Browsing Tag

Pilpres

Ternyata Jokowi – Ma’ruf Amin

Tiba tiba nama cawapres yang diusung Jokowi berubah dan begitu mengejutkan semua pihak. Betapa tidak, sebelumnya sebagian meyakini Mahfud MD adalah kandidat yang diinginkan Jokowi, dengan persetujuan Partai koalisi.

Sebagaimana yang tersebar di group WA, diirencanakan Jokowi dan Mahfud MD akan mendeklaraksikan pencalonannya di Pelataran Menteng, dimana sempat disebut Tugu Proklamasi sebagai tempat acara. Ranah social media berlomba lomba memberitakan sosok mantan Menteri Kehakiman dan Ketua Mahkamah Konstitusi ini. Saya seketika membuat tulisan blog berjudul “ Berharap pada Jokowi – MMD “.

Ada yang memposting foto selfie atau pose bersama Mahfud MD, sebagai kebanggaan bahwa beliau akan menjadi calon wakil Presiden. Sejam sebelumnya, Mahfud diwawancara ketika akan keluar rumah menuju Pelataran Menteng. Ia mengatakan telah diberi tahu Mensesneg, Pratikno agar menyiapkan semua menjelang deklarasi, termasuk memakai baju putih baru.
“ Ini merupakan panggilan sejarah, ketika pilihan jatuh ke saya “ demikian Mahfud menjelaskan kepada awak media.

Mahfud segera bergegas bersama rombongannya menuju rumah makan Tesate yang terletak di seberang Pelataran Menteng. Bahkan sekjen PSI, Raja Antoni telah memposting foto selfie dalam mobil dimana Mahfud yang duduk di belakang, tampak mengacungkan kedua jempolnya. Rencananya rombongan akan menunggu disana, sampai Presiden Jokowi tiba di Pelataran.

Namun sejarah tak pernah berpihak kepada Mahfud. Tiba tiba dia mendapat berita dari istana, dan mendadak ia mengatakan kepada rombongan untuk pulang kembali ke rumah.
Apa yang terjadi ?

Continue Reading

Quo vadis. Pilkada Indonesia

“ Salah satu masalah terbesar negeri ini adalah memudarnya trust atau kepercayaan pada institusi negara dan pengelola negara. Kepercayaan ini sedikit demi sedikit dibangun lewat demokrasi dan pelibatan masyarakat, salah satu pilarnya adalah Pilkada langsung “ – Anies Baswedan

Pada pukul 14 siang. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan, PPPKI kembali mengadakan sidang di Gedung Tyuuo Sangi-In Pejambon untuk membicarakan rancangan naskah UUD. Namun sebelum pasal pasal dibicarakan. Soekarno meminta agar memasuki pemilihan Kepala Negara dan Wakilnya.
“ Maafkan, ini demi kepentingan pers. Kata Soekarno, Kita harus menentukan kepala negara dan wakilnya “

Formulir pemilihan langsung dibagikan. Ini sesuai dengan pasal III peralihan, untuk pertama kali Presiden dan Wakilnya dipilih PPPKI.
Tiba tiba Otto Iskandar Dinata berdiri.
“ Berhubung dengan keadaan waktu, saya harap supaya pemilihan Presiden diselenggarakan dengan aklamasi dan saya memajukan calon, Bung Karno sendiri “

Para anggota PPPKI saling pandang. Kenapa tidak, gumam mereka. Lalu tepuk tangan membahana. Tanpa basa basi Soekarno mengucapkan terima kasih. Semua bertepuk tangan, menyanyikan lagu Indonesia Raya, disusul teriakan ‘ Hidup Bung Karno ‘ sebanyak kali.
Lalu Otto Iskandar Dinata juga mengusulkan cara yang sama untuk Hatta memegang jabatan Wakil Presiden. Semua juga bertepuk tangan, berdiri menyanyikan lagu Indonesia Raya lagi. Disusul juga teriakan ‘ Hidup Bung Hatta ‘ sebanyak kali.

Namun ada suasana kebatinan diantara anggota PPPKI sehingga mereka tidak banyak protes dan secara aklamasi memilih Soekarno dan Hatta sebagai Presiden dan Wapres. Mungkin karena ada perasaan senasib dan sepenanggungan membuat mereka harus bergerak cepat . Sejarah tak bisa menunggu.

Ketok palu mengenai UU Pilkada kemarin menuai protes kecaman seantero negeri. Dalam voting rapat paripurna 226 anggota memilih kepala daerah ditentukan oleh DPRD, mengalahkan 135 anggota yang memilih Pilkada langsung. Bahkan keputusan DPR mengembalikan proses pemilihan kepala daerah keoada DPRD mendapat sorotan media asing. Majalah Time menyoroti hastag #ShameOnYouSBY yang menjadi trending topics dalam belantara twitter dunia.

Tiba tiba negeri ini seperti kembali ke era orde baru. Harapan rakyat yang besar terhadap sistem demokrasi yang melibatkan dirinya pudar begitu saja. Analogi para pengusung RUU ini, bahwa Pilkada langsung lebih banyak mudarat daripada manfaat, terasa dibuat buat. Bukankah patgulipat di parlemen sudah menjadi rahasia umum. Bagaimana kita akan mempercayai amanah kita kepada anggota dewan yang diawal masa jabatannya sudah ramai ramai menggadaikan SK Pengangkatan.

Continue Reading

Crowdsourcing

Bahwa banyak orang akan mampu menghasilkan keputusan yang sering kali lebih baik dibanding keputusan yang dibuat tiap tiap individu. Jangan sekali kali mengabaikan apa yang dikatakan orang banyak ( James Surowiecki )

Dari kutipan diatas yang menjadi intisari ‘ Wisdom of the crowd ‘, dimana publik menjadi sebuah acuan untuk kebijakan maupun sebuah kekuatan untuk menentukan jalannya masa depan negeri ini, seperti yang kita lihat dalam proses pemilihan Presiden.

Jelang pengumuman hasil penghitungan suara pemilu presiden Indonesia tanggal 22 Juli kemarin, berbagai kelompok masyarakat ingin ikut mengawal suara untuk memastikan hasil akhir yang diumumkan adalah hasil yang memang benar adanya. Banyak orang yang ingin mengawal menjadi bagian dari partisipasi publik.

Continue Reading

Selamat datang Presiden Joko Widodo

Hi there, I’m Jokowi and I aint gonna write this bio in third person like every other well-known persons in Facebook. I’m 48 years old and I have 3 kids. Being a politician is maybe fastest way to make enemies ( seriously dude ). This is my only facebook account. Send me a message or give me a call and I’ll be glad to start up a conversation.
Bio itu ditulis beberapa tahun lalu ketika Jokowi mulai menyapa netizen. Sama ketika banyak orang meragukan apakah akun @jokowi_do2 benar benar milik dia, sang walikota Solo waktu itu. Dengan tegas ia menanggapi “ Inggih niki asli, saya sendiri Jokowi. Bener asli Jokowi. Saya kan kaskuser, gan “.

Dari update postingan diatas – yang diakui tulisannya sendiri – terlihat bagaimana Jokowi memangkas jarak dengan netizen. Sebagai pejabat publik, ia menjadi orang yang tak ada bedanya dengan kebanyakan warga lainnya. Secara emosional menciptakan kedekatan. Memakai kata kaskuser dan Gan berarti dia memahami anak muda. Ini logis karena sekitar 75 % pengguna social media adalah anak muda. Dalam kata sambutannya setelah penghitungan Quick Count tanggal 9 Juli kemarin. Jokowi menyebut relawan dan anak muda sebagai stake holder kemenangannya.

Mungkin Jokowi paham bahwa ada 32 juta anak muda sebagai pemilh pertama yang tak terikat dengan dogma dogma. Disinilah letak sifat anak muda. Dengan idealismenya, ia tak terikat sampai akhirnya menentukan kata hatinya. Onghokham pernah menulis, Idealisme pemuda adalah faktor mengapa mereka mudah bergerak, tetapi emosi emosi yang besar ini justru menjadikan mereka sebagai umpan peluru yang paling cocok dalam suatu revolusi. Partai dan isme apapun bisa memancing mereka atau menggunakan mereka. Khususnya apabila idealism dan emosi ini tidak didukung oleh pengetahuan dan sejarah. Pemuda seperti itu akan menjadi ‘ true believer ‘, seorang yang percaya tanpa argumentasi fakta dan pada dasarnya adalah psyche totaliter dan fasis.

Sebagian besar dari mereka adalah swing votters yang belum menentukan pilihannya, sampai pada akhirnya setelah sebulan perang informasi di social media , yang menuntun mereka pada pilihannya.
Lembaga survei Politicawave melakukan riset pada H-1 pencoblosan untuk melihat arah pergerakan undecided voters atau pemilih yang belum menentukan pilihan. Hasilnya, para pemilih itu berlabuh ke pasangan capres-cawapres nomor urut 2 Joko Widodo dan Jusuf Kalla Kesimpulan riset itu merupakan hasil pemantauan pada 5 Juli 2014 terjadi 172.961 percakapan tentang Jokowi-JK dan 109.510 percakapan tentang Prabowo-Hatta. Pada 6 Juli 2014, walaupun terjadi sedikit penurunan, jumlah percakapan tentang kedua pasangan capres masih tetap lebih tinggi dari biasanya, terjadi 168.897 percakapan tentang Jokowi-JK dan 98.135 percakapan tentang Prabowo-Hatta.

Continue Reading

Jika nasionalis menang. Islampun tak kalah

Panglima Kopkamtib, Soedomo di permulaan Februari 1977 mengumumkan empat hal yang tidak boleh dilakukan selama kampanye. Tidak boleh mengintimidasi lawan lawannya, tidak boleh menyerang kebersihan pemerintah dan pejabat pejabatnya, tidak boleh merusak persatuan nasional dan tidak boleh mengeritik kebijakan kebijakan Pemerintah.
Mungkin dia akan kaget jika melihat Pemilu saat ini. Mengkritik pemerintah, sudah bukan hal yang tabu. Prabowo sebelum mengusung Hatta Rajasa sebagai cawapresnya, gencar mengkritik kebijakan SBY yang dituduhnya neolib. Tapi yang paling berbahaya adalah pemilu Presiden ini. Tiba tiba telah memecah belah rakyat.

Barang kali ini adalah pemilihan Presiden yang paling dramatis dalam sejarah republik. Tino Saroengalo, seorang pembuat film documenter, menyebut pemilu yang paling banal. Saya menyebutnya, brutal.
Secara sistematis dirancang propaganda hitam untuk menghancurkan Jokowi. Kebohongan, fitnah, dan rekayasa. Secara massive, Jokowi dituduh sebagai komunis, kafir, zionis, anti-Islam, Kristen, memiliki orangtua Cina-Singapura. Konsep Revolusi Mental dituduh sebagai gagasan komunis. Di sepanjang proses pemfitnahan ini, diedarkan bukti-bukti rekayasa, seperti foto, akte kelahiran atau bahkan surat nikah palsu.

Di luar itu ada pula pembuatan tabloid Obor Rakyat, yang disebar di pelosok desa dan pesantren pesantren. Dibuat pula surat palsu Jokowi yang meminta penangguhan pemeriksaan oleh Jaksa Agung. Lalu transkrip rekayasa wawancara Megawati dengan Jaksa Agung untuk membebaskan Jokowi dari tuduhan kasus korupsi TransJakarta.

Pemakaian kanal kanal baru seperti Youtube, diunggah rekayasa wawancara dengan Jokowi yang seolah-olah disiarkan stasiun televisi internasional Bloomberg. Demi kepentingan Prabowo, dilakukan manipulasi dalam film Prabowo Sang Patriot, serta rekayasa pengunduhan video yang memuji Prabowo oleh ilmuwan terkemuka AS, Geoffrey Robinson.

Continue Reading

Politik Bola. Suara Rakyat ?

Bung Karno mungkin tersenyum dari alam baka. Tersenyum melihat Aljasair lolos dari Grup H Piala Dunia 2014 sebagai runner up dan bakal menantang Jerman sebagai juara grup G. Ini adalah pertemuan kedua tim setelah Piala Dunia di Spanyol tahun 1982, di mana Jerman – waktu itu Jerman Barat – harus menelan kekalahan karena gol gol Rabbah Majjer dan Lakhdar Belloumi.

Bagaimana tidak ? Aljasair adalah bayi atau buah hati karya perjuangan Bung Karno memerdekan negara negara Asia Afrika. Gedung Merdeka, Bandung, 18-24 April 1955, adalah saksi kehadiran pejuang FLN Aljazair (Front de Liberation Nationale) bernama Yazid dan Hoceit Ahmed dalam Konferensi Asia-Afrika dan turut serta mendapat dukungan dari 29 negara, sampai akhirnya mencapai kemerdekaan Aljazair pada tanggal 5 Juli 1962.

Dalam surat Presiden Abdelaziz Bouteflika, yang dimuat di Jakarta Post, 6 Juni 2001 berjudul A Tribute to Soekarno from People of Algerie . Salah satu petikan suratnya ia mengatakan, ” Melalui Konferensi di Bandung, Presiden Sukarno menawarkan untuk perjuangan Aljazair, dalam sebuah tribun yang tak terduga, untuk membuat suara kami didengar untuk perjuangan kemerdekaan nasional

Bung Karno pernah menuturkan peranan Indonesia kepada Guntur Soekarnoputra sambil menyebut berita ini “top secret” kelas A. Katanya, Indonesia bukan cuma memberi dukungan diplomatik terhadap Aljazair, malah membantu dengan menyelundupkan senapan senjata untuk pejuang pejuang kemerdekaan Aljasair.
Diketahui memang Bung Karno memerintahkan kapal selam Indonesia yang baru dipesan dari Uni Sovyet agar mampir dulu ke Yugoslavia untuk mengambil senjata senjata yang didaratkan diam diam di pantai Aljasair. Selain itu Indonesia juga mengirim instruktur instruktur militer untuk melatih pejuang pejuang Aljasair.

Aljasair membutuhkan Jerman Barat menang lebih banyak gol atas Austria. Namun konspirasi pertandingan antara Jerman Barat dan Austria membuat Aljasair tersingkir. Jerman dan Austria tidak bermain ngotot setelah gol Horst Hrubesch, menit ke 11. Tentu saja kalau Bung Karno hidup, dia akan berteriak, “ Ini konspirasi Nekolim. Mari buat sendiri ajang sepak bola negara negara new emerging forces ! “. Jangan salah, Bung Karno pernah menggelar GANEFO – Games of the New Emerging Forces tahun 1963 di Jakarta, sebagai pesta olahraga tandingan Olimpiade.

Continue Reading

Berebut legitimasi Sukarno

Memakai nama dan simbol Sukarno dalam pemilu sudah dilakukan sejak pemilu 1971, untuk mendapatkan dukungan luas masyarakat.
Dalam kampanye yang dilakukan PNI, mereka membawa Guntur dan Rachmawati. Sambutan yang luar biasa terhadap putera puteri Sukarno menunjukan, disatu pihak betapa luar biasanya kedudukan Sukarno dimata pendukungnya, sekaligus ketergantungan PNI terhadap Sukarno.

Sekarang Sukarno tidak saja menjadi sumber legitimasi ide ide politik PDIP, partai yang secara historis menjadi rumah baru PNI. Tapi juga diusung partai partai lain. Mereka berusaha menunjukan sebagai penerus cita cita Sukarno, walau sejujurnya dalam sejarah partainya, hampir sedikit – kalau dibilang tidak ada – pergulatan pemikiran Sukarno yang diadopsi.

Prabowo Subianto, kandidat Calon Presiden dari Gerindra berani mengindentifikasikan dirinya dengan penampilan yang mirip mirip proklamator itu. Baju putih putih berkantung empat dan peci hitam. Prabowo juga mengambil cara berpikir Sukarno dalam kerangka mitologi Jawa, yaitu konsep kepercayaan sebagai tercermin dalam cerita cerita wayang, mitos Ratu adil yang intinya adalah harapan, penantian kehadiran juru selamat.

Gaya orasi Prabowo yang mirip dengan Sukarno, untuk menunjukan negeri yang besar, sumber daya alam, demografi yang luar biasa, tapi penduduknya yang miskin. Keadilan sosial yang tidak merata.
Puluhan tahun lalu, Sukarno sudah berpidato berulang kali tentang luas Indonesia yang lebih besar dari daratan Eropa, dengan zona waktu yang berbeda. Kini Prabowo juga melakukan hal yang sama pada setiap pidatonya.

Sebagaimana Sukarno, Prabowo juga menunjukan kemandirian serta keberpihakan pada bangsa sendiri daripada bangsa asing. Sukarno juga sangat mencintai wayang, bahkan Presiden pertama Indonesia sangat kagum dengan sosok Bima. Tulisan tulisan Sukarno sebelum kemerdekaan, banyak memakai nama samara Bima.
Bukan kebetulan, dalam acara pemantapan tim pemenangan pasangan Prabowo – Hatta di Solo, dalang Ki Manteb Sudarsono memberikan wayang Bima yang dianggap sebagai personifikasi Prabowo.

Continue Reading

Selamat Datang Capres Jokowi

Tunai sudah janji Megawati kepada publik, bahwa dia memang tidak berambisi menjadi Presiden RI berikutnya. Siang ini di kantor DPP, ia memberikan surat mandat penunjukan Jokowi sebagai calon Presiden dari PDIP. Surat mandat itu menjadi sangat heroic karena ditulis dengan tangannya sendiri. Tiba tiba saya teringat coretan tangan Bung Karno ketika menuliskan kata kata yang rumusan proklamasi hasil diskusi dengan Hatta dan Achmad Soebardjo.

Kenapa Jokowi ? Mungkin Mega juga tak kuasa menahan desakan publik yang sebagian besar menginginkan PDIP mencalonkan selekasnya figure bekas walikota Solo itu. Ini pasti mengagetkan, karena selama ini sinyal Pencapresan dari partai moncong putih selalu digembar gemborkan akan dilakukan setelah pileg. Penantian ini, tentu membuat partai ( termasuk Megawati ) diserang para pendukung Jokowi. Akun akun di social media menuduh Megawati masih memiliki ambisi menjadi Presiden.
Apa yang terjadi hari ini memang membuat akun akun itu tiba tiba jadi mingkem. Mak klakep. Saya harus memberi apresiasi kepada Ibu Ketum PDIP yang berani mendengar suara rakyat serta mengambil momentum. Karena politik adalah momentum.

Continue Reading

Dicari : Presiden

Leadership is a potent combination of strategy and character. But if you must be without one, be without the strategy. —Norman Schwarzkopf

Saat Bung Karno dibuang di Bengkulu. Ia memiliki ruangan yang penuh dengan buku buku yang dibawa terus sejak dari Ende, Flores. Bagaimana tidak, hanya buku buku yang dikirim kepadanya, bisa mengurangi rasa kesepiannya. Banyak yang datang meminjam buku buku tersebut, termasuk seorang anak residen Bengkulu.
Ia kerap datang dan meminjam buku buku dari perpustakaan Bung Karno. Suatu hari ia bertanya karena selalu memperhatikan Bung Karno yang rajin membolak balik halaman buku bukunya. Kenapa Bung Karno seperti giat belajar. Jawab Bung Karno, “ Orang muda, saya harus belajar giat sekali karena insya Allah saya akan menjadi presiden negeri ini “

Kok yakin sekali. Tentu ini bukan asal cuap. Sukarno memiliki segudang track record yang bisa dijual untuk menjadi pemimpin bangsa. Bersaing dengan pemimpin lainnya seperti Hatta, Syahrir atau Cipto Mangunkusumo. Jaman itu belum ada TV, internet, atau koran yang bisa mendongkrak calon calon pemimpin melalui iklan.
Sukarno juga memiliki mimpi untuk membawa rakyat dan negerinya menuju alam kemerdekaan. Bukan sekadar, ramalan. Walau tahun tahun sebelumnya di Ende dia sudah membuat naskah sandiwara berjudul ‘ Indonesia 1945 ‘. Kebetulan ? Entah juga.

Sukarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur dan Mega. Adalah Presiden Indonesia yang terjadi bukan karena kontribusi iklan. Karena situasi, mak jreng. Mereka jadi Presiden. Sukarno karena sudah dikenal, langsung secara aklamasi dipilih oleh peserta sidang PPPKI. Soeharto dipilih MPRS setelah Sukarno mundur. Habibie dan Mega ketiban jabatan karena Presidennya mundur. Gus Dur juga di luar dugaan, akibat kasak kusuk poros tengah. Padahal sehari sebelumnya protocol Istana dan Paspampres sudah berlatih simulasi pelantikan Megawati sebagai Presiden.

Continue Reading