Ada suatu masa, ketika saya begitu menyukai sebuah tempat bernama Jayagiri. Sebuah sisi di lembah gunung tangkuban perahu, Jawa Barat. Ada saat saat masa kuliah menikmati indahnya suasana disana. Berkemping, menikmati jagung rebus atau sekadar berjalan diantara pohon pohon pinus. Benar benar indah. Saya harus mengenakan jaket karena pada jam dua belas siang, kabut sudah turun menyelinap diantara pucuk pucuk pohon. Dingin dan sekaligus menghangatkan jiwa ini. Terlebih jika bergandengan dengan dia yang saat itu saya cintai sepenuh hati.
Bagi mereka yang pernah mengenal lagu lama dari Bimbo, ‘ Melati dari Jayagiri ‘ pasti merasakan betapa dalamnya lirik ini.
“ Melati dari Jayagiri
Kuterawang keindahan kenangan
Hari-hari lalu di mataku
Tatapan yang lembut dan penuh kasih …”
Tapi itu dulu. Jagung rebus memang masih bisa dinikmati, tetapi sudah sulit menemukan melati disana. Udara semakin sesak dengan asap knalpot angkot yang berseliweran menembus hutan pinus. Kita justru bisa mengenakan kaos tipis, karena udara justru panas dan gerah. Jayagiri memang sudah tidak menarik lagi.
Ketika beberapa bulan yang lalu saya mendapat ajakan dari Garin Nugroho , untuk bersama sama WWF memberikan workshop di kota kota besar mengenai pembuatan film layanan masyarakat mengenai Global Warming. Saya juga menyadari betapa tidak menariknya negeri ini, dalam mengelola kesadaran lingkungan hidup. Justru program roadshow ini dibiayai oleh sebuah lembaga yang memiliki salah satu industri pulp & paper terbesar di Indonesia. Sebuah simbiosis mutualisme antara Pemerintah dan industri yang demikian serakahnya membabat hutan kita. Sama begitu tidak menariknya begitu Indonesia menjadi tuan rumah sebuah perhelatan iklim dunia sekaligus menjadi terdakwa yang kerusakan hutannya paling dasyat di muka bumi.
Penebangan hutan , termasuk industri bubur kayu untuk kertas merupakan kontribusi hilangnya hutan kita sebagai paru paru dunia. Bahkan 75 % dari kegiatan penebangan hutan di Indonesia adalah illegal. Hampir setiap 12 detik kita kehilangan 5000 meter persegi hutan kita, yang terus menyusut dari hari ke hari. Pemerintah demikian mudahnya menuduh perambah hutan dan peladang tradisional sebagai penyebab punahnya hutan. Lupa bahwa mereka telah hidup turun temurun menjaga hutan sebagai rumah mereka sendiri, yang memiliki kesadaran tradisional atas ekosistem yang harmoni antara alam dan kehidupan. Pemerintah sendiri lupa bahwa ia sendiri yang memberikan konsensi Hak Pengusahaan Hutan yang membabi buta , serta mengamini KKN aparat dan cukong cukong penyelundup kayu gelondongan.
Memang sepertinya sudah terlambat, terus terang saya apatis dengan sebuah perubahan di negeri ini. Tidak ada hanya hutan yang musnah. Juga bumi yang makin panas. Pemakaian energi yang konsumtif dan tidak ramah lingkungan. Dalam sebuah citra pengambilan dari satelit mengenai titik titik panas di muka bumi. Indonesia bersaing dengan Amerika dan Jepang sebagai negara yang paling banyak notkah notkah merah di wajahnya. Sebagai cermin pemakaian energi yang boros, baik lampu pijar dan bahan bakar. Tentu saja tak ketinggalan Jakarta yang bersaing dengan Mexico City dan Bangkok sebagai kota paling tinggi kadar polusinya.
Mungkin beberapa puluh tahun lagi kita sudah mati dan sedikitpun tidak menyisakan kenangan indah tentang bumi ini terhadap anak cucu kita. Mungkin ini juga takdir mereka tidak pernah melihat kabut di pucuk pucuk pohon,apalagi melihat melati tumbuh lagi di Jayagiri. Dia yang pernah saya cintai memang tidak pernah kembali ke Jayagiri. Tak ada lagi tangan lembut yang membelai mesra di atas hamparan rumput rumput basah. Menghilang bersama kabut kabut itu. Sendu dan sepi,sebagaimana Jayagiri yang tak pernah kembali dingin lagi.
Ketika manusia menangisi takdirnya, alampun kehilangan harmonisnya dan menjadi bencana bagi umat manusia.
Pada akhirnya hanya lagu Bimbo ini yang tersisa di bumi ini.
“ Kuingat di malam itu
Kau beri daku senyum kedamaian
Hati yang teduh dalam dekapan
Dan kubiarkan kau kecup bibirku “
35 Comments
eriek
December 5, 2007 at 7:34 amPertamax. hehe… 🙂
soal pembabatan hutan di Indonesia, kelihatannya akhir-akhir ini tidak ada lagi tindakan tegas dari Departemen Kehutanan yang digerakkan oleh Pak Menteri M.S.Kaban. entah, karena banyaknya pembabat hutan sehingga sulit untuk ditangkap atau para polisi kehutanan (maaf) mudah untuk berkolusi dengan para pembabat hutan yang ilegal itu?
Entah sampai berapa tahun lagi, Indonesia yang dulunya dikenal dengan “Jamrud Khatulistiwa”. Pemandangan alam yang hijau dilihat dari atas langit yang elok nan indah. Tapi, sayangnya lagi-lagi Indonesia sendiri belum bisa merawatnya dengan baik dan benar.
Bagaimana nasib anak cucu kita kelak nanti?
Hedi
December 5, 2007 at 9:38 amalam raya pasti akan rusak/punah, namun jangan dipercepat…ya ga, mas?
Totoks
December 5, 2007 at 11:10 amKita juga termasuk salah satu penyumbang kerusakan bumi juga dengan membiarkan polusi dari kendaraan kita tanpa terkontrol. Jadi apa kita musti beralih naik kuda aja dulu. Konon merokok pun juga menyebabkan polusi udara apa bener ya 😀
iway
December 5, 2007 at 11:45 amlha negara barat yang jadi produsen utama kendaraan bermotor, penghasil polusi nomor wahid berani-beraninya nuduh pemanasan global hanya karena hutan indonesia yang dibabat ama cukong tetangga sebelah, nasib jadi negara dunia ketiga, jadi bulan-bulanan tuduhan 🙁
pitik
December 5, 2007 at 12:59 pmjayagiri..ah sudah 7th lalu saya terakhir kesana…enaknya lewat jayagiri terus ke tangkuban perahu, ga usah bayar karcis masuk, bisa lewat parkiran..hehehe
kerusakan mungkin tidak bisa dihindari, hanya ditunda saja, dan akhirnya semua harus bertahan hidup dengan itu, yang paling kuatlah yang akan tetap menghuni bumi ini…menurutku kok ngono to mas..
elly.s
December 5, 2007 at 1:19 pmkalau ada kabut di malaysia mereka memaki2 pemerintah Indonesia lho…
“pembakaran hutan ilegal di Indon punca dari asap kabus ini” itu kata mereka…
padahal cukong mereka adalah pembeli utama kayu gelondong haram itu…
kong kalingkong..yg menyedihkan..
sama menyedihkannya ketika TKI/TKW kita tertipu disini…
bagai lingkaran setan yg gak tau harus nyalahin siapa…
pinkina
December 5, 2007 at 1:22 pmlg gak mood comment. setor wajah aja
edratna
December 5, 2007 at 1:54 pmMemang negara besar juga menyumbang kerusakan, tapi bagaimana jika kita mulai membuat lingkungan bersih. Dulu di Cihampelas kalau pagi hari dingin sekali, bahkan minyak gorengpun menjadi beku, sekarang penuh dengan Mall dan toko.
Saya sedih kalau melihat Bandung….pernah jalan-jalan di daerah Lembang (kebetulan ada Sentra Pendidikan di sana)…ternyata yang namanya tegalan udah sedikit, Lembang juga udah penuh dengan bangunan rumah. Nggak apa-apa kalau rumah tsb ditempati, kebanyakan kosong…..coba kalau ditanami…kan menjadi hijau….
Moh Arif Widarto
December 5, 2007 at 2:03 pmLebih baik mana, Mas:
1. Tetap membiarkan hutan kita lestari tanpa kemanfaatan ekonomi dan tetap tidak bisa menghadang akibat pemanasan global karena Amerika Serikat tidak mau menghentikan produksi karbonnya, atau
2. Memanfaatkan semaksimal mungkin potensi ekonomi hutan kita untuk kemaslahatan generasi saat ini toh akibat pemanasan global yang paling parah mungkin belum akan dialami generasi saat ini.
landy
December 5, 2007 at 2:19 pm” Hati yang teduh dalam dekapan
Dan kubiarkan kau kecup bibirku “
Aduh…, hayooo siapa tuh yang ngecup he..he..he..
Nico
December 5, 2007 at 3:47 pmIni bukan karena CLBK kan mas? Hehe…
leksa
December 5, 2007 at 3:59 pmtulisan in bagus, sendu, romantis dan inspiratif..
saya saat ini cuman bisa menikmati perasaan Mas Iman saja..
apatisme saya membunuh keinginan berkomentar…
budhi ms
December 5, 2007 at 6:36 pmHalaahh.. Siapa tuh cewek di jaman depok?
Bukannya dulu demennya lagu si Ebiet G. Ade
Liemz
December 5, 2007 at 7:28 pmBabat hutan, banjir menyusul, bumi memanas….
Ckckckckck.
budhi ms
December 5, 2007 at 9:41 pmBhumi memanas,
dipanas-panasi penduduknya..
kasih tempra aja boss!!
Ani
December 5, 2007 at 11:27 pmMelati dari Jayagiri…adalah salah satu lagu yang saya sukai… mendayu-dayu… jadi..ingat waktu camping di kesejukan Mbebeng….
ekowanz
December 5, 2007 at 11:46 pmhahaha…ironis yah 🙁
tapi ya gimana lagi?berapa persen sih dari orang Indonesia yang ngeh apa itu global warming??
lha kemarin temen saya aj yang kerjaannya ditempat gawul malah baru tau soal ini setelah baca majalah NG di kamar saya 🙁 padahal..padahal…tp belum terlalu telat kan buat om Iman bikin dokumentar tentang ini :p
venus
December 6, 2007 at 1:06 amsedih banget kalo baca soal global warming gini. mother earth is crying….
dan soal confrence di bali itu, apa iya ada gunanya? ah, sedih….
Praditya
December 6, 2007 at 3:00 amKekayaan alam kita bukan untuk ditinggalkan ke anak cucu, tapi merupakan “titipan” dari anak cucu kita kelak yang saat ini secara sadar maupun tidak sudah kita eksploitasi… 😀
Ida Arimurti
December 6, 2007 at 6:32 amSedikit kepedulian kita menjaga bumi ini besar artinya untuk anak cucu kita,hemat energi,pakai air dan listrik seperlunya,membuat hijau sekeliling kita & selalu ada kasih sayang.
Mas Iman masih sibuk ya…Sukses ya..
mikow
December 6, 2007 at 8:46 amJd inget jaman 80an, lg ngetrend tas ransel merk Jayagiri, ALpine, dll 🙂
yaya
December 6, 2007 at 10:18 amMas..dapet PR dr Yaya kerjain yaa 😉
http://yayachantique.blogspot.com
escoret
December 6, 2007 at 11:18 amwhahahhaha..jayagiri..???
inget jaman ospek..!!!!
*serasa mau bales dendam dnegan senior*
saya dulu 2 hari 2 malem di jayagiri…udarnya sejuk bgt…..jagung bakarnya juga enak….!!!!
budhi ms
December 6, 2007 at 11:40 am“..Mengapaaaa.. Mengapa hutanku hilang dan tidak pernah tumbuh lagiiiii…?” salah satu bait syair lagu dari The Rollies.
Mengapa?
Mudah-mudahan mereka (The Rollies juga The Rollies2 yang baru) membaca blog ini dan membuat syair lagu versi keduanya.
kenny
December 6, 2007 at 7:42 pmngeri bayangin anak cucu kita nanti
wieda
December 7, 2007 at 12:14 amwah..Indonesia dengan “kebakaran” hutan menjadi negeri No.1 pembuat polusi dunia…sedih memang…
dan disini saya tinggal di daerah yg bebas polusi, dimana mobil lewat didepan rumah ga sampai hitungan “tus” dalam sehari…..
rasanya nafas saya sesak ketika harus menghirup udara kota yg penuh polusi….
semoga dengan kesadaran melestarikan alam ini untuk anak cucu, semua berjuang membersihkan bumi yg kian tua ini
fitri mohan
December 7, 2007 at 8:34 amspeechless…
annots
December 7, 2007 at 9:02 amMasih banyak Jayagiri yang lain di Indonesia, apa yang mau kita katakan ketika anak cucu kita bertanya tentang “pohon beton” yang menjulang dengan kokohnya di Ibu Kota dan kota besar lainnya.
Ghatel
December 7, 2007 at 1:10 pmAku belum pernah ke Jaya Giri Mas…
liezmaya
December 7, 2007 at 1:47 pmhaih lagi mengenang ya
fatah
December 7, 2007 at 9:38 pmharapan saya sih semoga saja WALHI bisa lebih berperan sama masalah kayak gini 🙁
tata
December 8, 2007 at 7:25 amwalah..mas Iman pindah rumah toh ciehhh hihihihi…. tau gk sih akhirnya Indonesia masuk Guinnees book world of record..sebagai negara yang cepat kehilangan hutan pertahunnya HOreeee untuk hal2 negatif emang Indonesia jagooooo
kw
December 10, 2007 at 7:50 amkenapa pemerintah diam saja yak? serakah!
anggun
December 10, 2007 at 8:33 pmkalau mendengar lagu-lagu lama tentang indonesia rasanya memang sangat menyayat. Saya belakangan mengkorek keroncong ciptaan tahun 1940-50-60-an yang menceritakan indonesia dengan segala pengharapan di mereka sang pencipta lagu untuk kejayaan masa depan negeri.
Sekarang? Hmm… negeri indah ini dirusak oleh manusia-manusia yang serakah..
Tapi kalau kita cuma bisa berwacana tanpa bertindak sepertinya kita nggak jauh beda dengan manusia-manusia serakah itu kan?
Saatnya tiap individu bertindak. Berani nggak untuk berubah? Kalau maunya enak doang dan menyuruh pemerintah untuk ngeberesin ya nggak akan selesai-selesai…
rumahkayubekas
December 14, 2007 at 7:05 pmSalam kenal,
Baru saja tadi pagi saya liwat Jayagiri. Dalam perjalanan dari Bandung ke Karawang.
Sengaja saya ambil jalan memutar.. Karena… tiba- tiba saja ada kerinduan kepada kehijauan..
Tapi… ya memang jauh sekali dibanding dulu. Dan dari waktu ke waktu memang bertambah tidak indah, tidak hijau dan tidak sejuk lagi.
Begitu bisa sangat luar- biasa keserakahan manusia ternyata ya…
Tapi sesedikit apapun harus ada yang lebih konkrit barangkali yang kita lakukan. Kalau tidak, ya saya setuju dengan Anggun, tidak berbeda dengan mereka- mereka nantinya, omdo.
Salam dari rumahkayubekas yang ngga suka nebangin pohon. he he..
Paling2 manfaatkan yang sudah kadung ada saja Mas,