Naturalisasi

Stadion kebanggaan Bung Karno malam itu kembali bergemuruh. Suasana memerah di tribun atas karena flare dan kembang api memuntahkan bias sinar merah disana sini. Sekitar 65 ribu penonton bersorak sorai ketika untuk kedua kalinya, aksi penalti Bambang Pamungkas menjebol gawang Thailand yang dikawal Kosin alias Sintaweechai Hathairattanakool, mantan Penjaga gawang Persib Bandung.

Indonesia dan Thailand memiliki sejarah panjang persaingan sepak bola. Kedua duanya sudah malang melintang di kawasan Asia ketika Arab dan Jepang masih takut takut menendang bola. Pemain Indonesia biasa melayani adu keras dengan pemain Thailand.
Iswadi Idris, mantan kapten Indonesia era 70an sering adu bogem, dengan playmaker Thailand, Niwat Srisawat. Bahkan dalam SEA Games 1977 di Kuala Lumpur, pertandingan dihentikan karena kedua tim adu pukul, dan Indonesia menolak melanjutkan pertandingan, sehingga kalah WO.

Tak ada yang berubah suasana stadion lingkar gelang pertama di dunia ini. Bangku bangku panjang kayunya masih sama 34 tahun lalu ketika pertama kali dibawa ayah saya kesini. Saya yang masih kecil terkagum kagum menyaksikan final penyisihan pra Olimpiade antara Indonesia dan Korea Utara tahun 1976. Sekaligus mendapatkan insight hebat, bagaimana sepakbola bisa membuat bangsa menangis, terutama saat Indonesia gagal memenangi pertandingan saat itu.
Kini malam ini saya kembali terkagum kagum bagaimana pemain Indonesia tidak membalas permainan keras, walaupun beberapa kali diterabas, digaprak oleh pemain pemain Thailand. Hanya tinggal penonton yang memaki sumpah serapah. Konon pelatih anyar asal Austria itu yang mengharamkam permainan kasar. Menjadi masuk akal, karena permainan kasar bisa menjadi pemicu kesalahan kesalahan yang tidak perlu. Ujung ujungnya malah kalah.

Untuk sesaat sepakbola menjadi obat mujarab atas penyakit kronis bangsa. Korusi, ketidakadilan, politik carut marut dan kemiskinan. Kita bisa sejenak melupakan Gayus dan FPI. Kita bisa rehat dari pemberitaan DPR. Saatnya bersorak dan menatap wajah wajah ganteng pemain impor kita. Sudah lama timnas kita tidak menang berturut turut dalam pertandingan Internasional. Sesekali kita bisa merasakan kebanggaan jadi bangsa Indonesia. Tentu saja lewat sepakbola.

Irfan Bachdim menyihir masyarakat pada waktu yang tepat, ditambah wajah ganteng, walau sebenarnya kemampuannya tak terlalu luar biasa. Pemain Indo dalam sekejab menjadi bintang yang mengalahkan bintang bintang lama seperti Bambang Pamungkas misalnya. Stadion juga didatangi para gadis gadis, yang berteriak histeris memanggil pemain blasteran Belanda Malang ini. Padahal dulu Stadion Bung Karno sebagian besar disesaki para laki laki.

Ada yang salah ? tentu tidak. Dari dulu sampai sekarang , pesohor sepakbola selalu identik dengan wanita dan kemashuran. Tahun 50an, Indonesia memiliki kiper timnas blasteran Belanda yang juga berwajah ganteng. Van der Vin namanya. Ia kerap membonceng gadis gadis dengan motor Harleynya ketika menuju klubnya UMS, di lapangan Petak sinkian. Bedanya dengan Irfan, justru Van der Vin pergi meninggalkan Indonesia, menuju tanah air ayahnya karena eksodus besar besaran warga Indo menuju Belanda.

Salahnya adalah tiba tiba orang melihat , naturalisasi menjadi jalan pintas juru selamat persepakbolaan Indonesia. Hari ini Badan Tim Nasional menyatakan, sudah menyiapkan 5 pemain lagi – beberapa diantaranya keturunan Afrika – untuk di naturalisasi. Tergantung keputusan pelatih, apakah masih membutuhkan atau tidak.

Untuk urusan sepak bola, Naturalisasi juga membuktikan ketidakpercayaan pada sistem pembinaan dan kompetisi sendiri. Untung Irfan masih ada darah Indonesianya dari ayahnya. Apa kata almarhum Iswadi Idris, kalau melihat tim nasionalnya terdiri dari berbagai bangsa Amerika latin, Afrika dan Eropa. Mungkin pendapat itu juga salah. Dalam era globalisasi ini, siapa perduli dengan batas batas nasionalisme. Portugal juga tidak perduli kalau Deco aslinya warganegara Brazil. Demikian juga pemain asal Afrika atau Polandia di timnas Jerman. Bangsa Jerman dulu selalu bangga dengan kemurnian ras arya dalam timnasnya.

Kalau di Amerika menjadi warga negara sana, melalui proses panjang. Dari permanen residen dulu baru akhirnya ditetapkan oleh pengadilan. Biasanya ramai ramai para imigran diambil sumpahnya oleh hakim. Jika dibanding cabang olahraga lain, sepakbola memang punya hak yang beda. Bahkan Bulutangkis yang notabene cabang olahraga popular tidak bisa mendapatkan privilege itu.

Sebenarnya proses di Indonesia juga tidak mudah. Pahlawan bulutangkis Ivanna Lie sampai pensiun masih saja kesulitan mendapatkan warga negara Indonesia. Sementara Susi Susanti, baru mendapatkan SBKRI tahun 1996 setelah 8 tahun menunggu. Padahal ia lahir, besar dan berjuang untuk Indonesia. Pelatih Tong Sin Fu harus kembali ke Cina karena permohonannya menjadi WNI tak pernah ada kejelasan.

Tapi mau bagaimana, bukankah jalan pintas merupakan bagian gaya hidup orang Indonesia. Partai politik juga biasa merekrut artis artis sebagai calegnya daripada membina atau memajukan kader kadernya sendiri.
Siapa tahu gaya naturalisasi ini akan menginspirasi induk organisasi atletik, untuk mengadopsi atlet Kenya untuk membela Indonesia di cabang lari jarak jauh. Juga mengimpor atlet catur dari Russia atau atlet tinju dari Kuba.

Ternyata apa yang saya lihat di Senayan menunjukan memang sorak sorai penonton yang tak perduli darah apa yang mengalir di dalam pemain timnas. Cuma satu darah Garuda yang mengalir. Seperti pernyataan Gonzales, yang mengatakan merinding saat menyanyikan lagu Indonesia Raya. Entah benar atau hanya basa basi.
Tapi saya percaya kadang ada orang orang asing – yang belakangan jadi WNI – sedemikian cintanya pada tanah air Indonesia ini melebihi orang orang asli Indonesia sendiri. Princen, Romo Zoetmulder , MAW Brouwer, Drost demikian juga Van der Vin.
Dan semalam saya merasakan ayah ada disebelah saya, sambil memakan kacang rebus, dan berteriak teriak memberi semangat penyerang Indonesia saat itu, Risdianto. Mungkin dia akan kebingungan melafal nama Gonzales. Bukan orang Jawa , Batak , Sunda atau Makasar. Tapi itu hanya sekejab. Ketika Gonzales dengan cepat melesatkan bola ke gawang lawan. Pasti hanya satu teriakan di benak ayah. “ Indonesia……….!!!!! “

foto Gonzales : Kaskus

You Might Also Like

19 Comments

  • hedi
    December 9, 2010 at 12:35 pm

    pengen ada naturalisasi penonton cewek hahaha

  • Ajeng Lembayung
    December 9, 2010 at 12:44 pm

    Oom.. ralat sedikit, bukan SKBRI, tp SBKRI- Surat Bukti Kewarganegaraan Indonesia. 🙂
    Err,, dan biasanya SBKRI itu cuma nyangkut alias lebih dipermasalahkan di warga negara yang keturunan Tionghoa.

    Dan sampe sekarang, biarpun orang-orang di timeline saya berkicau soal naturalisasi, tapi saya masih gak ngerti-ngerti arti makna naturalisasi, terutama dalam konteks olahraga. 🙁

  • DV
    December 9, 2010 at 12:47 pm

    Sengsara ada batasnya, itu barangkali yang dipikir mereka, Mas 🙂
    Jadi ya mau gimana lagi, jalan pintas… naturalisasi…

    Saya baru berpikir bahwa para artis selebritis itu mending ditarik untuk jadi pemancing naturalisasi pemain sekaliber CR-9 atau Rooney ya 🙂

  • orbaSHIT
    December 9, 2010 at 12:49 pm

    plus vesser alias moh. idjon jambi salah satu dedengkot pendiri RPKAD,multatuli dan orang belanda juga tapi lupa namanya pendiri KKO TNI-AL..mereka ini membelot ke republik dan menghianati negeri asal kelahiran berjuang demi tanah air baru mereka indonesia..ironisnya mereka justru lebih NASIONALIS dari para “bumi putera” nya 🙁
    correct me if i’m wrong in here….”bumi putera” selain dikenal dunia luas dengan “senyuman dan keramahannya” terkenal juga dengan keras kepala,susah diatur,mengedepankan jalan pintas dalam meraih sesuatu,tidak tahu malu dan tidak disiplin…karakter “resesif” inilah yang kita semua lihat sehari-hari sekarang ini dan ini sangat merugikan karena berpengaruh terhadap produktifitas dan kwalitas kerja…BK benar dalam hal ini indonesia perlu NATION and CHARACTER BUILDING untuk melunturkan “sifat sifat jelek” mayoritas bangsa ini….contoh kecil di PSSI ada NURDIN KHALID 🙂

  • Aggy
    December 9, 2010 at 12:52 pm

    Kalau naturalisasi wasit atau pengurus bisa?

  • waterbomm
    December 9, 2010 at 1:08 pm

    kalo semuanya naturalisasi, penduduk aslinya cuma bisa bersorak sorai aja dong 😀
    jadi tim penggembira.. *nyiapin pom pom*

  • sapiterbang
    December 9, 2010 at 1:14 pm

    Panem et circenses

  • iman brotoseno
    December 9, 2010 at 3:06 pm

    Ajeng Lembayung,
    iya tipo….kemudian menurut saya Naturalisasi dalam konteks olahraga, itu selevel di bawah Warga negara resmi, semacam Green Card – Permanen residen di US, tapi belum fully citizenship. Seperti kasus pebulutangkis kita dulu, mereka punya paspor Indonesia, tapi belum jadi warga negara krn belum punya SBKRI. Tapi seingat saya jaman Megawati SBKRI sudah dihapus..Jadi sepanjang sudah punya KTP atau paspor Indonesia, secara hukum dianggap WNI.
    Hedi,
    Mari kita cari naturalisasi penonton cewek…kerja sama dengan TKW di Alexis kaleee

  • Kimi
    December 9, 2010 at 6:42 pm

    Naturalisasi emang jalan pintas. Mungkin Indonesia tidak mau kalah dengan Filipina (yang katanya) menaturalisasi delapan pemain. Well. 😀

  • Chic
    December 10, 2010 at 10:06 am

    Well, melihat Indonesia sesungguhnya ya ada di stadion itu sebenarnya… ayo Mas, ke GBK lagi.. seru! :mrgreen:

  • Sarah
    December 10, 2010 at 4:16 pm

    aku gag diajak nonon hiks

  • nicowijaya
    December 10, 2010 at 7:17 pm

    @sarah: aku juga sar.. hiks 😀

  • edratna
    December 11, 2010 at 8:12 pm

    Membayangkan mas Iman ikut teriak di stadion…
    Memang senang menonton sepakbola Indonesia akhir-akhir ini…keponakanku yang cewek juga rame2 sama temannya nonton di stadion…..

  • Sugeng
    December 11, 2010 at 10:12 pm

    naturalisasi asal tidak mengorbankan prestasi poemain likal yang baik sih gak masalah. Asal bmamangbenar2 bermutu dan bagus.
    Salam hangat serta jabat erat selalu dari Tabanan

  • popok
    December 14, 2010 at 5:16 am

    merinding baca paragraf terakhirnya om :’)

  • Zahir
    December 15, 2010 at 1:47 pm

    Saya juga gak setuju mas soal naturalisasi 5 pemain itu. Oke lah kalau blasteran. Tapi belakangan saya denger dialog di radio(saya lupa dimana), PSSI mau naturalisasi cuman buat menghilangkan gap antara pemain muda dan yang sudah uzur di timnas. Tapi hanya untuk itu dan selama itu pembinaan di usia dini akan diperbaiki. Terus di masa mendatang hasil pembinaan yang bakal dipakai. Efektifkah?

  • joe
    December 20, 2010 at 10:06 am

    negara-negara besar juga pernah melakukan naturalisasi kok, seperti Italia yang mengambil Camoranessi dari Argentinya, juga Portugal menaturalisasi Deco dari Brazil… Juga Jepang dengan Alex dari Brazil

  • Ann
    December 20, 2010 at 12:51 pm

    Udah gak sabar menunggu laga final lawan Malaysia

  • Dress My Cupcake Pom Poms - Fashion Dress Keren
    April 30, 2015 at 8:35 pm

    […] Naturalisasi – Iman Brotoseno | living in my viewfinder – 9 December 2010 . Naturalisasi . Posted by iman under: INDONESIANA; OLAHRAGA. Stadion kebanggaan Bung Karno malam itu kembali bergemuruh…. […]

Leave a Reply

*