negeri yang mayoritas muslim, yang pernah menerima penghargaan tertinggi dua kali dari Tahta Suci Vatican. Dia tak pernah tahu kalau aku selalu menceritakan kepada Sri Paus tentang kekagumanku pada dirinya. Aku – Soegija memang selalu menunjukan keberpihakan atas pikiran pikiran Bung Karno.

Pada masa itu, secara tradisional, Partai Katolik memang ‘ memusuhi ‘ Soekarno. Bahkan Uskup Agung Jakarta, Djajaseputra melarang sekolah sekolah Katolik di Jakarta untuk menaikan bendera saat kunjungan pemimpin Uni Sovyet, Krustjev ke Indonesia. Sebagai penentangan atas sikap politik Bung Karno.
Bersama partai partai lainnya, PSI, Masyumi. Partai Katolik menentang konsepsi demokrasi terpimpin, khususnya representasi Komunis dalam struktur politik bersama NU yang mewakili Islam, PNI mewakili golongan Nasionalis.

Pandangan politik gereja menjadi terbelah. Uskup Agung Jakarta Djajaseputra disisi lain, bersama tokoh tokoh Partai Katolik seperti IJ Kasimo, Frans Seda berhadapan denganku. Aku dan cabang Partai Katolik Jogyakarta justru menganjurkan agar Partai Katolik menerima demokrasi terpimpin.

Kelak ketika Bung Karno meminta Frans Seda sebagai Menteri Perkebunan,. Semula partai menolak ajakan ini, namun Frans Seda menerima tawaran Bung Karno setelah Jenderal Achmad Yani secara khusus meminta agar menerima tawaran ini, sebagai pribadi, bukan wakil Partai Katolik. Jenderal Yani, beranggapan Frans Seda penting untuk menghadapi agitasi komunis di kalangan buruh buruh perkebunan.

Tahun 1958 diriku diinterview wartawan asing yang dimuat dalam News Service National Chatolic Welfare Conference di Amerika. Dari situ wawancaraku disebarluaskan ke seluruh dunia.
Disitu aku menyalahkan sistem colonial Belanda yang menimbulkan kekacauan bidang pendidikan dan pengajaran di Indonesia. Pembesar Belanda lebih memperhatikan golongan kecil seperti suku Ambon tapi melalaikan golongan terbesar bangsa Indonesia, yakni suku Jawa. Hanya sedikit orang Jawa diperbolehkan mengikuti pelajaran di sekolah sekolah. Sehingga tumbuh mentalitas yang salah di kalangan pegawai negeri, para ambtenaar. Mereka jadi terasing dari rakyatnya sendiri. But God created us as Javanesse. We have to stay Javanesse.
Sistem sekolah hanya menghasilkan juru tulis padahal kita membutuhkan sekolah teknik, sekolah pertanian, sekolah perdagangan.
“ It is because I proclame these ideas freely and openly that some people call me – Rama Komunis, the communist bishop. But this nothing to do with communism “.

Aku mengecam negara negara barat karena mereka hanya bersedia memberikan bantuan untuk maksud dan tujuan egoistis. Karena kaum komunis bertambah kuat, negara negara barat tidak mau memberi bantuan lagi. Penglihatan mereka terhadap komunis di Indonesia tidak obyektif. Banyak orang akhirnya memilih Partai Komunis Indonesia, karena kaum komunis menjanjikan kemajuan.

Menurutku tidak tepat Partai Katolik di Indonesia menjadi oposisi. Kita tidak mengenal oposisi loyal seperti di barat. “ So it would be better to cooperate and to fight the communism and other enemies of the church inside of the government. This course should give better results. What influence can Chatolics have in the government when they only abstain “

Aku merasa ditinggalkan sendiri oleh dunia Katolik di luar Indonesia. Kemana suara 450 juta umat Katolik dunia, kenapa mereka tidak mendengarkan kami rakyat Asia Afrika yang miskin dan terbelakang. Mengapa organisasi intelektual Katolik dunia, Pax Romana tidak pernah membela kepentingan rakyat miskin.
Karena aku terlalu membela rakyat, maka aku dianggap pro komunis.

Aku adalah nasionalis. Darahku selalu merah dan tulangku tetap putih. Menjadi Katolik sejati sekaligus mencintai negeriku.

Dalam perjalanan menuju sidang kedua Konsili Vatican, Uskup Sugijapranata meninggal dunia di Belanda pada tanggal 22 Jui 1963. Bung Karno masih tidur ketika ia dibangunkan ajudannya untuk menyampaikan berita kematian sahabatnya. Ia lalu memerintahkan untuk membawa jenasah sang Uskup pulang ke Indonesia. Bung Karno menganugrahkan gelar Pahlawan Nasional saat itu.
Jenasah Uskup dibawa pulang dan dimakamkan di Taman makam pahlawan Semarang.
Diantara makam makam yang sederhana, dengan bentuk yang hampir sama. Berdirilah makam yang berbeda. Bung Karno menyumbang uang sendiri sebesar Rp 1.000.000,- untuk membangun sebuah makam peringatan di atas bukit kecil. Pada batu nisan tertera riwayat hidupnya dan juga lambang bintang Pancasila. Pada keempat tiangnya tertera tempaan besi keempat lambang Pancasila lainnya.
Sebuah peringatan cita citanya : 100 % Indonesia dan 100 % Katolik.

foto dari sini

You Might Also Like

36 Comments

  • Fotodeka
    June 7, 2012 at 3:03 pm

    sangat recomended… menarik tulisannya… *pertamax reserved*

  • Ida Nurbagus
    June 7, 2012 at 3:16 pm

    saling encourage, bukan saling cari ‘celah’ untuk diserang…. kereen….

  • arya
    June 7, 2012 at 3:22 pm

    keren! aku merasa bahwa motif Soegija berjuang justru lebih mulia dan tulus karena demi kemanusiaan dan bangsa, ketimbang misalnya Diponegoro yang karena alasan primordial.

  • Romo Farano
    June 7, 2012 at 3:40 pm

    Mas Iman, thanks for sharing such a realistic story. Kalau ke Jogja, please let me know…

  • Willy
    June 7, 2012 at 3:40 pm

    “Kemanusiaan itu satu. Kendati berbeda bangsa, asal-usul dan ragamnya, berlainan bahasa dan adat-istiadatnya, kemajuan dan cara hidupnya, semua merupakan satu keluarga besar.”

  • nicowijaya
    June 7, 2012 at 3:42 pm

    asik mas, abis mbaca ini, malemnnya nonton pilemnya

  • Regina Herti
    June 7, 2012 at 4:20 pm

    like this…. sungguh seorang pribadi yg patut dikagumi, karena murni memperjuangkan sisi kemanusiaan dan kepentingan orang banyak, bukan keberpihakan pada agama secara extreme… hal-hal seperti ini sudah jarang ditemukan… semoga semangatnya bisa ditiru..

  • Rafelino
    June 7, 2012 at 4:38 pm

    bagussss,pengen nonton ne (y)

  • Enade
    June 7, 2012 at 6:21 pm

    Terharu membaca tulisan ini. Terima kasih Mas Iman telah berbagi.

  • Brama Danuwinata
    June 7, 2012 at 10:54 pm

    Katanya film ini di jogja tiketnya latis banget. Banyak yang gak kebagian.
    Proses penggalangan dana buat film Soegija juga unik, melalui sumbangan gereja-gereja dan umat.
    Tapi Romo Soegija ini memang pantas dijadikan tauladan dan pahlawan nasional.
    Tulisan feature yang bagus mas Iman. 🙂

  • Sarah
    June 8, 2012 at 8:17 am

    Terharu,…

  • Damar
    June 8, 2012 at 9:18 am

    Bagus inspiratif…..thanks

  • Damar
    June 8, 2012 at 9:18 am

    Bagus dan inspiratif..thanks

  • Amril Taufik Gobel
    June 8, 2012 at 9:36 am

    Tulisan yg menggugah dan inspiratif. Thanks mas Iman..

  • Cahyo W
    June 8, 2012 at 3:25 pm

    Terima kasih Mas, sudah memberi bekal saya sebelum nonton Soegija.
    Nanti kalau tdk kebagian tiket, ya terpaksa Mr Bean Kesurupan Depe 🙂

  • Soegija | My Blog
    June 8, 2012 at 6:10 pm

    […] Lagi: kalau mau lebih lengkap tentang Soegija, bisa baca tulisan mas Iman Brotoseno di sini. Share this:StumbleUponDiggRedditFacebookTwitterPinterestTumblrLike this:SukaBe the first to like […]

  • orbaSHIT
    June 8, 2012 at 7:20 pm

    akankah ormas religius “bayaran” akan beraksi lagi memboikot film SOEGIJA seperti yg telah mereka lakukan thd film “tanda tanya”(?),dengan alasan akan “menggoyahkan iman” umat tertentu 😛

  • Bulan
    June 8, 2012 at 8:23 pm

    Thanks Mas Iman. Saya kemarin nonton filmnya tp ngga terlalu suka dan ngga terlalu dapat penggambaran kasih dan perjuangan dari Romo Soegija. Membaca ini saya malah jadi mengerti. 🙂 Terimakasih ya. 🙂

  • Sugeng
    June 8, 2012 at 10:16 pm

    Wah, ini ceritanya to:? terus terang dari keamrin aya juga heran siapa sebenarnya Soegija itu, koq sampai diangkat menjadis ebuah film. Saat aku cari thriler nya di youtube, koq menceritakan uskup dan perang awal kemerdekaan. Sempat heran dan baru sekarang memahami kenapa sampai diangkat menjadi sebuah film. 100% Indonesia dan 100% Katholik

    Salam hangat serta jabat erat selalu dari Tabanan

  • Yoga
    June 8, 2012 at 11:32 pm

    Tulisan yang bagus sekali. Lebih menarik dari film-nya. Maaf spoiler.

  • Alris
    June 10, 2012 at 3:16 pm

    Tulisan keren mas Iman. Contoh agamawan nan santun, berjuang demi Indonesia tanpa keberpihakan. Salut buat Romo Soegija.

  • DV
    June 12, 2012 at 7:22 am

    Nanti mbaca lagi pas mau nonton di Jakarta bulan depan… semoga masih ditayangkan 🙂
    Aku? 100% Katholik, tapi 100% Indonesia? aku ga bayar pajak udah lama hahaha

  • heri
    June 13, 2012 at 9:57 am

    baru ngerti filmnya setelah baca ini
    kisah yang bagus
    inspiratif
    universal

    rohaniwan tapi tidak memihak agama tertentu
    salut

  • Soelysthia Hadi
    June 13, 2012 at 10:51 am

    GP Ansor Sulawesi Utara menggelar nobar Soegija pada pemutaran hari pertama di 21 Menado Town Square, yg dihadiri oleh Gubernur & Wakil Gubernur Sulawesi Utara, serta tokoh-tokoh agama.
    #Antara News.Com#

  • Pak Tri
    June 13, 2012 at 11:26 am

    semoga apa yang dilakukan Romo Soegija dapat menginspirasi kita yang mencintai kedamaian dan toleransi ….

  • Hermanto Iriawan
    June 18, 2012 at 12:46 pm

    Film ini bagus, meskipun ada banyak kekurangan di sana-sini. Bagaimanapun usaha untuk membuat film ini perlu dihargai. Kita miskin dengan film bagus yang menceritakan sejarah negeri ini.

  • didik oik
    June 22, 2012 at 8:33 pm

    sungguh luar biasa

  • dama saja
    June 26, 2012 at 8:32 pm

    tulisan yang bagus…bahkan jauh lebih bagus dari yang digambarkan di filmnya 🙂

  • CHE SUSANTO
    July 10, 2012 at 9:45 am

    Salam kenal. Inspiratif sekali, Mas. Semoga dalam waktu dekat akan muncul reinkarnasi Bung Karno dan Sugija, agar negeri ini cepat keluar dari berbagai masalah.

  • Andy irawan
    July 25, 2012 at 11:25 am

    Two tumbs bro..sebagai seorang katolik saya baru tahu ada sejarahwan yang mulia dan nasionalis seperti romo kanjeng SOEGIJA…Good! terus berkarya dan semoga sukses selalu…see you in others even or moment and thanks all the time when we re in Irlandia

  • Arifadi Budiarjo
    August 29, 2012 at 4:25 am

    Inspiratif, Bung! Sosok Soegija yang nasionalis, humanis, tidak mau membebek pada negara – negara maju, peduli pada orang kecil dan ternyata sempat disebut sebagai “komunis” seperti uskup Dom Helder Camara – tergambarkan dengan baik dalam tulisan ini. Sayang sekali sisi – sisi ini tidak cukup banyak disorot dalam film Sugija besutan Garin.

  • aksarangkara
    August 31, 2012 at 6:17 am

    100% katolik dan 100% indonesia! semboyan ini selalu terpatri di benak saya. saya berharap ada film atau ulasan tentang romo Van Lith, guru dr Mgr. soegijapranata. seorang pastor belanda yang memihak dan memperjuangkan pendidikan kaum pribumi

  • ann
    December 1, 2012 at 12:55 pm

    Sang Nasionalis. Saya yakin, dalam darah Soegija ini mengalir pancasila. Jika sja smua org bsa berfikir spt beliau. Memandang masalah dari alasan mengapa masalah it tjd, bukan memvonis pihak2 trtntu, tdk akan ad kecemburuan sosial di negeri trcinta ini. Manusia yang benar-benar manusia, tak salah penghormata bung Karno padanya.

  • durmagatory
    June 19, 2013 at 11:22 am

    begitulah kita kebanyakan saat ini… faham tokoh2 manca dan mengutipnya tp tergagap akan tokoh2 nasional & lokal wisdom bangsa ini… bener2 sebuah teguran buat saya pribadi, matur nuwun mas….

  • Sumitro Sibagariang
    July 11, 2013 at 6:29 pm

    Salut Akan Jiwa nasionalisnya Kanjeng Romo Soegija. Terharu bacanya.
    Thanks buat postinganya. sangat berguna buat pencerahan sejarah yang jelas.
    Aku juga “100 % Indonesia dan 100 % Katolik.” Hehhehhe..

  • ibas
    October 10, 2023 at 11:07 am

    good article, thank you

Leave a Reply

*