Kita tentu pernah menyaksikan kekerasan geng Nero, bagaimana gadis yang manis manis bisa berubah menjadi monster ganas yang memukuli junior juniornya. Selain itu ada tayangan dari sebuah sekolah terpandang di Jakarta Selatan, ketika para kakak kelas mengospek adik adiknya dengan cara yang menjijikan. Mereka – anak anak baru – disuruh memegang kemaluan teman disebelahnya, baik laki laki atau perempuan.
Beberapa tahun silam, Fifi Kusrini – siswi SMP Bantar Gebang Bekasi – mengakhiri hidupnya dengan menggunakan seutas tali, namun tak ada yan tahu kenapa ia mengambil tindakan nekad. Satu satunya petunjuk datang dari orang tuanya, yang mengatakan puterinya merasa malu karena sering diejek teman temannya sebagai anak tukang bubur.
Yayasan Sejiwa , sebuah lembaga swadaya masyarakat yang peduli dengan masalah kekerasan di sekolah melakukan penelitian bahwa ada sekitar 30 kasus bunuh diri di kalangan anak anak dan remaja yang dilaporkan media massa antara tahun 2002 – 2005.
Umumnya dianalisa penyebab kasus kasus itu karena problem ketidakharmonisan keluarga, kerapuhan psikologis dan masalah ekonomi. Namun ada yang dilupakan bahwa ada benang merah dengan keseharian mereka di sekolah, yakni sering diejek, disiksa atau ditindas oleh teman teman sekolahnya. Ini bisa dalam artian fisik atau non fisik.
Bentuk penindasan itu disebut Bullying. An act using power or strength to hurt a person or group of people verbally, physically or psychologically. Making the victim feel oppressed, traumatized and powerless.
Sebuah perilaku negatif yang sering dijumpai dalam pergaulan anak anak sekolah. Konon dianggap biasa, dan terkesan sepele namun perlahan menjadi penghancur pribadi si anak.
Aksi senioritas seolah olah memberi hak kepada kakak kelas untuk meminta jatah rokok, menganiaya adik kelas yang dianggap lebih cantik, sampai memaksa uang setoran setiap hari. Ini menjadi sebuah siklus ketika kelak si adik menjadi kakak kelas yang bersikap sama dengan apa yang telah dialami dahulu.
Tentu saja kita harus melihat factor factor x yang bisa membentuk perilaku bullying, seperti kekerasan yang dilakukan gurunya sendiri atau orang tua di rumah.
Tak sedikit pengaruh budaya kekerasan di televisi dan film. Dengan mudah kita menjumpai adegan jagoan menebas leher musuhnya sambil tersenyum dingin, majikan menyiksa pembantu atau ibu tiri yang sadisnya luar biasa di sinetron sinetron.
Ada beberapa kasus yang dijumpai di Nusa Tenggara Timur / Barat sebagaimana yang dilaporkan Plan International. Dalam sebuah diskusi kelompok seorang anak ditanya, “ Jika memiliki uang apa yang akan dibeli ? “ Ia menjawab akan membeli sepatu yang tebal dan tinggi karena kalau ditendang atau diinjak oleh gurunya akan berkurang rasa sakitnya. Artinya gurunya biasa menendang atau menginjak kaki murid muridnya disana.
Di Dompu – NTB, seorang guru menampar muridnya yang tidak bisa menjawab pertanyaan. Ketika petugas dari Plan International menanyakan, ia menjawab begitulah cara mendidik murid di sekolahnya.
Demikian pula bentuk kekerasan oleh orang tua, lingkungan sedikit banyak mempengaruhi sikap dan cara bertindak anak anak di lingkungan sekolahnya.
Pelaku bullying, sebagai provokator biasanya memiliki kekuatan dan kekuasaan atas korbannya. Ada rasa kepuasan secara psikologis dengan bisa menunjukan kekuatan atau pengaruhnya diantara teman temannya dengan cara menindas adik adik kelas atau teman teman sebayanya.
Tidak semua pelaku bullying melakukan ini karena kompensasi kepercayaan diri yang rendah atau bentuk sikap kekerasan yang pernah diterimanya. Bisa jadi justru karena ia tidak pernah dididik untuk bisa menunjukan empati , toleransi atau memahami perasaan orang yang dianiaya.
Korban bullying biasanya menjadi minder, prestasi belajar menurun, gelisah, tidak percaya diri, penakut, menangis, selalu melakukan apa yang diminta ‘ bully ‘, mimpi buruk, tidak mau bersosialisasi sampai minta pindah sekolah.
Dalam beberapa kasus banyak sekolah justru menolak mengakui kekerasan bullying terjadi di lingkungan sekolahnya. Walau banyak yang bersama sama lembaga swadaya masyarakat lainnya melakukan project pengembangan budaya anti kekerasan di sekolah. Seperti yang dilakukan dengan Yayasan Sejiwa bersama Plan International baru baru ini. Melakukan road show di sekolah sekolah, dan mengundang siswa siswa pilihan dari seluruh Indonesia untuk berkumpul dalam ‘ Young Hearts ‘ – Youth arts and media project , sebagai kampanye anti kekerasan di sekolah. Program selama 3 hari ini mengedepankan tema belajar tanpa rasa takut.
Selain minat fotografi – saya diminta terlibat di bidang ini -, puisi,musik, menulis, poster, juga termasuk memperkenalkan media blog sebagai bentuk kampanye anti kekerasan di sekolahnya.
Paman Tyo dan team dagdigdug. Zam , Dita serta Mas Wicak telah berbicara dan memberikan pelatihan tentang blog terhadap pelajar pelajar SMA tersebut di kampus Universitas Indonesia.
Memang tidak mudah membangun budaya anti kekerasan. Dibutuhkan pemahaman tentang rasa hormat, tanggung jawab, kepedulian, empati, toleransi, kasih sayang dan kerja sama dari anak anak sekolah.
Jika seorang siswa di ludahi, dibawa ke pojok WC untuk dipukuli, masa orientasi sekolah dengan menyuruh memperagakan adegan bersenggama sampai menghina menjadi kebiasaan. Jangan salahkan kalau kelak bangsa ini akan mewariskan pemimpin yang otoriter, menghalalkan segala cara serta masyarakat yang sakit. Berteriak kesakitan jika diinjak tetapi ganti menindas begitu berkuasa.
Sebagaimana kata Kahlil Gibran. Mereka adalah anak-anak kehidupan yang merindu pada diri mereka sendiri. Selama 3 hari program ‘ Young Hearts ‘ di kampus Universitas Indonesia, telah menunjukan masih ada anak anak Indonesia yang memiliki hati nurani dan moral. Sesuatu yang masih semestinya terus dipelihara sampai kapanpun. Karena mereka adalah anak anak masa depan, yang akan menjaga taman bunga negeri ini.
STOP BULLYING
Hai anak sekolah
Apa yang kau cari
Waktu kau gencet adik kelasmu
Ramai-ramai kau ejek si lemah
Sengaja kucilkan si pemalu
Memalak demi sebatang rokok
Reff :
Belum tentu, kamu lebih sukses
Dari mereka yang pernah kau tindas
Stop Bullying!
Kita bukan calon monster
STOP!
Hai anak sekolah
Apa kau tak malu
Tertawakan anak yang tak mampu
Ramai-ramai kau hajar si ngocol
Lalu kau ancam kalau lapor guru
Atau kau rasa sendiri akibatnya
stop bullying | Music CodesLirik : Diena Haryana
Aransemen : Seurieus
Photo ” Laughing is better than crying ” – Althea Ratu Paramitha ( SMA 68 )
Poster ” Haruskah kekerasan berlanjut ” – Fikriana A ( SMA Islam Dian Didaktika )
Poster ” Pikirkan kalau kamu yang tertindas ” – Andre Duta Prasetya ( SMA Islam Dian Didaktika )
56 Comments
sutno
March 21, 2010 at 5:54 amthnx for you’r blog
Berhenti Merokok
March 27, 2010 at 12:18 pmInfo yang menarik.
Agus Nizami
April 6, 2010 at 11:39 amSebenarnya pihak sekolah bisa meminimalisir hal di atas dengan menaruh CCTV. Polisi juga harus menindak pelaku pemerasan dan penganiayaan berdasarkan hukum yang berlaku.
Jika memang siswa berperilaku kasar, sekolah harus tegas memberi teguran, memanggil orang tua, dan mengeluarkannya dari sekolah. Jangan sampai nila setitik rusak susu sebelanga. Gara2 satu anak badung, yang lain jadi ikut2an dan akhirnya banyak anak ketakutan ke sekolah.
Ada pun untuk anak2 badung, harusnya ada sekolah khusus untuk mereka dengan penekanan akhlak, agama dan moralitas. Siapa tahu bisa berubah.
http://infoindonesia.wordpress.com/2007/11/23/smu-mana-yang-banyak-preman-dan-sering-tawuran/
jenni
May 11, 2010 at 9:05 pmsaya juga pernah di bully di salah satu sekolah swasta di jakarta. umur saya taun ini baru 13 tahun. saya dipukul dan di dorong ditangga oleh senior saya… akhirnya saya mengeluarkan diri karna tidak kuat dengan tekanan yg saya dapati disana.
dE
February 26, 2013 at 10:24 amBagi saya, definisi bullying sejati ada pada yang dilakukan FPI. Mereka adalah sekelompok orang yang secara sosio-ekonomi tidak berdaya – mereka tidak pintar dan juga tidak kaya – namun setidaknya dihadapan tuhan, mereka ingin membuktikan diri sebagai orang yang berarti, berfungsi, dan berpengaruh kuat dalam panggung masyarakat. Mereka tidak punya kontrol atas gangguan dari dunia barat mengenai islam, lantas ketidak berdayaan ini dialihkan untuk mengontrol apapun yang ada didepan hidung mereka, meski dengan keberanian yang hanya ditakar untuk mengganggu pelacur, atau memaksa menutup McDonald’s atau warteg ketika bulan puasa. Hanya orang tersakiti yang mampu menyakiti orang lain, hanya orang yang sudah sedemikian keras terhakimi mampu menghakimi secara keras orang lain. Ini memang bukan alasan, namun bisa menjelaskan kenapa.
Ada perbedaan antara kenakalan dan bullying. Tidak semua bentuk gangguan adalah bullying. Kita harus akui bahwa seringkali ganggu-mengganggu “hanyalah” masalah kenakalan dan ego tinggi, dan akui sajalah, tiap diri kitapun pernah melakukannya. Yang terjadi dalam kasus bullying adalah suatu penyakit psikologis, katakanlah seseorang bernama A yang punya kecenderungan kuat untuk membenci seseorang berperawakan lemah sebagai personifikasi luar dari seberapa tidak nyamannya si A sendiri dalam tekanan untuk menjadi kuat (entah karena bapaknya selalu mengejek dia banci dan harus kuat atau karena memang pikirannya sendiri punya konsep jantan yang harus berwujud seperti apa). Menariknya, disitulah the nature of mind: berusaha menkonkretkan mekanisme psyche yang secara hakikat tidak memiliki bentuk.
Rumah Belanja Muslim
November 26, 2016 at 4:44 pmStop bullying dengan memperkuat akidah, dan menanamkan akhlak yang Islami .. barakkallahu fikum ..