Browsing Tag

Nurani

Nurani NgeBlog

Banyak yang bertanya bagaimana sih caranya menjadi blogger yang baik. Baik disini mungkin diartikan sebagai blog yang rajin dikunjungi orang, atau secara ekspektasi menjadi seorang seleb blog. Ini memang pertanyaan sulit. Kenapa ?
Karena sejak awal saya hanya menebak nebak mengapa sebuah tulisan bisa membuat rasa keterikatan dengan pembacanya. Ada yang bilang tergantung isinya. Ada yang bilang harus memberikan gagasan atau kontribusi. Ada yang bilang ikutan komunitas blogger atau aggregator.
Tapi apakah mesti begitu ? Rasa rasanya tidak juga. Banyak blog blog yang isinya mungkin simple dan sama sekali tidak bicara mengenai sebuah gagasan, ide, ataupun topik topik pencerahan. Isinya hanya kopdar atau curhat tapi setiap kali posting pengunjung setianya bisa puluhan.

Jadi kepada mereka yang bertanya dan meminta diajari bagaimana menulis yang bagus. Maka dengan sejuta permohonan maaf, saya juga tidak bisa menjawabnya seketika. Bagi saya menulis adalah nurani, sebuah talent yang tidak bisa seketika dialihkan kepada orang lain. Ini serba sulit karena saya juga tidak merasakan emosi yang mereka rasakan saat menulis. Saya memang bukan guru yang baik. Namun saya mencoba menshare dengan sebuah pemahaman.

Menulis adalah seni yang dipenuhi dengan rasa, emosi dari penulisnya. Jadi walau hanya beberapa kalimat atau postingan remah remah tapi disana ada tautan emosi, nyawanya. Bisa jadi tulisan itu memberikan nafas bagi siapaun yang membacanya.
Ini juga bukan seperti belajar mengendarai mobil atau berenang misalnya. Dengan tekun berlatih, dijamin kita bisa berenang. Sementara sering menulis namun kita lupa menaruh nyawa itu itu disana. Mungkin tulisan itu hanya berupa coretan gersang. Hambar dan mati.

Continue Reading

Bismar

Bismar Siregar pernah dianggap suatu waktu, sebagai hakim yang kejam. Dia pernah mengganjar terdakwa pembunuhan dengan hukuman mati. Entah apakah waktu itu hukumannya dieksekusi atau tidak. Jika ditanya, ia mengatakan bahwa itu adalah keadilan yang sesungguhnya. Jangan membayangkan dia seorang yang garang. Pak Bismar bicara lembut dan sangat santun. Dia juga toleran. Sebagai muslim dia fasih mengutip ayat ayat injil untuk memberi sebuah analogi kasus.

Kenapa Bismar ? Karena kita terusik dengan keputusan hakim yang menjatuhkan hukuman hanya 4,5 tahun serta denda 250 juta untuk korupsi sebesar hampir 35 M yang dilakukan Angelina Sondakh. Dimana keadilan ?
Dengan kasat mata, semua bisa melihat bahwa ini tidak setimpal. Efek jera apa yang diharapkan ketika hanya dengan bersabar ‘ menunggu ‘ di penjara – itu kalau tidak dapat remisi, Angie akan keluar dengan status orang kaya.
Tentu saja dia bisa mendapatkan kembali privilegenya sebagai warga kelas atas dengan harta kekayaannya yang tetap melimpah.
Wacana pemiskinan para koruptor dan memburu harta yang dikorup untuk dikembalikan hanya pepesan kosong. Untuk kesekian kalinya kita tersandera oleh sesuatu yang disebut ketidakadilan.

Kalau sudah begini korupsi sudah menjadi soal teknis. Lolos atau tidak, di hukum berat atau ringan. Bukan lagi masalah etis. Seperti malu atau tidak.

Continue Reading