Konon hubungan antar manusia selalu bergerak pararel dengan peradaban jamannya. Saya memiliki kaos yang bertuliskan ‘ Romeo fuck Juliet ‘. Seandainya Shakespeare melihat kaos ini, mungkin ia bisa jadi terkena serangan jantung.
“ what a shame ! “ dengan logat Inggrisnya yang kental. Demikian dia misuh misuh.
Ketika ia menggambarkan kisah “ Romeo & Juliet “, kita melihat sebuah arti dari keagungan cinta. Bahasa kerennya ‘ Cinta Sejati ‘, yang tak tergantikan sampai akhir jaman. Dahulu Romeo harus sembunyi sembunyi untuk menemui kekasihnya. Butuh perjuangan yang melelahkan.
Lihat saja film film remaja Indonesia jaman dulu, selalu saja ada adegan wakuncar – wajib kunjung pacar – di malam minggu. Rano Karno duduk sopan menunggu di teras, sambil diperkenalkan pada orangtua Yessy Gusman. Datang jam 7 malam dan jam 10 malam harus sudah pulang.
Kita bisa terbang ke langit tujuh hanya dengan memegang tangan kekasih kita.
Ciuman menjadi barang langka. Kalau kita bisa mencium hanya sebuah sentuhan bibir yang halus dan lembut. Bukan ciuman lidah bergulat lidah, bibir menjalar ke leher dan tangan meremas remas.
Karena cinta hanya untuk cinta. Cinta tidak mungkin dikotori oleh hawa nafsu.
Karena setiap lakon percintaan diakhiri sebuah perkawinan serta malam pertama yang sakral. Indah dan menyentuh. Karena hanya sang empunya cinta yang berhak atas mahkota sang dara.