Senin subuh itu

Senin dini hari. Pertandingan Spanyol dan Italia baru saja mulai. Saya sudah mengerang kesakitan, karena nyeri luar biasa di bagian perut. Rasanya mual sekaligus perih. Tak tahan terus muntah muntah, sendirian naik taxi menuju Rumah Sakit MMC.
Dokter mengambil langkah menyuntik sejumlah obat obatan yang dimasukan lubang infus lewat pembuluh vena di tangan. Setelah itu membiarkan saya sejam tiduran di ruang UGD yang dingin sambil menunggu reaksi obat bekerja.
Ya, penyakit maag yang akut ini sudah tidak dapat berkompromi dengan tubuh yang semakin tua ini.
Sambil berbaring, sayup sayup saya mendengar suara seorang perawat di balik korden berbicara kepada dokternya atau temannya.
“ Ini Iman Brotoseno, sepertinya namanya pernah dengar..”
Ternyata ia seorang pembaca blog saya. Ia mengenali tulisan saya, mungkin untuk menemai malam malam panjangnya di ruangan UGD yang sepi ini. Menyenangkan karena selalu ada kejutan. Siapa yang bisa menyangka bahwa ide dunia tanpa batas itu benar benar terjadi di sebuah ruang UGD rumah sakit.
Sang perawat masih terus menemani saya menunggu obat di depan apotik setelah dokter memperbolehkan pulang.

Saya selalu ingin menduga apa yang dilihat si perawat setelah bertemu saya. Karena sama sekali tidak ada sebuah pretensi ketika saya menulis blog pertama kali, kecuali menuliskan sebuah gagasan dan membiarkan lompatan lompatan ide pemikiran ini keluar. Begitu saja.
Masalah bahwa bentuk tulisan kita membuat gambaran perspektif tentang diri kita adalah hal lain. Dan saya selalu takut bahwa orang salah menilai hanya karena membaca atau sok merasa tahu tentang kita. Padahal tidak sesederhana itu.
Kalau pernah membaca novel prosa lirik karya Linus Suryadi yang legendaris “ Pengakuan Pariyem “, yang masuk dalam 100 tulisan yang berpengaruh di Indonesia versi Majalah Tempo edisi peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional. Kita akan terhempas terhadap keluguan seorang babu, Maria Magdalena Pariyem atau Iyem asal Wonosari yang mengabdi pada sebuah keluarga bangsawan di Ngajogja.
Pengamat sosial Hotman Siahaan menyebutnya lugu yang menyimpan energi tak teraba. Pariyem dengan kepasrahannya memandang hidup ini, namun dalam jiwanya menyimpan kebijaksanaan hidup, soal masyarakat dan potret keluarga bangsawan tempatnya mengabdi.

Ternyata saya atau kita bisa merupakan Pariyem Pariyem yang menyimpan energi tulisan, yang baru teraba atau terlihat ketika dituangkan pada sebuah tulisan dalam blog. Apakah itu merefleksikan secara otomatis siapa kita atau sebuah tafsir lain keluguan kita ? Bukankah ada konsep ‘ Seeing is believing ‘ yang lebih meyakinkan daripada ‘ Reading is believing ‘. Ternyata tidak juga.
Tulisan pada akhirnya menjadi personifikasi diri kita. Tak ada yang bisa disalahkan jika orang melihatnya demikian. Ia menjadi pengganti seeing. Bahwa reading membuat kita justru dekat dan memahami. Lebih jauh memberikan rasa percaya dan persahabatan. Padahal awalnya saya bertanya tanya tentang konsep dasar bentuk tautan ini.

Saya juga tak tahu kenapa saya mengiyakan ketika Paman memberi tahu , bahwa ia memberikan nomer telpon saya kepada temannya, seorang pengelola majalah resort yang gagal mendapatkan beberapa selebrities papan atas, untuk pemotretan majalahnya. Sehingga saya memberikan nomor telpon Asmiranda, padahal biasanya saya selalu mengatakan.
‘ Coba hubungi manejemennya saja ‘.
Karena saya selalu menghindari mencampuri hubungan koneksi saya dengan urusan pekerjaan. Biarlah urusan bisnis berjalan sesuai jalurnya. Tentu saja integritas sang Paman yang membuat saya merasa harus mempercayainya.
Saya juga berterima kasih ada seorang Iway yang mau membantu saya mencarikan buku komik ‘ Wiro Anak Rimba ‘ . Padahal saya masih bertanya tanya, apakah kita pernah bertemu ? Tentu ada tautan emosional yang membuatnya mau bersusah payah mencarikan sumber dimana akhirnya saya bisa mendapatkan buku berharga ini, dan saya ingin membalas budi baik ini kelak.

Sambil menunggu taxi di pinggir jalan – walau perut masih mual dan kleyengan – saya akhirnya menemukan jawaban sebuah ide besar tentang dunia blogsphere. Bahwa reading is believing. Sang perawat MMC yang memberitahu tidak secara langsung. Ada rasa aneh seolah ini menjadi sebuah pencapaian. Padahal ini bukan dunia saya sehari hari. Bukankah hanya selingan tulisan remah remah dan curhat.
Namun saya tetap harus menghargai apa yang dilihat orang tentang diri saya. Selugu apapun perspektif itu.
Lebih penting, jam 3 pagi ini saya harus meyakinkan supir taxi bahwa saya adalah penumpang baik baik. Tentu dia bingung dan ketakutan, ada penumpang yang meminta berhenti karena ingin muntah muntah. Dengan lugunya ia pasti berpikir. “ Dasar Pemabuk ! “

You Might Also Like

66 Comments

  • ghatel
    June 26, 2008 at 5:38 pm

    selalu bawa promag mas 😀
    smoga lekas sembuh..

  • fauzansigma
    June 26, 2008 at 5:45 pm

    blog, media personal, tidak ada tendensi eksistensialis.. namun eksis..
    selamat mas, jadi seleb.. 😀

  • -may-
    June 26, 2008 at 5:58 pm

    Mungkin karena blog itu tidak harus dibaca, benar2 hanya dibaca [setia] oleh orang2 yg suka dengan tulisan kita, sehingga mau tak mau akhirnya menimbulkan kedekatan emosional. Kedekatan emosional, kan bisa disebabkan oleh kedekatan ide/jalan pikiran. Prinsipnya orang yang dekat secara fisik belum tentu dekat secara emosional, sementara yg dekat secara emosional tidak harus dekat secara fisik. Blog menjembatani itu 🙂

    Cepat sembuh ya, Mas. Paragraf akhir bilang pulang jam 3 pagi sih… padahal baru mau bilang: di MMC ada WiFi-nya lho… kalau dirawat-inap bisa sambil nge-blog 😉

  • aLe
    June 26, 2008 at 8:57 pm

    klo aLe baru sakit panas, batuk dan pilek 🙁
    *lha kok malah curhat*

  • wieda
    June 26, 2008 at 9:49 pm

    sekarang udah sembuh???

  • kenny
    June 26, 2008 at 10:50 pm

    waduh,,,kebanyakan nonton bola sampe kether makan nya ya, jgn disepelekan loh mas maag nya.

    suster nya minta tanda tangan ato foto bareng nggak ?:D

  • nico
    June 27, 2008 at 2:24 am

    mas iman, kemaren ada yg nitip salam. katanya salamin tuk mas iman dari fansnya di sorowako. dah segini aja.*berasa ngirim sms ini*

  • elly.s
    June 27, 2008 at 8:27 am

    kalau saya perawat itu..
    saya juga akan temennin mas iman…
    sambil nanya…gimana caranya jadi seleb blog….

  • Dini
    June 27, 2008 at 11:18 am

    trus? sempet tukeran link ama juga perawatnya donk? hehehe…

  • ngodod
    June 27, 2008 at 4:16 pm

    dunia maya itu tak selalu maya…

  • neng
    June 27, 2008 at 4:27 pm

    cepat sembuh mas…

  • dian
    June 28, 2008 at 9:15 am

    jangan2x malah dikira supir taxinya : ya ampun mas ini..naek mobil aja mabuk , gimana naek kapal !

    kenapa ya orang indonesia sering kenak magh ?(termasuk gue)

    untung mbak itu bukan suhartoisme lol..kalo gak,disuntik arsenik, mas kekekke

  • antobilang
    June 28, 2008 at 10:52 pm

    meski telat, moga cepet pulih dan bisa berkarya lagi.

    btw mas, masih inget to, ada yang nanya di sebuah riuh minggu pagi boulevard UGM “mas iman ini alamat blognya apa ya?”

    **lirik2 pak Y** kabur.

  • aDhiNi
    June 29, 2008 at 9:35 pm

    menurutku, pertautan emosional di dunia blogsphere memang berlaku mas iman, ada yang kurang klo hati gak ikut bermain di dalamnya 🙂

    cepet sembuh!!

  • Fitra
    June 30, 2008 at 11:09 am

    Mas mas….perawatnya cakep ndak? hihiihih……eh tapi sampeyan biasa liat yang super2 ayu sih ya….jadi mungkin ndak terlalu pengaruh juga…..hahhahaa

  • sesilia yuni
    August 27, 2012 at 2:47 pm

    mas Iman, boleh saya peroleh nomor telp nya? Boleh lewat email, karena kami sedang dalam proyek dan butuh sutradara,,, mungkin kelanjutan bisa setelah membalas secara jabri.. thanks.. 🙂

1 2

Leave a Reply

*