Browsing Tag

Pluralisme

Sekali lagi. Seandainya saya warga Jakarta

Issue issue agama selalu dipakai dalam hajatan pemilu atau pilkada seperti di Jakarta. Selalu ada pertanyaan, bagaimana sosok Gubernur yang ideal bagi golongan muslim. Mengapa selalu berpikir umat Islam ? Ini membuat cara berpikir yang memecah belah. Menggunakan sentimen agama menunjukan kemalasan untuk berkreasi dengan wacana politik atau kebijakan kandidatnya. Itu cara berpikir kuno. Bukankah memang mayoritas penduduk Jakarta adalah muslim. Semestinya, pertanyaannya yang tepat adalah bagaimana sosok Gubernur yang ideal bagi rakyat. Menurut Nurcholis Madjid, simplifikasi dan sentiment berdasarkan agama dalam kehidupan politik, tidak relevan sekalipun Islam adalah agama mayoritas yang dipeluk rakyat Indonesia.

Tiba tiba saya teringat Bang Haji Rhoma Irama yang 5 tahun lalu dalam ceramah di Masjid Al Isra Tanjung Duren sudah membuka wacana jangan memilih Cagub yang tidak seiman. Waktu Bang Haji menghimbau agar umat memilih pasangan Fauzi Bowo – Nachrowi Ramli. Bukan memilih pasang Joko Widodo – Basuki Tjahaya Purnama. Kini Bang Haji tidak terlalu larut dalam hiruk pikuk pilkada kali ini. Barangkali dia lebih disibukan dengan membangun partai Idaman-nya.

Peristiwa di atas menunjukan bahwa sejak dahulu agama berpretensi menentukan neraca benar salah, baik buruk dan halal haram. Sehingga kerap menimpulkan ketidaknyamanan, terutama bagi kalangan minoritas. Ini terasa getir sampai sekarang ketika 10 % penduduk non Muslim di kepulauan Nusantara ini kadang masih dianggap bukan pemilik negeri ini.
Issue issue Kristen, non pribumi masih menjadi bahan ampuh untuk mencari minat pemilih, apalagi urusan kampanye Pilkada Jakarta yang akan memasuki putaran kedua. Dan kita termangu mangu melihat spanduk atau selebaran provokatif dipasang sepanjang jalan. Juga dakwah ulama yang mendoakan dengan mengutuk laknat neraka kepada umat Islam yang memilih Ahok.

Kemenangan Ahok bukan berarti kekalahan Islam. Janganlah dibuat sebagai bahan propaganda. Islam tidak kalah. Sebagai agama, Islam tidak pernah kalah. Ahok yang non muslim adalah sponsor Islam yang paling tangguh. Tidak perlu lagi membahas keberpihakannya kepada umat muslim.
Perhitungan kalah menang terlalu pesimistis. Itu pandangan stereotype para politisi Islam. Mereka sering tidak konsisten. Katanya disatu pihak mengakui rakyat mayoritas beragama Islam, tapi tidak mau mengakui yang bukan kelompoknya sebagai orang Islam juga, seperti muslim pendukung Ahok.

Continue Reading

Santa

…….He was dressed all in fur, from his head to his foot,
And his clothes were all tarnished with ashes and soot;
A bundle of toys he had flung on his back,
And he looked like a pedler just opening his pack.
His eyes—how they twinkled! his dimples, how merry!
His cheeks were like roses, his nose like a cherry!
His droll little mouth was drawn up like a bow,
And the beard on his chin was as white as the snow …….

A Visit from St. Nicholas, demikian Clement Clark Moor asal New York mendeskripsikan sosok khayalan dalam sajak menjelang Natal tahun 1822. Siapa sangka sosok ini kemudian menyebar dan merasuk ke dalam hidup orang Amerika. Ia menjelma menjadi Santa Clauss berkelana menggendong bungkusan berisi mainan, menjadikan icon yang digemari anak anak. Bahkan sampai di belahan bumi yang berjarak jauh dari Amerika, anak anak masih percaya untuk menaruh kaus kaki yang kelak akan diisi hadiah dari Santa.

Ternyata penggambaran Santa Claus tidak selalu seperti sekarang – pria periang berjanggut putih dengan kostum merah putih. Sebelum abad 20, ada yang menggambarkan Santa mengenakan kostum pemburu. Ia hadir menyerupai berbagai macam hikayat di Eropa. Ada yang mempercayai berasal dari Dewa Odin di Eropa Utara. Sebagian mempercayai Santa merupakan evolusi dari pendeta asal Turki, Saint Nicholas yang tentu saja badannya ramping mengenakan jubah uskup.

Santa juga berkolaborasi dengan budaya setempat, di Belanda Santa Clauss lebih dikenal dengan Sinterklass. Karena budaya kolonialisme saat itu. Sinterklass merasa harus dibantu ‘ bedinde ‘ pembantu bernama Peter, ‘ Zwarte Piet ‘ atau Peter Hitam. seorang budak Ethiopia yang telah dibebaskan. Sinterklass Belanda berkostum Uskup yang berbeda dengan Santa Claus Amerika.

Continue Reading

Kebangkitan Nasional dan politik Identitasmu

Dan sejarah akan menulis disana, diantara benua Asia dan benua Australia, antara lautan Teduh dan Lautan Indonesia, adalah hidup satu bangsa yang mula mula mencoba untuk hidup kembali sebagai bangsa, akhirnya kembali menjadi satu kuli di antara bangsa bangsa kembali – kembali menjadi een natie van koelies, en een koelie ondr de naties – Sukarno ‘ Tahun Vivere Pericoloso , 1964 ‘

Jika Soekarno hidup dan berkuasa di jaman sekarang, tentu dia akan merekam pidatonya dan mengupload ke dalam You Tube, sekaligus menggaet massa untuk meresapi makna ajarannya. Tidak salah, karena You Tube sudah menjadi sumber informasi dan gadget yang banyak di klik manusia yang hidup di planet bumi. Lihat saja surat permohonan yang dikirimkan FPI ke Polda, sehubungan dengan permintaan untuk tidak mengijinkan konser Lady Gaga.
“ Setelah melihatnya di You Tube, penampilannya sungguh tidak sesuai dengan moral budaya di Indonesia “ You Tube pun menjadi referensi kehidupan moral.

Social media telah membawa bangsa Indonesia dalam milenum kebangkitan nasional yang baru. Bukan lagi bangkit untuk melawan penjajahan colonial. Tetapi bangkit untuk menyuarakan suara baru tentang Indonesia yang ideal. Keluar dari bungkus agama atau etnik semata, tetapi Indonesia yang berpikir logis.
Urusan Lady Gaga hanya menghabiskan energi yang tidak perlu. Apalagi kalau kita membahas dari kaca mata sudut pornografi dan ajaran sesat. Saya tidak pernah tahu lagu atau isi liriknya yang katanya memuja setan ( Lucifer ), tapi apakah para penonton akan serta merta terpengaruh ?
Sementara sejak dulu, banyak musisi yang lirik lagunya memang kontroversial. misalnya Queen dalam Bohemian Rhapsody sudah menyebut setan Beelzebub.

Continue Reading

Gus Dur

Hari telah larut malam, pada hari Senin 10 Oktober 1999. Ketika sebagian masyarakat bertanya tanya apa yang akan terjadi dalam panggung politik Indonesia kelak. Sebelumnya pertanggungjawaban Habibie ditolak sebagian besar anggota majelis. Suasana saat itu sudah sepi dan hanya ada sekelompok kecil sedang berlatih di ruang auditorium Gedung MPR/DPR.
Mereka berlatih simulasi pelantikan Megawati sebagai Presiden. Ada 2 orang yang berpura pura menjadi ajudan Megawati berjalan di lorong tengah auditorium, kemudian mengambil posisi tengah di podium sebagaimana pengambilan sumpah.
Kelompok ini juga berlatih seandainya Habibie dilantik kembali jadi Presiden. Karena lelah, kelompok ini ingin beranjak pulang, dan seorang ajudan Presiden menanyakan bagaimana jika terpilih adalah Gus Dur. Namun sebagai jawaban, ia hanya mendengar gelak tawa singkat. Mereka meninggalkan ruangan dan tidak berlatih simulasi jika Gus Dur terpilih menjadi Presiden.

Bagaimanapun Gus Dur tidak masuk hitungan, suara partainya, PKB hanya 13 persen. Terlebih ia mengalami gangguan kesehatan. Baru sembuh dari stroke, dan praktis buta. Ia juga sulit untuk berjalan. Tampaknya tak ada gunanya melakukan latihan kalau Gus Dur menang.
Esok semua ramalan itu terbalik. Gus Dur memenangkan pemilihan Presiden. Dua hari kemudian majalah Economist memuat potret dan judul dengan huruf tebal. “ Astaga, Gus Dur yang terpilih : Presiden baru Indonesia yang mengejutkan “.

Gus Dur memang selalu mengejutkan, bagi negerinya, masyarakat dan orang orang yang berhubungan dengannya. Ketika semua orang menghujat dan menghalalkan darah Arwendo Atmowiloto yang memasukan Nabi dalam angket orang terpopuler, di tabloid Monitor tahun 1990. Hanya Gus Dur yang membelanya.
Ia mengatakan, Arswendo memang tolol melakukan hal ini, namun bukan berarti harus memenjarakan dan membreidel harian itu. Cukup diboikot saja tabloid itu.

Continue Reading