BLOOD DIAMOND


Komposisi adalah pengetahuan dasar bagi sebagai seorang sutradara. Dari situ ia melihat bagaimana sebuah sudut angle dibentuk. Bagaimana elemen elemen yang ada dalam frame tersebut merupakan komposisi antara berbagai objek yang seimbang, dan yang lebih penting memberi makna tentang gagasan yang hendak disampaikan. Sehingga tanpa sebuah dialog, sebuah komposisi gambar bisa menjelaskan seribu kata kata tentang suasana yang tercipta.
Komposisi sepasang kekasih sedang berjalan sambil bergandengan tangan di sebuah padang rumput bisa menceritakan romantisme gambar itu. Wajah close up seorang anak yang menangis tak akan berarti apa apa, tetapi dengan sebuah komposisi angle yang lebih lebar yang menampilkan background rumah gubug dan tandus, akan membuat derita hidupnya sangat terasa.

Tugas seorang sutradara adalah telling a story. Ia harus sensitive dan memiliki hubungan emosi dengan komposisi gambar yang diciptakan. Bisa saja ia tersenyum, tertawa bahkan menangis melihat pengadeganan yang dibuat. Tapi apakah dalam kehidupan sehari hari kita bisa membentuk sebuah komposisi hidup yang ideal ? yang dapat dengan mudah diatur sesuai selera kita ? Apa yang kita lihat dalam komposisi sebuah realita kehidupan bisa merupakan bisa merupakan rangkaian cuplikan kepedihan, ketidakberdayaan dan air mata. Tanpa harus berpretensi film tetap harus menyuarakan apa yang dilihatnya, seburuk apapun.

Dalam film β€˜ Blood Diamond β€˜ sebuah cermin budaya kekerasan dan kemiskinan di Afrika telah memberi kita pertanyaan mengenai komposisi hidup itu sendiri. Apakah hidup itu masih begitu layak dipertahankan jika nyawa manusia hanya bagian sebuah permainan yang diciptakan mereka yang berkuasa . Peran Leonardo Di Caprio ( selain dalam film The Departed ) telah membebaskan dirinya dari karakter cowok ganteng idola gadis gadis. Ia menjelma menjadi penyelundup berlian yang serakah, egois tetapi pada akhirnya bisa menampilkan sisi kemanusiaannya yang paling dalam menjelang kematiannya.

Melihat tragedi dalam film itu serasa melihat cermin tragedi di negeri tercinta, Indonesia. Bahwa ketidakadilan, kemiskinan, bencana dan budaya kekerasan akan selalu ada dan merusak keseimbangan komposisi hidup ini. Memang tak salah kalau disebut negeri kita adalah tanah bencana, bukan arti harafiah bencana alam saja, tetapi bencana dalam semua aspek yang bisa diartikan.

Film itu juga menyadarkan kita akan bahwa exploatasi manusia oleh manusia juga bisa dengan mudah terjadi di negeri ini. Tidak usah jauh jauh, dalam pembuatan film dokumenter bersama NHK Jepang tentang kehidupan anak anak jermal sungguh merobek robek nilai kemanusiaan. Mereka anak anak yang mestinya masih SD atau SMP, tidak bersekolah dan ditaruh oleh majikannya di jermal gubug gubug keramba di tengah laut.

Pekerjaannya hanya memanen ikan ikan teri yang dijaring dibawah jermalnya. Setiap dua minggu sekali sang majikan datang mengambil panenan, sambil mengedrop bahan makanan, beras, ikan asin, poster gadis telanjang serta majalah porno. Mereka berbulan bulan tidak pernah pulang ke darat, sehingga terjadi penyimpangan seksual. Berkat referensi pornografi dari sang majikan membuat praktek homoseksual dan budaya menyetubuhi ikan pari tercipta disana.
Saat itu saya baru mengetahui kalau ikan pari ternyata memiliki semacam alat kelamin seperti wanita. Dengan hanya 150 ribu rupiah anak jermal rela mempertontonkan bagaimana ia menyetubuhi ikan pari yang tertangkap di jaringnya.

Ikan pari berukuran besar yang masih hidup, direntangkan disebuah meja dan dipaku agar tidak bergerak. Proses pengambilan gambar itu menimbulkan kegelisahan yang luar biasa dari para crew. Rasa kemanusiaan mereka berontak, walau para anak anak Jermal juga tidak perduli. Mereka secara paksa telah direnggut dari kehidupannya yang normal sebagaimana anak anak lainnya di darat.

Kegelisahaan yang sama pula sewaktu melihat komposisi gambar ‘ Blood Diamond ‘ sewaktu si petualang Danny Archer berkata pada jurnalis Amerika, Maddy Bowen,..” Aku selalu berpikir apakah Tuhan pernah memaafkan manusia manusia seperti itu, tapi tiba tiba aku sadar bahwa sudah sejak lama Tuhan meninggalkan tanah ini..”
Memang tidak mudah mewujudkan sebuah komposisi gambar hidup yang ideal di negeri ini, dan saya masih perlu bersabar. Tak tahu sampai kapan.

You Might Also Like

40 Comments

  • ekowanz
    January 29, 2007 at 10:04 pm

    “Memang tidak mudah mewujudkan sebuah komposisi gambar hidup yang ideal di negeri ini, dan saya masih perlu bersabar. Tak tahu sampai kapan”…

    bukannya sesuatu yang ideal itu hanya khayalan aj pak?? πŸ˜€

  • dian mercury
    January 29, 2007 at 11:57 pm

    ikan pari punya alat kelamin ? bah, baru tau neh mas…phot donk photo

  • raffaell
    January 30, 2007 at 7:38 am

    Antara komposisi dan imajinasi saling belkolaborasi untuk menghasilkan situasi yang benar benar mirip seperti yang kita gambarkan, otak kita cerna, baik melalui visual maupun suara, disinilah komposisi berperan, bagaimana kita meramu elemen elemen tersebut agar dapat dipandang seperti selayaknya.

  • Viving
    January 30, 2007 at 8:09 am

    Blood Diamond? salut sama actingnya Djimon Hounsou dan Leonardo, keren banget πŸ˜€ Bukannya hidup ini memang jauh dr ideal mas ?

  • hijau
    January 30, 2007 at 9:21 am

    perang berlian Sierra Leone sekarang sudah sangat jauh mereda dibandingkan kondisi “Blood Diamond” dulu.

    Bukti kalau kondisi “ideal” itu memang layak dikejar. ‘Hanya’ butuh keteguhan hati dan optimis.

  • DeMarioHolics
    January 30, 2007 at 9:52 am

    Melihat tragedi dalam film itu serasa melihat cermin tragedi di negeri tercinta, Indonesia. Bahwa ketidakadilan, kemiskinan, bencana dan budaya kekerasan akan selalu ada dan merusak keseimbangan komposisi hidup ini. Memang tak salah kalau disebut negeri kita adalah tanah bencana, bukan arti harafiah bencana alam saja, tetapi bencana dalam semua aspek yang bisa diartikan.

    Setubuh, eh.. setuju πŸ˜›

  • MaIDeN
    January 30, 2007 at 11:24 am

    Say belum nonton filemnya. Kemaren nyari DVD bajakannya belum nemu dan sempat. ttg “The Departed”, saya nonton filem itu singkat aja 15 menit. Banyak yang saya skip n fast forward.

  • cahyo
    January 30, 2007 at 11:36 am

    bikin blood diamond versi indonesia kangmas iman..:-D

  • venus
    January 30, 2007 at 1:18 pm

    wah, ngeri saya ngebayangin anak2 dan ikan pari…

    mas, saya udah pindah πŸ˜€

  • kenny
    January 30, 2007 at 4:35 pm

    uh..bagus tuh filmnya, d’caprio jauh dari kesan lelaki manis.

    anak2 sama ikan pari??fotonya dunk…

  • Rey
    January 30, 2007 at 5:14 pm

    ternyata segitu parahnya kehidupan anak2 jermal, miris mbacanya…

    “…….tiba tiba aku sadar bahwa sudah sejak lama Tuhan meninggalkan tanah ini..”
    kalo aku msh terus berdoa, jangan sampe Tuhan meninggalkan diriku, jangan sampe deh…

  • Unsecure
    January 30, 2007 at 7:03 pm

    Ahh kalau saja scenario hidup ini bisa di ubah pasti akan ku ubah biar lebih indah .. dan penuh dengan bunga …

  • Tup Tup
    January 30, 2007 at 7:30 pm

    Ikan pari punya kelamin?

    Anak-anak maen sama ikan pari?

    Waduh gawat baru denger gue… si steve harusnya dulu banyak belajar sama anak2 jermal.. oops becanda om.. maksudnya si steve belajar menaklukan ikan pari..

  • Iman Brotoseno
    January 30, 2007 at 9:30 pm

    iya,..bentuknya horisontal melintang, kalau perempuan vertikal…( something like that, kok jadi anatomi gini..maluuuuuu kabuuurr )

  • NiLA Obsidian
    January 30, 2007 at 10:19 pm

    waduh mas…sumpah, miris banget bacanya…..

    terlepas dari blood diamond emang keren….
    terlepas dari kegiatan men sutradarai itu masih sangat mengaggumkan buat saya…..
    terlepas dari pembuatan film dokumenter anak jermal itu harus ditindak lanjuti……

    “Aku selalu berpikir apakah Tuhan pernah memaafkan manusia manusia seperti itu, tapi tiba tiba aku sadar bahwa sudah sejak lama Tuhan meninggalkan tanah ini..”

    Semoga kita sebagai manusia tidak pernah berpikir untuk meninggalkan Nya…..

    Mas, sabar aja ga cukup….harus ada yg mulai……

  • hery
    January 31, 2007 at 12:27 am

    Tragis tuh tragedi anak jermal, ya Alloh ampunilah hambamu yang sudah tersesat jalan.
    Aku dah lama dengar tentang ikan pari yg dimanfaatin spt itu tapi dimana tepatnya kejadian itu belum tahu

  • Donnie
    January 31, 2007 at 1:40 am

    mungkin negara kita butuh “sutradara” sekelas Ed Zwick , Spielber ataupun Scorsese itu. Orang yang tau betul kerjaannya

  • crushdew
    January 31, 2007 at 8:44 am

    keknya pelemnya bagus Pak..thx resensinya…

  • kw
    January 31, 2007 at 9:55 am

    menyedihkan sekali postingan kali ini. speechless jadinya

  • bebek
    January 31, 2007 at 10:10 am

    kok bisa sedalam itu yahh uraianmu tentang film yang aku pikir simple… ck ck ck… mikirmu jauh sekali kang πŸ˜€
    hebaaad.. πŸ˜€

  • kenzt
    January 31, 2007 at 10:24 am

    kayaknya paragraf ke dua, ada kata-kata yang berulang itu pak: “bisa merupakan bisa merupakan”.

    Jadi agak ga enak bacanya.

    Kalo saya liat sih sebenernya awalnya tulisan ini tentang blood diamond, tapi kok secara keseluruhan isinya jadi rancu dengan kehidupan anak jermal yah? kenapa tidak fokus? katakanlah anda membahas tentang kehidupan anak Jermal menjadi sebuah tulisan tersendiri keliatannya lebih menarik dan tidak membingungkan tulisan anda sendiri yang berjudul Blood Diamond tersebut.

    Sekedar secuil saran dari saya karena secara keseluruhan saya suka dengan tulisan-tulisan yang ada di blog anda ini.

    Selamat menulis pak, semoga bisa menjadi sutradara yang baek.

  • Iman Brotoseno
    January 31, 2007 at 11:36 am

    kenzt baik,
    terima kasih atas sarannya, memang saya bukan penulis yang baik dan terstruktur seperti membaca catatan pinggir Gunawan Mohamad, atau sebuah reportase kang pepih nugraha. Tapi biarlah jalan pikiran saya melompat lompat , liar mewartakan sebuah gagasan. Saya memang punya style penulisan yang ‘ bodoh ‘ untuk selalu merangkaikan berbagai topik yang mempunyai benang merah yang sama. Bagi saya Blood Diamond, dan Anak Jermal mempunyai kisah kekerasan yang sama, terhadap anak anak.Hanya dinbedakan ruang waktu, tempat dan cara kekerasan itu. Intinya sama, bahwa anak anak itu telah kehilangan masa kecilnya yang indah. Semua itu ternyata merupakan sebuah komposisi hidup yang tragis.

  • endangwithnadina
    January 31, 2007 at 11:59 am

    tadinya berharap baca resensi filmnya yg komplit,ternyata memaknai lbh dalam. Saya seneng bacanya, cuma…kok yg diambil contoh anak2 itu, jadi gak bisa tidur nih mas…tolong dong jgn dimuat fotonya…nangis saya nanti…
    btw, ini saya yg nanyain mas agusti tadi..iseng kok,cuma kenal istrinya aja…

  • rievees
    January 31, 2007 at 12:10 pm

    Blum liat film nya…
    Tapi jadi penasaran pengen nonton =)

  • alaya
    January 31, 2007 at 12:35 pm

    sometimes i wonder if god ever forgive us for what we’ve done to each other…
    then i look around and i realize… god left this place a long time ago.

    — dari blood diamond

  • Yudhis
    January 31, 2007 at 2:52 pm

    realita yang dekat dengan kita seperti ini dan terus menerus hadir dalam keseharian, membuat saya selalu berdoa dan berdoa agar Yang DiAtas sana menjaga si cantik dan tentuya memberikan jalan terbaik bagi mereka yang masih membutuhkan pertolongan…

  • -may-
    January 31, 2007 at 5:28 pm

    Senangnya baca kalimat ini:

    “Tugas seorang sutradara adalah telling a story. Ia harus sensitive dan memiliki hubungan emosi dengan komposisi gambar yang diciptakan”

    Tiap kali menonton film, atau membaca buku, yang pertama kali saya cari ya ini: what is the hidden message, and how this media tell that story to the audience.. πŸ™‚

  • Larasati
    February 1, 2007 at 12:33 pm

    waduh..miris aku baca ini, plis jangan dimuat potonya…malah nanti jadi sangat jelas tergambar komposisi realita kehidupan yg nggak adil

  • za
    February 1, 2007 at 1:14 pm

    weh…jgan jgn itu ikan pari yang dikutuk ma ibunya mas….??? πŸ˜›

  • pitik bertanya
    February 1, 2007 at 2:42 pm

    sik..sik..sebentar..anak2 jermal itu dimana tho?

  • bebex
    February 2, 2007 at 1:24 am

    koq bebex biasa ajha yah nontonnya…
    lebih tertarik pas ngeliat perjuangannya si solomon vandy nya malah..

    seorang yang bisa menyampaikan arti sebuah kebodohan ternyata sangat berdekatan dengan keberanian

  • Alex Ramses
    February 3, 2007 at 7:35 am

    MEskipun kadang pembuat film terkesan mengeksploitasi penderitaan orang lain untuk tujuan komersial, tapi mereka tetap kita butuhkan baik sebagai pembawa kabar ataupn sebagai penghibur.

    Tapi ekspliotasi yang keterlaluan seperti mengambil gambar anak2 yang sedang menyetubuhi ikan,,, itu keterlaluan, apalagi cuma dibayar 150 ribu rupiah. Bahwa di dunia ini ada anak2 yang diperlakukan tidak semestinya seperti itu memang dunia harus diberitahu, tapi caranya?

    Anda bikin dong film yang manusiawi dan tidak kehilangan keindahan nilai estetika serta mengandung pesan moral yang bisa dipertanggungjawabkan.

    Ditunggu ya film layar lebarnya,,,

  • Iman Brotoseno
    February 3, 2007 at 11:07 am

    alex ramses,
    Memang dalam film dokumenter, sering memberi suatu kontroversi. Karena film doumenter kadang kala ( dan harus ) menyampaikan suatu potret asli kehidupan. Tidak boleh ditambahi, dipercantik, atau dikurangi. Ini berbeda dengan layar lebar,sinetron, iklan, musik klip yang ada unsur dress up atau setting. Sebuah film dokumenter tentang tragedi trisaki/semanggi membuat pembuatnya dikejar kejar intel, dokumenter mengenai pemerkosaan di Bosnia ( dan itu jelas difilmkan ) membuka mata dunia tentang rezim Serbia, dokumenter tentang Timor Timur masih ditolak penguasa di Jakarta untuk masuk ke Jiffest baru baru ini,begitu juga dokumenter mengenai pembantaian suku kurdi di Iraq oleh sineas Itali. Selalu ada orang yang tidak rela, tetapi itulah film dokumenter. Bagi seorang sineas dokumenter ‘ cara ‘ atau metode bagaimana ia mendapatkan gambar adalah suatu perjuangan yang dihormati di kalangan pembuat film. Akibat dari penayangan itu adalah lain soal. Masih ingat periode tahun 80an orang Amerika yang kawin dengan Obahorok, kepala suku Dani, walau hanya setahun tinggal di pedalaman Irian Jaya. Ia melakukan dengan tujuan membuat riset dokumenter yang bisa membuka tabir suku suku pedalam di Irian Jaya, yang mana tindakannya dicela oleh orang orang Indonesia. Ini bukan masalah etis, salah atau benar. Saya melihat bagaimanapun metode penyampaian film dokumenter harus mewartakan apa yang harus diwartakan, seburuk apapun. Setragis apapun. Hasil penyampaian film itu diharapkan akan membuka mata hati manusia.

  • joni
    February 4, 2007 at 12:03 am

    hmm… memang manusia bisa berubah fantasi seksualnya karena keadaan, seperti anak jermal..
    tragis memang.. potret gambaran yang sebenarnya..

  • jt
    February 8, 2007 at 9:15 am

    cilakanya, anak-anak jermal itu musti ndak sadar dengan apa yang mereka lakuken. betapa sedihnya ketika cermin kemurnian dihancurkan…

  • Sandy
    February 23, 2007 at 2:17 pm

    Miris membayangkan soal anak jermal itu.. *sigh*

  • Melyssa Ford
    January 24, 2008 at 2:25 am

    Hi there…Thanks for the nice read, keep up the interesting posts..what a nice Wednesday . Melyssa Ford

  • Marco Feindler
    March 5, 2008 at 6:03 am

    Crazy, this is very usefull, thx-

  • tyo
    November 3, 2008 at 12:21 pm

    saya sdh nonton kedua film tersebut (blood diamond & departed).emang keren, apalagi (blood diamond) sangat menggambrkan sisi gelap eksploitasi anak seperti banyak tjd d indonesia. kemiskinan jd alasan klasik di negeri ini untuk melegalkannya. saya tertarik dengan film dokumenter tentang kehidupan anak jermal di tengah laut.bisakah saya mendapatkanya? bagaimana caranya? thanx

  • escoret
    August 10, 2009 at 6:06 pm

    jermal…pilm wajib di tonton nich…

Leave a Reply

*