Memenuhi undangan premier filmnya Lance, “ Jakarta Under Cover “ yang diambil dari insight bukunya Moamar Emka, saya rasa anda anda peminat dunia gemerlap malam harus siap siap kecewa. Karena anda tidak akan menemui detail detail apa yang ditulis Emka dalam bukunya, seperti prostitusi, mandi kucing, pesta orgy, streaptease atau gadis gadis penghibur dari Usbekistan. Ya percuma juga karena bagaimana cara menvisualkan, yang ujung ujungnya pasti akan dibabat Lembaga Sensor. Lihat saja semalam saya dipaksa menikmati gambar gambar blur / out focus untuk adegan gadis gadis meliuk liku erotis. Terbukti betapa noraknya jalan pikiran Lembaga Sensor Film ini yang menganalogikan dengan asumsi sempit bukan melihat content jalan ceritanya. Mungkin ini juga apa yang dibayangkan oleh pembuat film ini, mensiasati bagaimana film ini bisa tayang, termasuk memakai judul yang sama dari buku laris tersebut. Karena kalau mau jujur sama sekali tidak ada hubungannya antara Jakarta Under Cover bukunya Emka dengan JUC filmnya Lance. Ini bisa dikatakan bagian dari strategi pemasaran, coba memakai judul lain, “ Gadis Malam “ atau “ Malam tak berujung “ misalnya, bisa bisa gemuruh film ini tidak akan seheboh dibanding memakai judul JUC.
Jadi apa yang dibayangkan sisi gelap Jakarta dalam dunia malamnya itu hanya dilihat dari opening title, dengan cuplikan cameo cameo selebritis seperti Fauzi Badilaa, Mario Lawalata sampai sutradara Hanung Bramantyo diantara para penari streapper. Kemudian awal cerita di sebuah club hiburan ketika Haryo ( Lukman Sardi ) bersama 2 orang kawannya sedang menikmati malam panjangnya di club yang ceritanya dimiliki Christian Sugiono. Salah satu penari streaptease , Viki ( Luna Maya ) terpaksa bekerja disana untuk membiayai hidup bersama Ara adiknya yang masih kecil ,seorang penderita autis. Selama bekerja ia selalu membawa adiknya yang disembunyikan di lemari di sebuah ruang meeting manajemen klub itu. Cerita dimulai ketika Viki menolak digerayangi Haryo sehingga lelaki yang putra pejabat di negeri ini marah marah tidak keruan. Si pemilik club mencoba meredakan amarah pelanggan nomor satunya dengan memanggil mereka ke ruang meeting dimana telah disiapkan seorang penari lainnya. Problem dimulai ketika Haryo yang kesetanan menyetubuhi si penari itu hingga mati tercekik. Ara yang berada di dalam lemari bolong bolong adalah saksi mata perbuatan mereka. Dari situ cerita mengalir menjadi suspense perburuan malam sampai pagi dari tiga sekawan terhadap Viki dan Ara,
Disini saya tidak mengomentari logika sebuah film, walaupun ada pertanyaan kenapa Viki dan adiknya terus berlarian dan bersembunyi sepanjang malam di tempat yang mudah dipergoki gerombolan pemuda itu. Sebagaimana tidak perlu mengomentari film film Holywood sana, begitu mudahnya pintu didobrak, atau mobil yang terbalik selalu otomatis meledak terbakar. Karena film selain untuk menyampaikan gagasan juga sebagai media hiburan, jadi yang penting penonton terhibur dan get carried away dengan jalan cerita. Joko Anwar sekali lagi membuktikan sebagai penulis scenario yang cerdas, dan ditambah pendekatan pengambilan gambar dan editing dari Lance, membuat film ini hidup dan terasa suspensenya. Kerja penyutradaraan Lance, mencapai lompatan jauh dibanding film pertamanya ‘ Cinta Silver ‘ .Bagaimanapun juga permainan Luna Maya dan Lukman Sardi sangat luar biasa. Lihat saja ketakutan dan kegelisahan Viki sangat terasa dekat, kemudian kebejatan Haryo yang terekspos dengan sempurna. Hanya peran pemilik klub malam oleh Christian Sugiono terasa tidak pas dengan karakternya yang lembut, dan manis manis Indo. Yang jelas ia belum bisa membebaskan karakter dari remaja idola dalam sebagian besar film dan sinetronnya, menjadi sebuah sosok kejam dan kasar dalam dunia industri hiburan malam.
Sekali lagi karena saya bukan kritikus film,maka saya hanya melihat dari segi teknisnya saja. Satu hal mengganggu yakni lighting dan setting lokasi film ini. Rasa rasanya lighting Yadi Sugandhi sangat datar terutama di area dance floor, dan sebagian scene scene malam. Saya membayangkan suasana lighting dramatis dengan lampu sorot yang menembus asap asap rokok yang pekat. Sementara lighting di area diskotiknya sampai di kamar kos Viki sangat flat dan biasa saja, sehingga saya langsung tahu bahwa adegan itu dibuat disebuah set studio, bukan di real location. Padahal umumnya di sebuah club malam, lighting cenderung gelap terutama di bagian pengunjung dan gradasi terang di area penari penarinya. Sangat disayangkan jiwa Chinatown ( daerah kota ) sebagai pusat industri esek esek tidak terekspos dengan pas. Sama sekali tidak ada establishing situasi atau backdrop gang gang kumuh dengan keramaian pengunjung, pedagang asongan, tukang parkir, billboard neon sign yang berkelap kelip, dan gadis gadis belia lalu lalang di jalanan. Ada satu referensi mengenai nyawa dunia malam dan china town yang tata pencahayaannya sangat luar biasa, yakni film “ Replacement Killer “ Antoni Fuqua ( dibintangi Chou Yun Fat dan Mira Sovirno ) ,lalu untuk adegan kejar kejaran malamnya bisa melihat referensi dalam film “ Missipi Burning “ nya Alan Parker, yang mendapat Oscar Award awal 90 an untuk sinematographynya
Namun bagaimanapun juga Lance telah membuat langkah besar yang mana justru saya belum memulainya juga. Ini sebuah pencapaian dan pembelajaraan yang berharga dalam karier sebagai sutradara. Semakin lama saya menonton membuat semakin ingin cepat pulang menyelesaikan kerja skrip yang tertunda tunda terus. Bagaimanapun juga sisi potret kehidupan malam di Jakarta adalah realita sebuah industri yang berkaitan dengan hajat hidup dan hajat syahwat orang banyak. Seorang relasi bisnis dari luar negeri pernah geleng geleng kepala melihat fenomena industri esek esek di sebuah negeri yang penduduknya beragama Islam terbesar di dunia. Saya bilang, itulah Indonesia, teroris dan prostitusi bisa akur sejalan. Ketika saya keluar dari gedung bioskop, pundak saya di colek oleh salah satu pemeran dalam film ini. Ia hanya cengar cengir seperti kucing angora minta kawin. Dan saya teringat masa silam, menjadi saksi mata bersamanya dan teman lain menyusuri malam di pojok pecinan kota ini. Apakah ini berarti ada sisi sisi manusia yang membutuhkan ‘ cover ‘ nya ? apalagi disaat ketika banyak orang dan ulama mengatakan lebih baik berpoligami daripada zinah. So what next ?
21 Comments
dian mercury
December 15, 2006 at 12:35 amitu yg nari2x di tiang, aku pernah nonton di batam, tahun 1991. pernah juga nonton di bangcock, thai…lagi lewat di jalanan, tirainya kebuka. lho..kok pada telenji ?! hihii…
NiLA Obsidian
December 15, 2006 at 12:24 pmya sudah,,,,
beresin dulu skrip nya yg ketunda tunda terus….itu….
udah gitu kita bikin layar lebar yuuuuuuu…….
yu ya yuuuuuuuuu
Iman Brotoseno
December 15, 2006 at 12:55 pmdian, kirain ikut masuk,.he he
lantip
December 15, 2006 at 6:41 pmhmm.. kebetulan aku juga pecinta film, ning nek disuruh nulis kayak gini wedew.. hehe..
yang jelas, muammar emka sendiri aku gak terlalu nge-fans, terutama karena tulisannya menurutku gak keren sama sekali. gak ada pesan apapun, hanya biografi anakdugem yang akhirnya dapat duit buat dugem dari hasil catatannya.
*maaf kalo terlalu keras* 🙂
Fany
December 15, 2006 at 7:07 pmOw.. saya kira isinya kayak bukunya.. ternyata enggak to.. pantes aja bisa lolos..
Kalo misalnya film yang ‘numpang beken’ (atau apalah namanya) dari judul buku beken -meskipun naskahnya laen- apa harus ada ijin khusus dari si penulis buku?
Iman Brotoseno
December 15, 2006 at 8:13 pmkang lantip,
its okay…i have no personal connection to emka..ha ha
Fanny,..nggak perlu ijin sih, cuman mungkin memberitahu, emka sendiri hadir kok di premiere film itu.
MaIDeN
December 15, 2006 at 11:10 pmkapan maen di surabaya yah 🙂
Iman Brotoseno
December 15, 2006 at 11:26 pmmaiden,..
Bulan Januari…
passya
December 16, 2006 at 5:04 pmteori pemasarannya nyontek sinetron2 sampah dong ya… ada lagu tenar trus dibuatin sinetron berjudul sama, isi mah nyambung ato gak masa bodo.. yah, jgn berlaku seperti maling kalo gak mau dikatain maling, that’s all!
Blogguebo
December 17, 2006 at 12:33 amBuat saya film: barang dagangan. Jadi sah saja kalau orientasi daya jual nomor satu. Isi? Itu efek kesekian. Apalagi pesan moral. Lebih kesekian. Hehehe. Salam kenal!
Iman Brotoseno
December 17, 2006 at 9:57 ampassya dan blogguebo,
Memang yang laku di pasar ( Pasar Indonesia yang dicekoki cinta cinta memble, horor, sinetron menjual mimpi ) masih berbanding terbalik dengan idealisme sutradara dan art sebuah film. Tinggal mana kita mau memilih.
Salam
landy
December 18, 2006 at 8:39 ammas aku akan duduk paling depan kalau skip yang mas buat kaya kunci surga, itu tulisan bagus bangeeeeeeet, mas iman gak kaya muammar emkakan ??? , maaf aja mas aku lebih suka tulisannya kurniawan echo, dibandingin dia, habis kalau inget emka jadi inget “cleopatra” di grand wijaya 🙂 mas iman gak pernah mampirkan kesana kan ??? 🙂
Iman Brotoseno
December 18, 2006 at 11:18 amwaduhh…yang saya tahu cleopatra itu film ( jaman dulu ) yang pemainnya Elizabet Taylor..
oca
December 18, 2006 at 5:10 pm“Apakah ini berarti ada sisi sisi manusia yang membutuhkan ‘ cover ‘ nya ?”
Pertanyaan menarik.
Aku pernah mencoba ‘telanjang’ tapi entah kenapa selalu saja ada orang lain yang memberikan ‘cover’ atas dalil membentuk image positif yang belum tentu juga positif.
Kurasa manusia butuh, mungkin bukan cuma untuk dirinya sendiri tapi demi komunitinya.
Pegel gak sih?!
Nice perspective u have here 🙂
Anonymous
December 18, 2006 at 9:00 pmcover…seperti cover majalah,cover tubuh (baju) , cover sifat, cover apapun..memang diperlukan untuk membuat manusia menjadi lebih beradab dan tahu batasannya….
coba bayangkan manusia tanpa cover…
majalah tanpa cover…things w/o cover…
hmmmm….
thats cover…lain lagi dg munafik/hipokrit di katakan mas iman menjadi cover orang orang munafik di bumi ini…
oca
December 19, 2006 at 10:39 ammmm, maap om Iman, numpang lagi..
to anonymous above :
gw bisa ngerti clearly maksutnya.
cover yg gw maksut juga adalah ttg being muna’.
ada kalanya, gw terpaksa harus hahahehe sama orang yang gw benci karena kerjaan gw nuntut gw bersikap manis ke tu orang.
jadi apa bedanya antara gw sama orang orang munafik di bumi ini?
sama aja. it’s just a simple sample.
ato gw nutupin kejelekan yg pernah gw lakuin for the sake of kepentingan bersama.
dan menurut gw, menjawab pertanyaan om Iman juga, selama manusia masih berkepentingan terhadap manusia lainnya.. gw melihat ia tetap akan membutuhkan covernya, setipis apa pun.
sorry ya om Iman, jadi ajang diskas.. am closed now, makasiy.
Iman Brotoseno
December 19, 2006 at 11:50 amoca dan anonymous fellow,..
its okay we should be proud living in democracy…diskassnya menambah ilmu dan wawasan..
salam semua
amethys
December 20, 2006 at 9:41 amhiks …saya koq ga hobby blas nonton film….hanya kadang nonton film..itu juga ber hari2..jadi harus di save dulu tuh film nya…jadi saya bisa liat jika pengin…wah…ga bisa ngasih komen blas..
MaIDeN
December 21, 2006 at 3:46 amLiat striptis di Northbridge Perth koq nggak kayak di Jakarta Undercover yah ? *kaboer*
Iman Brotoseno
December 24, 2006 at 9:21 pmnggak kok ..filmnya udah banyak sensornya he he
bejo
February 11, 2008 at 8:10 pmg’ ilok men !!!