TETAP SEMANGAT + IPANG WAHID

Saya mengenal sahabat yang satu ini pada tahun 1993 ketika saya masuk bekerja di Katena Films. Salah seorang crew Katena berbisik kepada saya,.” Dia keponakannya Gus Dur “. Hanya saja bayangan wajah pesantren sangat jauh dari penampilannya, celana kargo selutut dan sepatu ala Doc Martin. Hal yang tak mungkin lagi dilakukan sekarang, dahulu kadang dia juga ikut ‘ dancing ‘ di lantai disko untuk acara ‘wrap party ‘ seusai shooting yang pada jaman itu kerap dilakukan. Ya, Ipang adalah asisten sutradara kesayangan Gary Hayes , Phil Warhurst dan Bob Chappel, para dewa dewa sutradara iklan dari Katena films. Jaman itu saja saya sudah terkagum kagum melihat bagaimana rincinya ia membuat breakdown shooting yang sangat details. Tidak hanya membagi breakdown shooting sesuai frame, tetapi juga hal hal yang perlu disiapkan demi kelancaran produksi, seperti apa yang harus team art lakukan sebelum memasuki lokasi, barang barang props yang harus dibawa, pergerakan mobil produksi dsb. Membaca booklet breakdown shooting yang disiapkan dari laptop Acer miliknya terasa bermanfaat karena sudah merupakan lintas pemikiran sutradara, produser, art director dan location manager sekaligus. Sejak dulu ia sudah mengemukakan keinginannya menjadi sutradara, dan saya yang waktu itu menjadi produser pernah sekali mencoba menjualnya untuk iklan minuman energi, Lippovitan kalau tidak salah. Hanya saja gagal menembusnya, karena memang pada masa sebelum krisis moneter, sangat kecil kemungkinannya menjual sutradara local untuk iklan iklan thematic.

Setelah itu ia menghilang, dan menjadi freelancer di beberapa tempat sampai akhirnya saya dengar ia bergabung dengan Square Box, sebuah PH lain di bilangan daerah kota. Sampai suatu saat di akhir periode 1996 , ia datang mampir ke kantor kami dan menunjukan iklannya yang pertama, Metro department store. Saya melihat wajahnya yang berbinar binar, penuh semangat bahwa ia bisa mengerjakan iklan televisi pada akhirnya. Dan saya tak perlu menceritakan padanya, bahwa saya dan kolega produser saya lainnya, Salmiah Sani, hampir melabrak pada seorang art director ‘ bule ‘ yang dengan sinis dan sangat personal mencerca iklan itu. Saya sempat berkata pada Gary Hayes, “ Well, G ..the time for indonesian director its about to begin “. Beruntung Ipang memiliki produser seperti Stella dan Joe Seouw yang penuh dedikasi dan tak kenal lelah menjualnya kepada klien kliennya. Bahkan sejak iklannya Bank Danamon, Ipang telah menunjukan talentanya yang luar biasa sebagai sutradara iklan story telling yang mumpuni di Indonesia.

Cerita sepuluh tahun yang lalu itu, seolah tergambar sama dengan situasi saat ini, dimana pasar iklan yang marak di Indonesia, dipenuhi oleh sutradara sutradara asing baik yang resmi atau gelap bercampur dengan sutradara sutradara muda anak negeri yang menunggu kesempatan bereksistensi. Melihat mereka, serasa melihat calon Ipang Ipang baru yang akan meramaikan dunia film iklan kita. Hanya saja kesempatan itu terlihat sangat berat untuk bisa dicapainya. Sungguh ironis, para produser produser kita sangat kurang gigih memperjuangkan, memberi kesempatan anak anak muda yang penuh harapan ini. Kalau dilihat pertumbuhan jumlah sutradara local Indonesia dari tahun 1998 sampai sekarang, mungkin hanya sekitar 15 orang, padahal jumlah PH yang tercatat di data base kami sebanyak 108 perusahaan. Hanya ada segelintir PH yang mempunyai dedikasi untuk menciptakan sumber daya manusia baru, sementara PH PH lainnya hanya menunggu untuk mencaplok hasil ciptaan PH tersebut. Para produser kurang berani merekrut muka muka baru dari video klip atau yang baru lulus sekolah film untuk ditempa menjadi sutradara iklan. Fenomena ini tidak bisa disalahkan, karena banyak produser produser pemilik PH disini lebih sebagai ‘ tool of businessman ‘ bukan produser film seutuhnya. Banyak yang tidak memiliki background produksi, tapi hanya melihat peluang bisnis yang menjanjikan di industri iklan. Mereka hanya melihat dari kaca mata untung rugi, sehingga berinvestasi pada sumber daya manusia adalah pilihan terakhir. Bagi mereka lebih aman menjual sutradara yang sudah ‘ established ‘ atau sutradara asing sekaligus. Seandainya saja saya menjadi pelaku kebijakan yang memberikan ijin perusahaan film, saya akan membuat peraturan ‘ nyeleneh ‘, setiap perusahaan diwajibkan menciptakan setidaknya satu orang sutradara, sehingga dari 108 perusahaan yang terdaftar tadi kita mempunyai setidaknya 108 sutradara !

Namun semua itu masih mungkin terjadi dan saya tetap bersemangat untuk mewujudkan niat mulia ini. Ketika saya menulis editorial ini, Ipang masih mengirim pesan sms mengenai kelanjutan ide kami kami tentang saresehan klub sutradara, sebagai tempat ‘ sharing ‘ dan saling membantu terutama bagi sutradara sutradara pemula. Saya rasa baginya, membagi ilmu adalah ibadah, dan sebagai hamba Allah yang sholeh, ia tetap berkewajiban menjadikan sebagai salah satu bentuk kecintaanya kepada dunia film iklan. Dengan semangat semangat baru yang bermunculan dari teman teman produser untuk menumbuhkan bibit bibit sutradara, disamping juga kelompok kerja lainnya seperti DOP, art director, assistan sutradara dan sebagainya. akan memacu sikap profesionalisme para pekerja iklan, yang saat ini agak’ terlena ‘ karena sedikitnya pilihan yang ada. Karena bagi yang malas, tidak kompeten dan tidak ‘ performed ‘ akan tergilas dengan sendirinya dari industri film iklan. Terus terang, saya masih percaya dengan semangat ini.

You Might Also Like

2 Comments

  • uchie
    September 2, 2009 at 4:38 pm

    boleh tau jumlah PH di Indonesia sampai saat ini ada berapa ya?
    at least data tahun 2008 atau 2009…
    makasih ya infonya…

  • bobbie pw
    October 7, 2009 at 9:46 am

    mas ipang ,, keren dan bagus kebijakannya
    mas btw ajak2 produksi saya

Leave a Reply

*