Tentang pertambangan

Bumi Kalimantan memang kaya dan mempesona. Bung Karno sejak dulu menyadari potensi ini. Maka ia membiarkan saja ketika Brigjend Soemitro yang baru diangkat sebagai Panglima di Kalimantan Timur menangkapi orang orang PKI di Balikpapan. Baginya lebih penting bagaimana aliran produksi minyak di kilang kilangnya tak terganggu.
Jadi rupanya Bung Karno juga pragmatis. bisa jadi lebih mementingkan pemasukan negara daripada politik revolusionernya.
Sampai sekarangpun pemerintah pusat masih berpegang pada pasal 33 konstitusi negara kita β€œ Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat β€œ bedanya dengan melepaskan haknya kepada pengusaha yang mengangkangi hak hak kontrak pertambangan.

Kisruh pertikaian pengusaha tambang batu bara dengan Pemerintah menjadi bukti bahwa kini betapa tidak berdayanya Pemerintah sebagai pemegang kuasa rakyat atas hak hak kekayaan alamnya.
Lihat saja, pengusaha batubara menolak membayar tunggakan pajak sebesar 7 trilyun kepada negara dengan alasan PPN nya dihapus sehingga menghilangkan hak restitusinya.
Padahal selama ini mereka juga tak pernah menagih restistusi itu karena sudah kekeyangan mengantongi keuntungan dari bumi Indonesia.

Pemerintah hanya bisa mencekal para direksi direksi perusahaan itu, dan tidak menutup kontrak kerjanya atau mempailitkan perusahaannya.
Agak lucu jika mereka justru mengancam balik Pemerintah Indonesia akan membawa ke pengadilan arbitrase. Sejak kapan urusan pajak dibawa ke pengadilan arbitrase Internasional ? Urusan pajak adalah wewenang dimana negara itu berada – benar atau salah, maupun rela atau tidak – adalah hak negara untuk memungut.

Ini buktinya negara tidak berdaya jika berhadapan dengan pengusaha pengusaha kelas kakap. Padahal jika orang menunggak listrik atau telpon yang tagihannya hanya beberapa puluh ribu, langsung diputus. Tegas dan tidak pandang bulu.
Siapapun tahu kalau banyak inner circle kekuasaan, Menteri pengusaha sampai ketua partai yang memiliki usaha batubara. Mungkin Pemerintah agak gamang menekan mereka.

Hasil pertambangan kadang dipertanyakan untuk muara kepentingannya. Agak complicated mengartikan kata kata dikuasai negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat. Masih berada ditatanan utopia. Mengawang awang.
Para buruh penambang intan tradisional di Cempaka, Kalimantan Selatan juga tak pernah kaya. Sebenarnya yang kaya adalah pedagang penadah yang bisa menjual intan berlipat lipat setelah digosok. Hasil penjualan kepada penadah dibagi antara pemilik tanah, pemilik mesin gali dan seluruh buruh pekerja. Kadang beberapa orang tewas tertimbun tanah galian.

Saat intan Trisakti sebesar 167 karat ditemukan tahun 1965 di sini, Bung Karno mengutus waperdam Subandrio untuk mengambil intan ini. Karena pergantian kekuasaan orde baru, Intan ini sempat disimpan di museum nasional. Setelah itu hilang tak ketahuan rimbanya dimana intan ini berada.
Para penemu intan ini hanya diberikan penggantian berupa ongkos naik haji. Sampai sekarang mereka masih hidup dan berharap uang penggantian yang lebih dari sekadar pergi ke tanah suci.

Perjalanan ke Kalimantan Selatan ini membuka mata betapa luar biasa potensi pemasukan dari sektor pertambangan. Iring iringan truk mengaggkut batubara – mungkin ribuan truk – setiap sore merayap memadati jalan menuju pelabuhan laut.
Ironisnya juga memperlihatkan betapa salah urusnya pengelolaan uang pemasukan ini. Jalanan di pedalaman tetap rusak, berdebu serta becek kalau hujan.

Saya tidak membayangkan bumi Kalimantan yang bopeng bopeng di kemudian hari. Seperti Bangka Belitung atau Halmahera tengah dilihat dari udara. Bekas bekas tambang meninggalkan lubang lubang besar tak terurus. Gersang, terbengkalai dan sepi.
Mestinya kita sadar bumi ini pinjaman anak cucu kita, bukan warisan dari nenek moyang.

Mungkin juga Banjarmasin tak peduli. Kota ini semakin bersolek. Orang orang dan pengusaha berduyun duyun datang kesana. Mencari kekayaan yang akan dibawa pergi. Meninggalkan syndrome masyarakat hedonisme. Sesuatu yang asing bagi penduduk asli.
Hotel hotelpun tak malu memajang jejeran kondom beraneka merk , bersama obat cuci antiseptik di pintu masuk coffee shop / restaurant.
Selamat datang dunia baru !

You Might Also Like

44 Comments

  • adipati kademangan
    August 29, 2008 at 7:20 am

    Kerusakan di bumi kalimantan sudah sedemikian parah
    Adakah kesadaran mereka untuk menghidupkan tanah kembali setelah gersang ?

  • mata
    August 29, 2008 at 8:39 am

    sepertinya ngga hanya kalimantan deh. bumi indonesia memang dah parah

  • didi
    August 29, 2008 at 8:52 am

    majang kondom itu salah ya mas?

  • mantan kyai
    August 29, 2008 at 9:16 am

    kenapa negara ini selalu tak berdaya??? butuh minuman suplemen membantu gak ya:D

  • nico
    August 29, 2008 at 9:57 am

    Jadi inget gage batubara*los fokus*:D

  • didut
    August 29, 2008 at 10:01 am

    jangankan tambang … air bersih saja kmrn sy hrs beli *sigh*

  • Indah Sitepu
    August 29, 2008 at 10:27 am

    kaya tapi miskin……. binun saya *_*

  • Fikar
    August 29, 2008 at 11:11 am

    Indonesia emang kaya πŸ™‚

  • kw
    August 29, 2008 at 11:30 am

    terasing di rumah sendiri. tragis!

  • Donny Verdian
    August 29, 2008 at 11:32 am

    Dunia memang selalu berubah dan perubahan itu membawa serta efek yang baik maupun yang terburuk.

    Sek, sek.. btw intan yang 167 karat itu dicolong siapa?
    Malingnya masih idup, Mas ?
    Atau barusan mati ?

  • Anang
    August 29, 2008 at 11:32 am

    yg kaya cuma pejabat nggatheli….

  • omoshiroi_
    August 29, 2008 at 12:00 pm

    Indonesia tu ngra kaya..orang kaya jg banyak..tp yg miskin dan miskin bgt lbh banyak lagi..blum ada pmerataan kekayaan..
    pasal 33 UUD 45 yg sharusny bperan utk mlakukan pmerataan,telah dsimpangi oleh negara..krn pmerintahan yg ada d ngara msh dpegang oleh orang2 yg tdk amanah..dan ini berjalan sdari dulu..
    ptanyaanya,apakah perlu dilakukan revolusi untuk merubahny?

    +salam3jari+

  • bah reggae
    August 29, 2008 at 12:33 pm

    Bukan persis begitu, pengusaha gak mau bayar pajak. Tp mmg ada 2 aturan yg saling bertentangan, dan pengusaha mengambil inisiatif sendiri atas aturan yg gak sinkron itu. Kesannya, dr luar, gak bayar pajak. Yg lebih seru, tak sinkronnya aturan itu — dan inisiatif pengusaha “gak bayar pajak” — sudah berlangsung lama. Pemerintah terkesan enggan bikin beres.
    Bahwa pengusaha seakan sangat berkuasa dan pemerintah takut yg berakibat pada rusaknya lingkungan atau bahkan lalu diloncatkan ke pasal 33 yg gak terpenuhi, yah apa boleh buat, tampaknya, itu memang salah satu cara (lebih sering jadi satu2nya cara) yg kita akbrabi selama ini.

  • lady
    August 29, 2008 at 3:19 pm

    kok pemerintah indonesia jd ga punya gigi ya…
    lagi2 org kecil yg dijadikan pecundang..

  • zam
    August 29, 2008 at 4:31 pm

    *nungguin cerita dari tanah papua*

  • Yoyo
    August 29, 2008 at 6:50 pm

    SODOK-MENYODOK MENJADI SATU ITULAH ENDONESAH…………. πŸ™‚

  • GUN
    August 29, 2008 at 7:13 pm

    Leksa si penambang belum komen ya?

  • Setiaji
    August 29, 2008 at 11:02 pm

    Tak ada yang bisa membendung arus globalisasi, tidak juga Kalimantan.

  • Erwin Baja
    August 30, 2008 at 2:53 am

    Hi Mas, thanks atas kirimannya…jadi tambah kangen Indonesia, sekaligus tambah sedih setelah baca tulisan ini… Sama seperti saya bilang sebelumnya, Pemerintah kita lupa bahwa pasal 33 itu jelas-jelas mengharuskan ‘sebesar-besar kemakmuran rakyat’, bukan segelintir rakyat…(dan yang itu-itu juga…)

  • Epat
    August 30, 2008 at 4:27 am

    sudah waktunya semua itu milik anak negeri, dikelola untuk kemakmuran anak negeri

  • iman
    August 30, 2008 at 8:07 am

    Didi.
    Khan saya nggak bilang salah benar ( relatif sih he he ). Yang pasti sudah nggak malu lagi he he.
    Jadi ada pergeseran nilai nilai tabu

  • mbah gundul
    August 30, 2008 at 6:11 pm

    indonesia raya merdeka merdeka *semakin fals*

  • auliahazza
    August 30, 2008 at 7:50 pm

    sering kali saya … apa ya …. duh saya ingin bilang udah saking keselnya “Indonesia itu kaya … iya kaya monyet”

  • dew
    August 30, 2008 at 8:17 pm

    Prihatin banget, mas.
    Bukan cuma pertambangan saja, hutan Kalimantan juga sangat teraniaya.
    Sudah liat iklan Asian Agri, Mas? Semoga Anda nggak terlibat, soalnya aku huek.

  • nadia febina
    August 30, 2008 at 11:44 pm

    bumi kalimantan yang kaya raya begitu emang sudah dihisap abis-abisan oleh oknum2 yang notabene bangsa sendiri, bukan cuma apa yang di dalam tanah tapi yang di atas tanah juga. Sedih!

  • Eriek
    August 31, 2008 at 7:14 am

    jika hasil bumi kalimantan, sumatera, sulawesi, nusa tenggara, maluku dan papua tak lagi mengalir ke tanah jawa, maka jawa tak akan punya apa-apa lagi. justru mereka tidak mendapatkan keadilan seperti apa yang dinikmati orang-orang yang tinggal di tanah jawa. kerakusan dan keserakahan para penguasa terus dan tanpa henti ‘menghisap’ hasil bumi untuk kepentingan diri mereka, kelompoknya dan orang asing.

  • afwan auliyar
    August 31, 2008 at 3:41 pm

    memang ironis …..

    makanya bnyk pihak2 yang menginginkannya …..

    lbh baik waktu dulu mash berbentuk kerajaan, yang mengatur daerah setempat adalah wilayah ntu sendiri, tidk terlalu muluk2, hsilnya langsung terasa bagi rakyatnya ….

    lalu !??!

  • Hedi
    August 31, 2008 at 5:47 pm

    ngenes, mas…

  • mitra w
    September 1, 2008 at 12:23 am

    sayangnya pemerintah juga mandul untuk mengelola buminya sendiri…
    lebih tertarik memungut hasil dari para pengembang luar daripada susah2 memfasilitasi SDM nya sendiri agar bisa mengelola secara mandiri. Lagi pula, ngarepin pemerintah yang sekarang, yang ada juga itu hasil pertambangan bakal lari kemana ya?? smoga ga dikorupsi aja (skeptis mode on).

  • aminhers
    September 1, 2008 at 12:32 am

    di tunggu film dekumenternya mas iman;
    slamat berpuasa bagi seluruh komunitas blogosphere maaf lahir dan bathin
    sukses slalu

  • hanny
    September 1, 2008 at 9:48 am

    ecotourism seharusnya bisa jadi pilihan, ya…

  • moh arif widarto
    September 2, 2008 at 4:21 am

    Herannya orang Kalimantan juga pada diam saja, nggak ingin misahin diri. Apa mereka juga menjadi bagian dari perusakan alam itu? Atau mereka merupakan bagian yang dimakmurkan?

  • Iman
    September 2, 2008 at 5:49 am

    dewi sekar,
    nggak terlibat, malah penasaran pengen liat..tapi kayaknya itu bukan iklan ya, semaca advetorial di TV yang biasa dipesan sesuai perusahaan pemesan. Karena Metro memang menyiapkan spot spot bisnis untuk itu

  • Rita
    September 2, 2008 at 7:03 am

    Mengenai kekayaan dari pajak hasil pertambangan, mengingat di indonesia hampir di tiap pulau memiliki obyek tambang, lahan yang ramah, mau nanam apa aja bisa numbuh, hutan2 yang menawarkan berbagai keperluan (kayu) rasanya cukup untuk membebaskan para pelajar/mahasiswa dari beban biaya, berobat gratis bagi masyarakat yang hidup sangat sedrhana. Kalau dipikir2, gak usah jauh2 ambil contoh di sini, heran aja kemana perginya tuw pajak (mancapai 10 angket bahkan lebih) jenis pajak yang harus dibayar oleh perusahaan, belum lagi dari tiap karyawan. Inget waktu mau mbangun jalan yang melintasi lapangan golf, yang direcokin malahan perusahaan. Bkannya hasil pajak itulah yang dipakai untuk pembangunan daerah? Sepertinya dana2 itu lenyap tertelan bumi gak berbekas. Wallahu alam…..

  • yati
    September 2, 2008 at 10:38 am

    gitu deh….makin ke pedalaman makin prihatin. disini kaya raya tapi ga bisa dapet apa2, lalu warga berlomba2 menyebrang ke malaysia. kalo beruntung dapet sejuta sebulan, kalo ga beruntung, pulang digebukin atau jadi mayat

  • meong
    September 2, 2008 at 11:44 pm

    ijinkan saya numpahin uneg2 soal kekayaan hutan kalimantan (dan yg lain2) yg mungkin akan tinggal cerita (kl pemerintah ga punya visi ttg ini).

    iya…saya bbrp kali dapat cerita dr sodara yg kerja di indsutri pertambangan di Xantan sana, beapa hutan dikeruk, sehingga meninggalkan lapisan bopeng merana.
    belum lg kemaren dikisahi oleh temen yg pernah kerja disana juga, gimana perusahaan2 itu, sampe bikin kota satelit yg SGT XKLUSIP, bahkan utk masuk aja kudu diperiksa berlapis2.

    *mendesah sedih*

    untuk apa sih, semua itu ??? ga ngerti saya.

    apalagi jika tahu kisah, gimana nasib rang utan2 yg makin terdesak, dan seringkali jd korban kebiadaban manusia laknat terkutuk. bisa nangis saya…..

    btw, soal penambangnya, emang gitu ya ??
    pantesan…saya itu heran bgt, pas blanja di pasar batu martapura. cuma beli kalung dan gelang murah2 sih, utk oleh2, tp teuteup buat saya itu luar biasa. krn ga ngebayangin, cara bikin batu2 kecil2 itu jd cantik2. dan bener2 murah. utk kalung, 10rebu 3. gelang, mulai dr 2,5rebu.

    jd, mana udang dan kepitinngnya bos ?? :mrgreen:

  • andre
    September 3, 2008 at 1:12 pm

    Buyat
    Tragedi menyayat
    Buyat
    Tangisan rakyat
    Buyat
    Menyongsong mayat-mayat
    Buyat
    Siapa hendak melayat?

    Oleh Febuana Kusuma

    ini salah satu puisi himpunan suara-suara nurani yang saya kais, puisi2 untuk andini lensun dan warga buyat korban kebuasan industri tambang dan pemerintah yang mbebek saja

    http://ruangasadirumahkata.blogspot.com/2008/01/nyanyian-nurani-untuk-andini-lensun.html

  • Robert Manurung
    September 4, 2008 at 4:28 pm

    Salut buat Bung Iman karena mau peduli dan bersikap soal tambang ini. Bukan apa-apa Bung, tak sedikit uang dari juragan tambang dan perusak lingkungan yang mengalir ke dunia Anda, yaitu dunia seni dan hiburan. Nggak gampang mempertahankan integritas ketika dunia kita sangat bergantung pada pihak-pihak yang tidak kita setujui atau ingin kita lawan.

    Yang terbaik untuk saat ini, selagi para politisi dan birokrat sedang kumat penyakit korupsinya, STOP saja dulu eksploitasi tambang dan hutan. Itu modal bangsa ini untuk menghidupi generasi yang akan datang, supaya jangan jadi budak di negara lain….

  • edratna
    September 7, 2008 at 4:24 am

    Saya pernah beberapa kali ke Martapura, beberapa km dari Banjarmasin, melihat para pendulang intan yang giat bekerja menambang intan, walau kadang berbulan tak mendapatkan apa-apa. Mungkin mereka mengharap suatu ketika menemukan intan sebesar intan Trisakti….

    Dulu…jika trebang ke Banjarmasin, dari atas terlihat hutan yang menghijau…namun sekarang hutan ini sudah banyak ditebangi…

  • Fortynine
    September 7, 2008 at 6:22 am

    Kebetulan, saya kerjanya di Kecamatan Cempaka.

    Ya, apa yang anda tuliskan memang benar, intinya kalau masih berstatus rakyat ekonomi menengah ke bawah, jangan harap bisa dengan ajaib naik pangkat jadi jutawan.

    Para penambang itu sampai sekarang peling banter punya mesin tambang, kalau ga ya tetap menambang intan dengan cara tradisional

    Bukan Banjarmasinnya Pak. Walikota Banjarbaru, dan Bupati Kalsel lah yang mengijinkan pertambangan Intan Cempaka dan Batubara terus terusan menggerus alam Kalimantan Selatan.

    Ah entahlah, mungkin tidak semua pihak terkait, atau semua pihak justru terkait

  • Fortynine
    September 7, 2008 at 6:25 am

    Walikota Banjarbaru, dan Bupati Kalsel lah yang mengijinkan pertambangan Intan Cempaka dan Batubara terus terusan menggerus alam Kalimantan Selatan.

    Ah entahlah, mungkin tidak semua pihak terkait, atau semua pihak justru terkait

    Ralat: Semua Bupati dan walikota Kalimantan Selatan

  • leksa
    September 12, 2008 at 12:13 pm

    untung saya belom lulus juga,..
    padahal teman2 saya udah sering koar2 nikmatnya cuti tak pulang ke Jawa .. hahaha

  • daus
    September 25, 2008 at 9:17 pm

    TAMBANG ANCURRR MAS

  • Daus
    September 25, 2008 at 10:19 pm

    Betul tuh mas buat pasal 33 yang mengharuskan dan memperhatikan kemakmuran rakyat bukan hnya segelintir masyarakat yang punya kepentingan saja. Saya gak prnah lihat daerah yang punya hasil tambang yg melimpah,menjadi daerah yang maju, sarana dan prasarana yang istimewa malahan terlihat semakin menjadi daerah yang terpuruk daerah yang tertinggal, kasihan bumi HALMAHERA yah mas. Habis manis sepah di buang ,tidak ada keseimbangan take and gift, parah buat kawasan TIMUR.

Leave a Reply

*