Browsing Tag

Prabowo

Selamat datang Presiden Joko Widodo

Hi there, I’m Jokowi and I aint gonna write this bio in third person like every other well-known persons in Facebook. I’m 48 years old and I have 3 kids. Being a politician is maybe fastest way to make enemies ( seriously dude ). This is my only facebook account. Send me a message or give me a call and I’ll be glad to start up a conversation.
Bio itu ditulis beberapa tahun lalu ketika Jokowi mulai menyapa netizen. Sama ketika banyak orang meragukan apakah akun @jokowi_do2 benar benar milik dia, sang walikota Solo waktu itu. Dengan tegas ia menanggapi “ Inggih niki asli, saya sendiri Jokowi. Bener asli Jokowi. Saya kan kaskuser, gan “.

Dari update postingan diatas – yang diakui tulisannya sendiri – terlihat bagaimana Jokowi memangkas jarak dengan netizen. Sebagai pejabat publik, ia menjadi orang yang tak ada bedanya dengan kebanyakan warga lainnya. Secara emosional menciptakan kedekatan. Memakai kata kaskuser dan Gan berarti dia memahami anak muda. Ini logis karena sekitar 75 % pengguna social media adalah anak muda. Dalam kata sambutannya setelah penghitungan Quick Count tanggal 9 Juli kemarin. Jokowi menyebut relawan dan anak muda sebagai stake holder kemenangannya.

Mungkin Jokowi paham bahwa ada 32 juta anak muda sebagai pemilh pertama yang tak terikat dengan dogma dogma. Disinilah letak sifat anak muda. Dengan idealismenya, ia tak terikat sampai akhirnya menentukan kata hatinya. Onghokham pernah menulis, Idealisme pemuda adalah faktor mengapa mereka mudah bergerak, tetapi emosi emosi yang besar ini justru menjadikan mereka sebagai umpan peluru yang paling cocok dalam suatu revolusi. Partai dan isme apapun bisa memancing mereka atau menggunakan mereka. Khususnya apabila idealism dan emosi ini tidak didukung oleh pengetahuan dan sejarah. Pemuda seperti itu akan menjadi ‘ true believer ‘, seorang yang percaya tanpa argumentasi fakta dan pada dasarnya adalah psyche totaliter dan fasis.

Sebagian besar dari mereka adalah swing votters yang belum menentukan pilihannya, sampai pada akhirnya setelah sebulan perang informasi di social media , yang menuntun mereka pada pilihannya.
Lembaga survei Politicawave melakukan riset pada H-1 pencoblosan untuk melihat arah pergerakan undecided voters atau pemilih yang belum menentukan pilihan. Hasilnya, para pemilih itu berlabuh ke pasangan capres-cawapres nomor urut 2 Joko Widodo dan Jusuf Kalla Kesimpulan riset itu merupakan hasil pemantauan pada 5 Juli 2014 terjadi 172.961 percakapan tentang Jokowi-JK dan 109.510 percakapan tentang Prabowo-Hatta. Pada 6 Juli 2014, walaupun terjadi sedikit penurunan, jumlah percakapan tentang kedua pasangan capres masih tetap lebih tinggi dari biasanya, terjadi 168.897 percakapan tentang Jokowi-JK dan 98.135 percakapan tentang Prabowo-Hatta.

Continue Reading

Jika nasionalis menang. Islampun tak kalah

Panglima Kopkamtib, Soedomo di permulaan Februari 1977 mengumumkan empat hal yang tidak boleh dilakukan selama kampanye. Tidak boleh mengintimidasi lawan lawannya, tidak boleh menyerang kebersihan pemerintah dan pejabat pejabatnya, tidak boleh merusak persatuan nasional dan tidak boleh mengeritik kebijakan kebijakan Pemerintah.
Mungkin dia akan kaget jika melihat Pemilu saat ini. Mengkritik pemerintah, sudah bukan hal yang tabu. Prabowo sebelum mengusung Hatta Rajasa sebagai cawapresnya, gencar mengkritik kebijakan SBY yang dituduhnya neolib. Tapi yang paling berbahaya adalah pemilu Presiden ini. Tiba tiba telah memecah belah rakyat.

Barang kali ini adalah pemilihan Presiden yang paling dramatis dalam sejarah republik. Tino Saroengalo, seorang pembuat film documenter, menyebut pemilu yang paling banal. Saya menyebutnya, brutal.
Secara sistematis dirancang propaganda hitam untuk menghancurkan Jokowi. Kebohongan, fitnah, dan rekayasa. Secara massive, Jokowi dituduh sebagai komunis, kafir, zionis, anti-Islam, Kristen, memiliki orangtua Cina-Singapura. Konsep Revolusi Mental dituduh sebagai gagasan komunis. Di sepanjang proses pemfitnahan ini, diedarkan bukti-bukti rekayasa, seperti foto, akte kelahiran atau bahkan surat nikah palsu.

Di luar itu ada pula pembuatan tabloid Obor Rakyat, yang disebar di pelosok desa dan pesantren pesantren. Dibuat pula surat palsu Jokowi yang meminta penangguhan pemeriksaan oleh Jaksa Agung. Lalu transkrip rekayasa wawancara Megawati dengan Jaksa Agung untuk membebaskan Jokowi dari tuduhan kasus korupsi TransJakarta.

Pemakaian kanal kanal baru seperti Youtube, diunggah rekayasa wawancara dengan Jokowi yang seolah-olah disiarkan stasiun televisi internasional Bloomberg. Demi kepentingan Prabowo, dilakukan manipulasi dalam film Prabowo Sang Patriot, serta rekayasa pengunduhan video yang memuji Prabowo oleh ilmuwan terkemuka AS, Geoffrey Robinson.

Continue Reading

Dicari : Presiden

Leadership is a potent combination of strategy and character. But if you must be without one, be without the strategy. —Norman Schwarzkopf

Saat Bung Karno dibuang di Bengkulu. Ia memiliki ruangan yang penuh dengan buku buku yang dibawa terus sejak dari Ende, Flores. Bagaimana tidak, hanya buku buku yang dikirim kepadanya, bisa mengurangi rasa kesepiannya. Banyak yang datang meminjam buku buku tersebut, termasuk seorang anak residen Bengkulu.
Ia kerap datang dan meminjam buku buku dari perpustakaan Bung Karno. Suatu hari ia bertanya karena selalu memperhatikan Bung Karno yang rajin membolak balik halaman buku bukunya. Kenapa Bung Karno seperti giat belajar. Jawab Bung Karno, “ Orang muda, saya harus belajar giat sekali karena insya Allah saya akan menjadi presiden negeri ini “

Kok yakin sekali. Tentu ini bukan asal cuap. Sukarno memiliki segudang track record yang bisa dijual untuk menjadi pemimpin bangsa. Bersaing dengan pemimpin lainnya seperti Hatta, Syahrir atau Cipto Mangunkusumo. Jaman itu belum ada TV, internet, atau koran yang bisa mendongkrak calon calon pemimpin melalui iklan.
Sukarno juga memiliki mimpi untuk membawa rakyat dan negerinya menuju alam kemerdekaan. Bukan sekadar, ramalan. Walau tahun tahun sebelumnya di Ende dia sudah membuat naskah sandiwara berjudul ‘ Indonesia 1945 ‘. Kebetulan ? Entah juga.

Sukarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur dan Mega. Adalah Presiden Indonesia yang terjadi bukan karena kontribusi iklan. Karena situasi, mak jreng. Mereka jadi Presiden. Sukarno karena sudah dikenal, langsung secara aklamasi dipilih oleh peserta sidang PPPKI. Soeharto dipilih MPRS setelah Sukarno mundur. Habibie dan Mega ketiban jabatan karena Presidennya mundur. Gus Dur juga di luar dugaan, akibat kasak kusuk poros tengah. Padahal sehari sebelumnya protocol Istana dan Paspampres sudah berlatih simulasi pelantikan Megawati sebagai Presiden.

Continue Reading

Jangan Galak Galak

Jangan Galak galak. Teguran ini diucapkan SBY, konon kepada para purnawirawan militer yang menjadi petinggi partai. SBY juga merasa sakit hati jika dituduh curang dalam pemilu. Lebih lanjut ia membuat pernyataan counter, bahwa ia memiliki memori yang cukup kuat tentang apa saja yang telah dilakukan para jenderal jenderal itu di masa lalu. Hanya saja ia membiarkan untuk mengubur masa lalu demi membangun masa depan bersama.
Ada kesan. SBY balik menggertak. “ Gue buka rahasia masa lalu kalau lu ribut ribut tentang kecurangan pemilu “.
Jelas tudingan SBY ditujukan kepada Prabowo yang ditenggarai masih memiliki catatan kelam seputar penculikan mahasiswa, atau bahkan pembumihangusan Timor Timur atau Pam Swakarsa bagi era Wiranto.

Menarik bahwa keduanya menanggapi dengan santai. Siapa yang galak ? kata Prabowo sambil tertawa di markas besar PDI-P Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Ia hanya meminta transparansi carut marut DPT. Sementara Wiranto seperti biasa tanpa ekspresi tak berkomentar terhadap pernyataan bekas Kasospol jaman kekuasaannya dulu.

Sepertinya SBY harus lebih bijak menanggapi suara suara protes tetang kacaunya pemilu kali ini. Ini memang cacatan buram pemilu paling amburadul setelah reformasi. Sialnya, ini terjadi dalam pemerintahannya.
Wajar jika banyak pihak menyamai seperti patgulipat Golkar dalam orde baru. Tanpa berpretensi buruk . Kenapa juga ketua KPU yang mestinya harus netral, malah duduk bersama sama SBY di Cikeas mengawasi hasil pemungutan suara pada hari pemilu. Padahal semua orang tahu, Cikeas selalu diasosiasikan dengan markas Partai Demokrat.

Continue Reading