Sumpah Pemuda

Orang Indonesia memang terlanjur suka bersumpah. Dari sumpah pemuda, sumpah cinta, sumpah jabatan, sumpah dibaiat, sumpah perkawinan sampai sumpah pocong.  Ketika saya mengatakan sebuah fakta sebuah kejadian. Lawan bicara saya tidak merasa perlu untuk menyelidiki lebih dalam, kecuali memastikan. “ Sumpeeh Loe “.
Semuanya hanya sampah di mulut yang kadang kadang bisa dilanggar, dan sekaligus perlu.

Beberapa tahun silam, dalam sebuah perayaan peringatan hari Sumpah Pemuda di Gedung Joang, hadir Johana Tumbuan salah satu saksi hidup Sumpah Pemuda 1928 yang masih tersisa. Ia diundang untuk membacakan ikrar itu.  Keharuan menyeruak seluruh hadirin ketika dengan terbata bata ia membaca salinan yang sudah disiapkan panitia penyelenggara.  Sumpah Pemuda.
Kami bangsa Indonesia mengaku. Bertanah air satu. Negara kesatuan Indonesia.
Kami bangsa Indonesia mengaku. Berbangsa satu bangsa Indonesia
Kami bangsa Indonesia mengaku. Berbahasa satu, bahasa Indonesia.

Selama lebih dari 70 tahun teks itu yang dipercaya ooleh sebagian generasi bangsa kita. menjadi simbol perekat atas nama persatuan dan kesatuan bangsa. Padahal entah Johana lupa atau justru mengingatnya lekat lekat.
Ia yang saat itu masih berusia 17 tahun dikirim orang tuanya, petani kelapa dari Minahasa untuk sekolah di tanah Jawa, menjadi saksi Jong Celebes, Jong Java, Jong Sumatra, Jong Ambon dll berikrar. Bukan bersumpah.

Kami poetra dan poetri Indonesia mangakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Kami poetra dan poetri Indonesia menjoenjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Ini memang sepele kelihatannya, tetapi pemuda saat itu tidak bermaksud membuat sebuah Indonesia yang kaku dan menghapus kemajemukan mereka. Kita sendiri bingung karena isi teks selalu berubah ubah sesuai kepentingan penguasa.

Walau mereka mengakui kerinduan atas sebuah entity bangsa Indonesia, justru ada keengganan – waktu itu – untuk menerima bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.  Ini dapat dimaklumi bahwa sebagaian besar dari peserta kongres Pemuda waktu itu tidak menguasai secara fasih bahasa Indonesia.

Muhammad Yamin secara brilian berhasilkan menggolkan klausul bahasa ini, dengan dilandasi pemikiran bahasa melayu yang telah menjadi bahasa lingua franca hampir diucapkan seluruh nusantara dan semenanjung melayu bisa menjadi bahasa pemersatu.
Kelak Muhammad Yamin yang menjadi Menteri Negara menjadi konseptor kuat dibalik ide besar sebuah nation yang bersatu dari Soekarno.
Pertama kali pada tahun 1958, pemerintah secara resmi mengangkat Sumpah Pemuda sebagai momen kebangsaan yang harus diperingati seluruh negeri. Rongrongan separatisme, pemberontakan disana sini membuat perlu sebuah bungkus persatuan. Yamin juga tak keberatan teks Sumpah Pemuda – yang mana ia juga menjadi salah satu perumus – diubah redaksinya disana sini. Yang lebih penting ditambahkan kata Sumpah ( Harian Merdeka – 1958 )

Kami pemuda pemudi Indonesia dengan ini bersumpah bahwa :
1.    Kami putera puteri Indonesia mengakui satu tanah air, tanah air Indonesia.
2.    Kami putera puteri Indonesia mengakui satu bangsa bangsa Indonesia.
3.    Kami putera puteri Indonesia mengakui satu bahasa, bahasa Indonesia

Ini diteruskan oleh rezim orde baru yang begitu sakralnya menjadikan Sumpah Pemuda sebagai hal yang sakral. Justru pada pemerintahan reformasi, Presiden Habibie secara terbuka menyanggah bahwa Sumpah Pemuda tidak menghapus kemajemukan Indonesia. Sudah semestinya negeri tidak memberangus keanekaragaman atas nama persatuan.

Jika para deklarator Kongres Pemuda di Jalan Kramat Raya dulu masih hidup, tentu akan kaget kalau ikrar pengakuan mereka kelak menjadi sumpah yang tidak pernah bisa terwujud. Negara yang adil dan makmur.  Jangan bernain main dengan sumpah, karena itu merupakam komitmen dan tanggung jawab yang harus dipenuhi.
Bahkan kitab suci agama yang menjadi landasan sumpah jabatan ketika seorang dilantik memangku amanah publik, tidak bisa menuntut sumpah yang terlanjur diucapkan.

Kalau begini saya jadi teringat Sumpah pemuda versi kaos sablon yang pada masa masa reformasi banyak beredar di kalangan mahasiswa.

Kami mahasiswa Indonesia mengaku bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan.
Kami mahasiswa Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan.
Kami mahasiswa Indonesia mengaku berbahasa satu, bahasa kebenaran.

photo : under soeharto’s years

You Might Also Like

52 Comments

  • angger dewantara
    October 30, 2009 at 8:58 pm

    besok qta sumpah sumpahan yuk mas……….

  • Dixon
    September 4, 2010 at 10:06 am

    Amazing blog, saved your site for hopes to see more!

1 2

Leave a Reply

*