Browsing Tag

Sitor Situmorang

Paris, sekali lagi

Pesawat Etihad yang membawa ke Paris mendarat mulus di bandara Charles De Gaule. Ini adalah perjalanan ke empat ke Perancis dan Paris masih saja mempesona. Paris adalah kota segala revolusi, juga kota cinta. “ Car la seine est une amante, et son amant est Paris “. Sungai Seine seorang kekasih perempuan dan Paris adalah lelaki yang bernyanyi. Paris memang tetap indah, dan jalan kaki berkeliling kota adalah kenikmatan. Orang Pernacis menyebutnya flaner. Keluyuran tanpa tujuan. Ya, Paris adalah kota flanerie ‘ berkeluyuran ‘ tanpa tujuan. Berkeluyuran, keliling kota melihat seniman jalanan, duduk di café café pinggir jalan, menghirup udara asmara yang lekat di setiap pojok kota.

Bagi warga Jakarta, mungkin tidak akan menikmati keluyuran jalan kaki di kampung besar Jakarta ini. Jalanan Jakarta yang tidak ramah bagi pejalan kaki. Trotoar yang dimonopoli pedagang kaki lima atau penjual tanaman. Jika ada yang kosongpun, sudah disesaki oleh pemotor premotor yang mencari jalan pintas.
Udara Jakarta yang panas berdebu, penuh pencemaran asap knalpot bus bus kota dan metromini. Pemandangan yang tidak menarik. Rumah orang orang kaya yang angkuh tanpa selera. Pertokoan tanpa seni. Mall mall menjadi menara gading dan gedung pencakar langit tanpa jiwa. Berjalan kaki di Jakarta bukan kesenangan.

Tapi di Paris, berjalan kaki adalah kenikmatan. Trotoar yang lebar dan bersih selalu mengundang orang untuk berjalan kaki. Tidak perlu tujuan. Tidak penting juga. Bangunan yang penuh estetika. Mall mall tidak ada yang semegah Senayan City, Kelapa Gading atau Taman Anggrek. Mereka tidak membutuhkan gedung pencakar langit di seluruh kota. Hanya satu blok tertentu saja. Sisanya dipenuhi apartemen, perkantoran yang bertingkat ala kadarnya. Cukup 5 sampai 8 tingkat.
Dibawahnya berjejeran toko. Ada toko kelontong, toko roti, restaurant, bioskop, café sampai toko sepatu. Sama sekali saya hampir tidak pernah melihat Carefour – sebuah brand hyper market Perancis – yang nyaris ada setiap 5 kilometer di tengah kota Jakarta. Ternyata, Carefour hanya di Paris sendiri hanya diijinkan beroperasi di luar kota. Bukan di tengah kota seperti di Jakarta. Tengah kota diperuntukan toko toko pedagang kecil.

Continue Reading

Sepenggal Kisah dari Medan

Medan mungkin adalah mini Indonesia sesungguhnya. Kita bisa melihat kebinekaaan di sana. Ada melayu, batak – Islam, Kristen, Hindu – juga Jawa, India dan Tionghoa. Menakjubkan, kita hampir tak pernah mendengar ada peperangan antara Batak Islam dan Kristen misalnya, atau bunuh bunuhan antara Melayu dan India, sebagaimana masa masa suram perang etnis dan agama di berbagai belahan negeri ini dulu.
Jauh sebelum masa sekarang. Dulu tahun 60an sudah ada pelari keturunan Sikh, Gurnam Singh yang merebut emas di Asian Games. Dia berasal dari Medan. Saya juga selalu mengagumi keuletan Nobon pemain bola eks PSMS jaman dulu.

Bagi saya, Sumatera Utara selalu spesial. Dulu ada wanita wanita Batak yang pernah mengisi ruang hati saya. Entah kenapa saya selalu pacaran dengan gadis Batak. Ada yang dari Sipirok, Karo dan Toba.
Kini dalam rangkaian blogshop minggu lalu, saya kembali ke Medan. Menjejakan kaki di bandara Polonia yang unik dan sekaligus menyeramkan karena terletak di tengah tengah kota. Grup musik lawas Bimbo bahkan pernah menciptakan sebuah lagu tentang penantian kekasih yang tak pernah datang di Polonia, karena pesawatnya jatuh. Yang lebih asyik, duduk mencicipi steak daging spesial restaurant Tip Top yang telah berdiri sejak jaman kolonial.

Bertemu dengan teman teman baru dari Medan selalu menyenangkan. Mereka wajah wajah blogger Sumatera Utara yang mewakili kebinekaan Indonesia. Komunitas Awak Medan yang dikomandoi Putra Nasution , juga Ronald dan blogger Bandung yang terdampar di Medan, Adam Soemantri membuat pelaksanaan rangkaian Pesta Blogger ini sungguh menggembirakan.

Continue Reading