Lebih dari dua puluh tahun yang lalu. Rhoma pernah meratap kepada gurunya, seorang Kiai. Hatinya cemas, bahwa ketika ia sedang menyanyi dia mendadak lupa dengan segala sesuatu. Juga dengan Allahnya.
“ Kenapa hal itu bisa terjadi Kiai ? Aku takut berdosa karena tak lagi zikir kepadaNya “.
Sang guru tersenyum. “
Itulah taqwa. Ketahuilah tanganmu yang memetik gitar itu berzikir. Juga spontanitas lagu dari mulutmu. Suara yang terdengar itu kehendakNya. Sang Kiai meneruskan. “ Kaum sufi akan berkata, Allah lah yang bermain gitar “. Rhoma menjadi tenang dan mendapat kekuatan baru yang mantap. Bang Haji demikian panggilan mesranya telah menghipnotis massa yang berdesak desakan berjoget menonton konsernya. Barangkali mereka tidak melihat sekadar superstar, tapi juga ratu adil, pahlawan dan panutan mereka.
Sejak tahun 1977, Bang Haji berani mengambil sikap berkampanye untuk partai Islam, ketika semua artis memilh berkampanye untuk partai penguasa Golkar. Ia sadar resiko dicekal penampilannya dari TVRI. Satu satunya televisi yang ada saat itu.
Kali ini Bang Haji berkampanye untuk kandidat Gubernur inkamben penguasa dengan stempel Islam.
Satu satunya yang membedakan, bahwa dalam kampanyenya dulu ia tidak menyerang Pemerintah apalagi issue Kristen dan golongan lain. Beberapa tahun kemudian ia juga tidak alergi berkampanye untuk Golkar dan duduk mewakili di MPR. Alasannya Golkar sudah islami sekarang.