Tentang Pluralisme – BALI

Selalu tak ada habis habisnya tentang Bali. Sebuah swargaloka yang konon masih tersisa di muka bumi ini, bunyi sebuah poster di jalanan di pojok kota Los Angeles sekitar tahun 1920an. Seorang gadis Amerika yang membacanya memutuskan meninggalkan keluarganya, tanah kelahiran dan menjual hartanya untuk menemui dunia baru ini. Demikian cerita ‘ Revolt in Paradise ‘, yang berdasarkan kisah hidup Ktut Tantri – nama Bali pemberian sang raja – si gadis Amerika tadi.
Selalu saja saya berusaha memasukan lokasi Bali dalam kesempatan produksi syuting saya. Tidak tahu kenapa. Langitnya, lautnya, gunungnya dan bau udaranya membuat ide ide begitu bertaburan. Indah dan lepas.
Ada beberapa tempat yang selalu menjadi tempat persinggahan. Sanur, Karangasem ( Candidasa ,Tulamben ), Bali Barat ( Menjangan, Buleleng ). Saya tidak memasukan Ubud karena terlalu elitis bagi saya. Juga Kuta dan Legian yang terlalu bising. Ya ini masalah selera saja.

Ada yang jauh lebih mempesona tentang Bali, yakni pluralisme. Disana ada berbagai bangsa, berbagai agama, berbagai suku, ras yang lebur dalam sebuah komunitas besar. Jangan salah, walau tak seluruhnya sempurna. Bali adalah cermin ideal sebuah negeri yang dinamakan Indonesia. Komunitas Islam dekat Bedugul tidak harus memporak porandakan restaurant di dekatnya yang memasang plang besar “ Babi Guling “. Sementara adat Hindu Bali tak kehilangan identitasnya ditengah tengah desakan arus modernisasi dan pendatang luar. Tak ada pelacur asli wanita Bali. Pelaku kriminal di kawasan Wisata Kuta selalu berasal dari Jawa atau Lombok. Hanya nelayan Madura berlayar sampai ke Bali Utara untuk mencari ikan dengan bom sehingga merusak ekosistem terumbu karang.
Siapa yang percaya bahwa orang Bali memiliki dendam terhadap Amrozi ? Bagi mereka kejadian itu hanya siklus kehidupan. Karma yang terjadi karena pola perilaku di masa silam.

Ide besar tentang sebuah Pluralisme ini sebenarnya sangat relevan dengan bagaimana mengatur hidup berbangsa. Semangat perayaan seratus tahun kebangkitan nasional, bukan sekadar bangkit dari penindasan bangsa asing. Tetapi bangkit dari kebodohan, kepicikan, sektarian, kemiskinan .
Ada seorang penulis memprediksi gejala balkanisasi akan terjadi di Indonesia pada tahun 2025. Ketika sekat sekat kebangsaan tidak mampu menahan egoisme atas dasar agama dan suku. Indonesia bisa pecah menjadi sekitar 10 negara, dan Bali adalah salah satu calon negara baru yang berpotensial bisa hidup tanpa tergantung dengan negara pusat. Sekarang saja tanpa sumberdaya alam tradisional seperti pertambangan, hanya mengandalkan pariswisata, Bali tercatat tertinggi PAD ( pemasukan asli daerah ) di Indonesia.

Di awal kemerdekaan ada cerita seorang opsir Jepang yang menyampaikan keinginan Indonesia Timur – yang sebagian besar beragama non Islam – untuk lepas dari negara baru Indonesia. Hanya karena pencantuman beberapa kata kata ‘ menjalankan syariat bagi pemeluk Islam ‘ dalam dasar negara kita. Mengagumkan, justru Bung Hatta – bukan Soekarno yang nasionalis – mengambil inisiatif menghapus kata kata itu setelah berkonsultasi dengan KH Wahid Hasyim dan Ki Bagus Hadikusumo.
Ada sebuah cita cita yang lebih besar, daripada sekedar kepentingan golongan. Sebuah Indonesia yang bersatu.

Minggu malam yang berangin angin di kawasan Sanur , sambil duduk menikmati teh jahe bersama Dewi dan Mbilung . Sambil bicara remah remah dan serius, ide besar tentang pluralisme terus berkelebat. Tentu saja Bali selalu ramah dengan siapapun. Dewi yang asal Kediri dan sudah sepuluh tahun hidup disana tak pernah kuatir. Sebagaimana ia tak pernah takut mengantar saya dengan motornya, malam malam melewati jalanan sepi.
Terus terang saya menikmati pengalaman pertama diboncengi naik motor oleh seorang wanita. Saya hanya diam mendengarkan dia terus bicara sepanjang perjalanan. Membiarkan harum merang rambutnya tertiup angin menerpa wajah saya.
Ah, Bali memang istimewa.
Semoga Bali tidak terlalu sombong untuk melepaskan dirinya dari ibu Pertiwi.

You Might Also Like

72 Comments

  • iman brotoseno
    May 13, 2008 at 8:57 am

    sebuah bentuk plularisme yang luar biasa,..photo diatas adalah Pura Kerajaan Karang Asem yang justru memiliki disain dan bentuk seperti kraton Jawa

  • itikkecil
    May 13, 2008 at 9:02 am

    Saya lebih suka Sanur dibanding Kuta, Kuta terlalu ramai dan sudah jadi tourist trap. Sanur lebih tenang dan lebih sepi.

  • aprikot
    May 13, 2008 at 9:06 am

    mas imaaan, ga ajak2 🙁

  • Alex
    May 13, 2008 at 9:07 am

    Ass.

    Moga NKRI tetap utuh dalam keberagaman, karena keberagaman adalah fitrah yang harus dihormati dan mustahil suatu bangunan berdiri jika tidak dalam keberagaman, disana ada bata, ada kerikil ada pasir ada semen dan ada air serta besi, maka jadilah ia bangunan yang bernama NKRI, ayo…ayo…pertahankan NKRI….jangan terprovokasi yg akan memecahbelah umat dan bangsa, semangat-semangat….semangat kebangkitan Nasional.

    thanks ya Mas udah berkunjung balik ke blogku. suatu kehormatan bagi sy orang sekaliber mas mau bertandang ke blogku. terimakasih sekali lagi. moga persahabatan di dunia maya ini tetap langgeng.

  • Alex=olangbiaca
    May 13, 2008 at 9:11 am

    Bali lebih dikenal orang asing daripada Indonesia…….hebat bukan ?
    pasti bangga dong jadi orang bali……ehe..bukan saya..tapi teman kerja saya

  • za
    May 13, 2008 at 9:25 am

    kl denger Bali, pasti jadi inget cerita, tentang pertanyaan seorang turis “Indonesia itu apanya Bali”

    hehehe, mosok toh mas? pelacur2 disana itu orang jawa semua..*ckckck…*

  • didut
    May 13, 2008 at 9:25 am

    mas, minggu ini ke BHI gak?!? 😀

  • kw
    May 13, 2008 at 9:38 am

    ketika pariwisata bali ambruk, para karayawan (lokal) yang di pecat tak menuntut pesangon dengan demonstrasi. mereka sangat memahami , kata tur guide yang aku lupa namanya..

    keren memang

  • balibul
    May 13, 2008 at 9:57 am

    ah penghilangan kata itu ulah sam ratulangi, btw saya pendukung pluralisme juga mas. tapi menurut saya 9 kata di piagam jakarta itu ga perlu dihilangkan, namun perlu diubah saja. jangan cuma islam tapi semua agama dan kepercayaan yang harus taat dan patuh pada ajarannya. tapii knp demokrasi menjadi sekuler gini ya.

    jadi wiken ini ke pengalengan?

  • dewi
    May 13, 2008 at 9:58 am

    rambut bau merang? belum keramas maksudnyah? hahaha.. iyah, dsini emang cenderung masih aman, tengah malam pun tak pernah ada kekhawatiran untuk jalan . bali ga ade matinyeee.. 😛

  • dewi
    May 13, 2008 at 10:01 am

    satu lagi, bukan hanya saya yg betah. bahkan ada yang sudah menyebutnya rumah, terlihat dr jawabannya klo mau ke bali. pulang, katanya. *lirik pakdhe mbilung*

  • bangsari
    May 13, 2008 at 10:13 am

    sanur emang asyik. sangat nyaman untuk berlibur, tura turu dan bersantai. *ngertine cuma sanur thok je*

  • venus
    May 13, 2008 at 10:22 am

    kok aku gak betah tinggal di sana ya? aneh 😐

  • cK
    May 13, 2008 at 10:36 am

    bali jadi istimewa karena naik motor dibonceng cewek, ya? 😕 :mrgreen:

  • danalingga
    May 13, 2008 at 11:04 am

    Hiks, saya belon pernah ke bali. Entah kapan bisa… *menerawang*

  • Donny Verdian
    May 13, 2008 at 11:08 am

    Katanya Anda ndak tanggung jawab untuk mengenalkan diri saya pada Mas Mbilung, tapi dari tulisan ini, yang saya baca, Mas Mbilung yang mangsuk dalam atmosfir Bali pun turut memberikan ambience yang bagus dalam sore Anda di Sanur… Jadi, kenalkan saya padanya!!!

    Ngemeng-ngemeng, soal keluar atau tidaknya Bali dari NKRI, menurut saya juga harus dikembalikan ke tingkat Pusat. Singkat kata, Balkanisasi tidak akan dimulai kalau tidak ada yang memulai, dan keyakinan saya masih sanggup berkata bahwa pemicunya tidak akan berasal dari Bali.

  • escoret
    May 13, 2008 at 11:09 am

    wah,jd pingin ke bali….
    mas..udah ke kampung adat bali belom..????

    lbh plural lho…

    eh,plular kie opo tho..????

  • suprie
    May 13, 2008 at 11:15 am

    wah… kapan yah bisa kebali

  • Bukan Winardi
    May 13, 2008 at 12:21 pm

    waduh kangen banget ama bali. pengen pulang ke bali huhuhuhuhu … tulisannya keren buanget. ah, kapan ya saya bisa nulis kayak gini …

  • edratna
    May 13, 2008 at 1:04 pm

    Bali memang indah…..bagi turis yang ingin ketenangan memang Sanurlah tempatnya. Kuta biasanya lebih disukai oleh anak-anak muda.

    Kalau Ubud saya suka lukisannya, melihat-lihat sampai kaki pegal. Dan kalau malam menikmati ikan bakar di daerah Jimbaran sambil melihat pesawat naik dan turun di bandara Ngurah Rai….sambil mendengarkan pemusik yang sedang ngamen.

  • iman brotoseno
    May 13, 2008 at 1:21 pm

    Balibul,
    Bukan Sam Ratulangie…Tapi Moh Hatta, bisa dibaca disini , serta biografi Bung Hatta oleh Delia Noor. Mungkin yang dimaksud Sam Ratulangi yang mengantar opsir Jepang tersebut menemui Bung Hatta, setelah panitia sembilan merumuskan klausul itu. Anehnya dalam keanggotaan panitia sembilan ada Mr.Maramis yang justru beragama Kristen.
    Pangalengan…boleh juga, yukk berangkat subuh subuh sabtu
    Alex,
    Semua temen semua suka hehe

  • edo
    May 13, 2008 at 2:02 pm

    heheh…
    kadang saya sering berfikir. yang menyebabkan bali itu lebih populer ketimbang indonesia, dan kenapa banyak daerah di Indonesia yang keindahan alamnya mungkin sama atau lebih baik dari bali, justru karena semangat pluralisme ini. belum budaya serve masyarakat bali yang cukup kental. mereka tetap bisa jadi diri sendiri ditengah beraneka ragam hal yang masuk merasuki wilayah mereka.
    buat saya bali bukan menjual keindahan alam. tapi keindahan budaya, keindahan masyarakatnya, dan keindahan serta kesederhanaan pemikiran mereka. sesuatu yang sulit untuk dicontoh oleh masyarakat lain.
    OOT dikit. saya jadi inget omongan kakak saya ketika diminta BI untuk menjadi konsultan yang menganalisa tingkat kredit macet di Indonesia. Dan lagi-lagi, bali berada di tempat terbaik. artinya? masyarakat mereka relatif jujur, memiliki tanggungjawab, amanah.
    lucu juga rasanya daerah yang justru setau saya penduduk muslimnya rendah, memiliki nilai2 yang lebih islami dari kita2 sendiri. inilah yang menyebabkan bali semakin “indah”.

    bali emang ngga ada matinya

  • Arie
    May 13, 2008 at 2:20 pm

    ohh ini toh yg datang minggu malam dan kopdaran abreng dewi … maunya ikutan tapi sayang tidak bisa karena ke RS menjaga kakek yang lagi diopname

    salam kenal pak 🙂

  • sawali tuhusetya
    May 13, 2008 at 4:57 pm

    negeri kita sebenarnya sdh lama dikenal sebagai negeri yang multukultur dg kekayaan kearifan lokalnya. tapi kenapa juga, yah, nilai2 kearifan lokal itu semakin terhempas dalam kehidupan keseharian kita ini sehingga kita demikian gampang memusuhi orang lain yang berbeda paham dan aliran. duh, repot banget!

  • sawali tuhusetya
    May 13, 2008 at 5:00 pm

    nyambung dikit mas, agaknya bali memang bisa menjadi salah satu potret pluralisme yang bisa memadukan perbedaan menjadi sebuah adonan hidup yang manis utk dinikmati. *maaf numpang OOT, tolong sempatkan mas iman utk bisa hadir di TIM, ya, Mas?*

  • lady
    May 13, 2008 at 5:27 pm

    bali lbh terkenal drpd indonesia

  • Nazieb
    May 13, 2008 at 5:38 pm

    Mungkin di sanalah Indonesia yang sebenarnya berada..

  • dani
    May 13, 2008 at 5:39 pm

    ah terlalu berlebihan mas iman 🙂
    yg negatif2 di atas ya ada aja kok org lokalnya
    semoga bali ngga kehilangan identitas di kampung sendiri

    mas iman..tombol submit komennya ngga keliatan kalo disable image
    mungkin krn submit type="image" yg emang src="pake gambar"
    kanjeng sultan ndoyok mesti ngerti ini 🙂

  • erander
    May 13, 2008 at 6:00 pm

    Mungkin karena sifat pluralisme itulah Bali menjadi tempat yang paling nyaman buat siapa saja tanpa ada rasa takut dan terancam. Seandainya .. ah, koq mesti seandainya ya .. Indonesia itu benar-benar plural, pasti negeri ini aman sentosa. Bukan begitu pak?

  • CY
    May 13, 2008 at 6:03 pm

    Ada sebuah cita cita yang lebih besar, daripada sekedar kepentingan golongan. Sebuah Indonesia yang bersatu.

    Sayangnya ada sekelompok org2 fanatik yg menganggap terbalik istilah “mengesampingkan kepentingan golongan demi sebuah cita2 lebih besar” , dlm anggapan mereka golongan merekalah yg mendapat status “cita2 lebih besar” sedangkan NKRI statusnya cuman “kepentingan golongan” wekekeke… 😀

  • Epat
    May 13, 2008 at 6:21 pm

    Tak ada pelacur asli wanita Bali.

    ya, anda benar! 😀

  • Helene
    May 13, 2008 at 7:15 pm

    Dan anehnya sekali kita ke Bali pasti kita pingin balik ke sana. Dan mudahan Bali tidak akan pernah berubah.

  • pinkina
    May 13, 2008 at 7:28 pm

    ……………………
    /*cemburu ama dewi yang boncengin mas iman :-<

  • mPit
    May 13, 2008 at 7:49 pm

    bali ya? aku juga ga pernah lama tinggal di bali karena selalu kesana pas liburan. riuh. sama ama mbok V, nggak betah. mungkin saya harus dolan ke daerah pedalamannya, secara saya ndak suka yg beradab-beradab gitu. ingatan saya tentang bali adalah libur SMU, Kuta, malam, sendiri, rokok, bintang. tapi dirusak dengan sukses karena mak bedunduk satu beachboy duduk di sebelah saya nawarin ganja dan badannya.

    BLAH!!!

  • ghatel
    May 13, 2008 at 8:45 pm

    blm pernah ke bali… 😀

  • wawan
    May 13, 2008 at 9:16 pm

    mas mbak ada paket wisata yang gak gratis..he, coba di http://www.kibchome.multiply.com..wisata melihat BURUNG GARUDA DI ALAM..

  • wawan
    May 13, 2008 at 9:22 pm

    mas mbak ada paket wisata yang gak gratis..he, coba di http://www.kibchome.multiply.com wisata melihat BURUNG GARUDA DI ALAM..

  • Hedi
    May 13, 2008 at 9:47 pm

    tapi kalo ke bali tetep harus punya duit…jangan kere 😀

  • Vina Revi
    May 13, 2008 at 9:53 pm

    Pengen juga kapan-kapan gantian ngeboncengin Iman, niy! 🙂

  • Mbelgedez
    May 13, 2008 at 10:14 pm

    Ah, Buleleng…

    sayah jadi inget Air Sanih (depan barak militer persis) taon 86 mingsih sangat sepi…

    Nikmatnya menerawang senja setiyap sore…

    12 taon sayah ndak nginjek tananh Air Sanih lagee,

    Sekarang kayak apah ya mas ???

    🙄

  • Mbelgedez
    May 13, 2008 at 10:15 pm

    Ah, Buleleng…

    Sayah jadi inget Air Sanih (depan barak militer persis) taon 86 mingsih sangat sepi…

    Nikmatnya menerawang senja setiyap sore…

    12 taon sayah ndak nginjek tanah Air Sanih lagee,

    Sekarang kayak apah ya mas ???

    🙄

  • Mbelgedez
    May 13, 2008 at 10:16 pm

    Eh, kok 12 taon…

    22 taon malah !!! 😯

  • Totok Sugianto
    May 14, 2008 at 12:08 am

    masih ketemu rumah bernomer belakang XX di sanur gak mas? 😉

  • nico wija
    May 14, 2008 at 12:12 am

    kasultanan ndoyokarto juga mau memisahkan diri*wacana yang tak beredar*, semenjak sang sultannya pindah ke kasultanan sebelah:D

  • Aris
    May 14, 2008 at 1:26 am

    Ya Bali emang enggak ada matinye … jadi pengen ke Bali.

  • wieda
    May 14, 2008 at 3:34 am

    wah, Revolt in paradise adalah salah satu buku favorit saya, Bali memang menawan, pernah ke bungalow nya Sutan Takdir ga?
    Bedugul (terutama kebon rayanya) adalah tempat favorit saya di Bali

    *kapankopdardengansaya?*

  • Toga
    May 14, 2008 at 9:03 am

    ngutip pidato bung karno, “tanpa bali, indonesia bukan lagi indonesia”. trus kata temen, bali itu pilot project tuhan, bagaimana seharusnya manusia berinteraksi, dengan sesama, dengan alam, dengan masa depan, dengan kekecewaan.

    *komen tanpa ide orisinil*

  • [H]Yudee
    May 14, 2008 at 10:41 am

    waahh Baliiiii …………………

    ke Bali serasa liburan yaa mas ???
    sayang aku kesana cuman ke kuta ajah yg bisa jalan-jalan …..

  • Rystiono
    May 14, 2008 at 12:27 pm

    Anehnya…banyak orang luar nggak tau kalo bali itu propinsi di Indonesia…

    Kok bisa begitu yach???

  • nindityo
    May 14, 2008 at 5:08 pm

    kata “pemandangan indah” memiliki arti setelah saya di kintamani.
    sejak itu bali mempunyai arti yang bener-bener indah buat saya pribadi.
    bali.. hmmm… seperti menghirup harum rambut wanita (mengutip mas imam)
    menyegarkan.

1 2

Leave a Reply

*