BETAPA TIDAK MENARIKNYA BANGSA INI

Een natie left niet van brood allen ( suatu bangsa tidak hanya hidup dari roti ) – Soekarno

Hari hari lebaran membuat Jakarta dipenuhi oleh pengemis yang tumpah ruah di pinggir jalan raya. Keluarga ‘gerobak ‘ demikian saya melihatnya, karena sekeluarga, dari bayi sampai ibunya tidur di gerobak pemulung yang ditarik oleh seorang laki laki ( entah suaminya ) ke penjuru kota mengharap belas kasihan dari manusia manusia metropolitan yang mendadak menjadi dermawan. Tergambar kepalsuan dari kelap kelip lampu kota metropolitan, wajah wajah muram dan kesepian dari mereka yang menengadahkan tangan pada mobil mobil yang beringsut lambat dalam kemacetan. Sementara koran ditangan saya memberitakan orang orang di Kuala Lumpur, Singapore berdemo di depan kedutaan besar kita, memaki maki negeri kita karena kabut asap kebakaran hutan telah mengganggu kualitas hidup mereka yang ‘ gemah ripah loh jinawi ‘. Tiba tiba saya melihat bangsa yang terpuruk dan menuju ke jurang kehancuran. Tak ada lagi yang harus dibanggakan, kemakmuran juga bukan national pride. Sejak kecil kita dicekoki dengan pemahaman bahwa bangsa ini kaya raya dengan sumber alam yang melimpah, bahkan tongkat bisa tumbuh di tanah air bumi pertiwi ini. Lagu Koes Plus Kolam Susu yang menggambarkan betapa bahagianya tinggal di surga Indonesia, mungkin sudah harus berganti dengan kolam lumpur di tanah bencana Porong Sidoarjo.

Bung Karno pernah menulis dalam di tahun 1920an,bahwa begitu miskinnya bangsa Indonesia dan hanya sanggup hidup dengan uang sebenggol sehari, dan kini hampir seratus tahun kemudian, kiasan itu masih relevan dengan situasi saat ini. Bagi mereka 20 persen yang hidup makmur di kota tak pernah membayangkan betapa miskinnya 80 persen sisa lainnya yang mengais ngais dan mencoba bertahan di pelosok pelosok negeri ini. Ketika Orde lama tumbang, ia meninggalkan hutang luar negeri yang hanya 3 milyar dollar ( 2 milyar dollar untuk membuat angkatan bersenjata Indonesia disegani di Asia dan sisanya untuk pembangunan infrastruktur kebanggaan nasional seperti stadion utama senayan, waduk jatiluhur, Tugu Monas, Hotel Indonesia dll ). Sementara sampai sekarang hutang luar negeri sudah mencapai 700 milyar dollar , tanpa ada yang tahu buat apa uang sebanyak itu kecuali memuaskan segelintir manusia manusia serakah, yang mustahil akan mampu terbayar sampai beberapa generasi anak cucu kita.

Jaman Bung Karno mungkin setidaknya lebih baik, walau miskin tetapi kita mempunyai kebanggaan nasional yang kuat. Justru kita yang berani memaki maki Amerika dengan slogan ‘ Go to Hell with your aid ‘, atau ‘ gayang Malaysia ‘ yang membuat Tengku Abdul Rahman dan Lee Kuan Yew ketakutan setengah mati. Sementara sekarang SBY buru buru menelpon Singapura menunduk meminta maaf, begitu kedutaan besarnya di demo. Ini bukan masalah siapa yang salah, ini masalah harga diri bangsa. Ahmadijenad dari Iran tak pernah bergeser dari kebijakan nuklirnya, walau Amerika dan negara negara Eropa menudingnya sebagai salah satu poros setan. Sudah miskin, tidak punya harga diri. Sungguh betapa tidak menariknya bangsa Indonesia ini.

You Might Also Like

10 Comments

  • obeems
    October 27, 2006 at 2:02 am

    alow numpang mampir
    stujuh tuh minimal si BK sendiri punya kharisma di mata2 negara2 asing…di luaaar toh tiap pemimpin bangsa ada negatif positifnya

  • Anonymous
    October 27, 2006 at 12:17 pm

    Mas Iman,

    Indonesia sedang terpuruk? okey!
    Indonesia yang tak punya harga diri? Boleh! Indonesia sedang menuju kehancuran? Masih okey! Gak masalah, memang kenyataannya begitu.

    Tapi….Pagi ini saya senewen membaca tulisan Anda..Karena tulisan2 seperti ini sudah menjadi kebiasaan dalam media bangsa, membuat saya jadi meluap.

    Sebagai individu apa sih manfaatnya bagi bangsa ini jika yang kita potret selalu sisi buruk dari bangsa ini? Apa sih pengaruhnya?

    Oh, kejujuran agar kita mau belajar dari keburukan itu? Go to the hell itu kejujuran!! Mengapa tidak belajar dari sisi sebaliknya, dari sisi2 positif bangsa ini. Sedikit saja sisi positif itu, tanah kita kaya dan luas, punya semangat kekeluargaan, ramah, dan memiliki etos pedagang. Aku yakin, dengan mananggalkan gaya bahasa orde baru, bangsa ini akan jauh leih gemah ripah loh jinawi bila sisi positifnya lah yang kita gali.

    — Evi

  • dian mercury
    October 28, 2006 at 6:39 am

    gimana kalo hire expatriates aja buat mimpin bangsa ini lol…pengennya anaknya seperti bapaknya. megawati. tapi..jauh banget yak. keberatan gelang kali.

  • maneka
    October 28, 2006 at 10:40 pm

    aku jadi inget bukunya amarta sen, the argumentative indian,dia lumayan jujur cerita tentang india, reasoning culture, anti imperialism, culture tradition (tagore dan satyajit ray).sekaligus juga dia cerita masalah inequality, kemiskinan dan juga political riot. ga ada yang salah sama tulisan ini.sama seperti nonton salam bombay dan born into brothel, jujur 🙂

  • udin
    October 30, 2006 at 1:50 am

    semangat kekeluargaan sama etos berdagang udah menguap entah kemanaa mbak
    wong di ingetin ama keburukan aja gak berubah-berubah tuh

  • bucin
    October 30, 2006 at 5:22 pm

    justru ketidak-menarikan bangsa ini lah yang membuat saya tertarik.

    aneh ya… 🙂

  • ikman
    October 31, 2006 at 1:14 pm

    Mungkin kita bisa berfikir lebih arif tidak hanya menonjolkan emosi dan kebanggaan sesaat sebagai sebuah bangsa. Bisa saja SBY atau tokoh Indonesia berkata tegas anti Amerika atau Singapore tetapi coba bayangkan dampak secara menyeluruh. Tentunya Amerikan akan bereaksi memembargo ekonomi beberapa perusahaan dan bank-bank milik Amerika dan negara barat akan ditutup, perekonomian mandek, bursa effek agan tersendat, DAN………….
    BERAPA RIBU PEKERJA yang akan di PHK, berapa puluh ribu keluarga dan anak2 kecil terlantar dan putus sekolah karena bapak mereka berhenti bekerja.
    Mungkin itulah pertimbangan tokoh-tokoh bangsa ini tidak bertindak “terlalu” keras. Karena kita hanya negara lemah yang disana sini tergantung dengan negara lain.
    Lain halnya bila kita mampu setegar Cuba, Iraq (walau akhirnya tumbang), dan Korea Utara yang masih survive walau di embargo
    Masih banyak sesuatu yang jadi pertimbangan ketimbang kebanggaan harga diri sesaat!

    Chai yo!

  • Iman Brotoseno
    October 31, 2006 at 1:47 pm

    setuju, hanya ada caranya bagaimana menegakan harga diri bangsa, sesuatu yang sudah lama hilang. Ketika malaysia menolak resep IMF dan memakai konsep mata uangnya dipatok, banyak mengira ia akan ambruk, Nyata justru IMF mengakui resepnya Mahatir justru ampuh. Sementara banyak negara yang tunduk pada resep washington seperti Argentina, Indonesia justru jatuh ke jurang kemiskinan. Lihat sekarang argentina, dia menyatakan ‘ ngemplang ‘ tidak mau bayar hutang nya. No problem. Bolivia melakukan nasionalisasi ( bukan menguasai, hanya komposisi keuntungan yang lebih besar buat negara ) tanpa harus menutup perusahaan minyak asing. Dan buruh buruhnya tetap bekerja. Saya tidak yakin mereka akan mengembargo Indonesia, dengan potensi jumlah penduduk yang besar m bagaimanapun juga Indonesia adalaah pasar mereka bagi penjualan mobil mereka, elektronik, consumer goods, makanan dsb. Look China, India , siapa yang rela mengembargo dengan potensi kehilangan pasar bagi produk produk barat.

  • susan
    November 6, 2006 at 5:20 pm

    maaf..
    Perekonomian Indonesia memang terpuruk..
    Hukum Indonesia sangatlah buruk.. (implementasi dr semua peraturan “just a bulshit”.. )setidaknya menurut saya..
    MoraL bangsa sudah hilang entah kemana..

    Tp, saya yakin.. “The sun will shine..” selama dlm diri kita masing2 msh tersisa sdkt kepedulian, setidaknya pada orang2 terdekat dan lingkungan di sekitar kita, itu saja.. 🙂

  • singapore tour
    December 8, 2007 at 9:59 am

    i am looking for information on singapore , i heard that they planning singapore to be the monte carlo of the east – anyway i wish you all the best on your post

Leave a Reply

*