Kristen Indonesia bukan Kristen penjajah

Berdasarkan literature yang ditulis A.Mulders dalam The Fransiscans in the Indonesian Archipelago, bekas bekas mengenai adanya orang Kristen di kepulauan Nusantara yang tertua berasal dari abad VII, ditemukan di Sibolga, Sumatera Utara. Akhir abad 14, beberapa rohaniwan Fransiskan dalam perjalanan ke Tiongkok mengungjungi pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Dengan kedatangan Portugis, setelah Malaka dikuasai tahun 1511, mulailah karya misi secara teratur. Fransiscus Xaverius memulai di Ambon, Ternate dan timur Halmahera antara 1546 – 1547. Semuanya jauh sebelum penjajahan Belanda.

Ketika Portugis dikalahkan Belanda di Maluku tahu 1605 sampai pulau terakhir, Sangihe direbut Belanda tahun 1677. Maka karya misi Portugis berakhir. Penduduk penduduk yang telah dipermandikan oleh misionaris Portugis dan Spanyol, atas perintah Kompeni dimasukan ke dalam golongan Protestan. Satu satunya pulau yang nampak istimewa karena tetap ada orang Katolik secara menyeluruh adalah Flores, beberapa pulau sekitarnya dan sebagian Timor, karena daerah tersebut masih dikuasai Portugis sampai 1859.

Belanda mengambilalih wewenang dan kekuasaan VOC ( Kompeni ) tahun 1799, membuat golongan Protestan menerima keistimewaan dalam penyebaran agama. Hal mana berakhir ketika Perancis menduduki Belanda, dimana Raja Lodewijk Napoleon pada 7 Agustus 1806 menetapkan konstutusi semua agama dinilai sama ( Protestan dan Katolik ). Dengan demikian sedikit banyak pengistimewaan terhadap Protestan ditiadakan.

Penyebaran agama Kristen di Indonesia bukanlah kebijakan Belanda. Berbeda dengan penjajahan Spanyol atau Portugis dimana menguasai tanah jajahan sekaligus untuk membawa firman Tuhan di muka bumi. Sehingga di seluruh negeri negeri jajahan mereka umumnya menjadi Katolik. Maka kolonialisme Belanda justru setengah hati menyebarkan agama mereka, dengan ketakutan akan muncul rasa kesamaan antara penduduk asli dengan golongan pendatang dari Eropa. Sehingga pada akhirnya ada 2 golongan, yakni Kristen jawa dan Kristen londo.
Penyebaran di Hindia Belanda dilakukan lembaga misi atau zending, tanpa campur tangan Pemerintah.

Tahun 1842 diangkat Uskup pertama, Mgr. Yac De Groof yang tiba di Batavia, namun terjadi ketegangan soal kompentensi antar Uskup dan Gubernur Jenderal. Gubernur bersitegang tak menghendaki kekuasaan lain atas pastor, kecuali Pemerintah. Sehingga Uskup kembali ke Belanda setelah 9 bulan di Batavia.
Kemudian Pemerintah Belanda dan Vatikan membuat perjanjian yang disebut “ Nota der Punten “ yang mencantumkan bahwa rohaniwan yang didatangkan ke Hindia Belanda ditentukan oleh gereja, tapi tak seorangpun diberi izin memasuki Hindia Belanda tanpa surat izin dari Belanda. Surat izin ini dinamakan ‘ Radikal ‘.

Dalam peraturan Pemerintah Hindia Belanda pasal 123 tahun 1854, disebutkan
“ Para guru agama Kristen, imam, pendeta harus mempunyai izin khusus yang diberikan oleh dan atas nama Gubernur Jenderal, supaya boleh melakukan pekerjaan mereka di salah satu daerah tertentu di Hindia Belanda. Izin tersebut dapat dicabut jika ternyata membawa kerugian atau syarat syarat lain yang tidak dipenuhi “

Perlunya surat izin ‘ radikal ‘ dan diberlakukan peraturan tersebut, adalah mencegah rohaniwan menetap pada daerah tertentu, dan agar rohaniwan dari gereja gereja yang berbeda tidak memperluas kegiatan missioner di wilayah yang sama. Bagaimanapun pemerintah memandang dari segi ketertiban dan keamanan, serta latar belakang pandangan pemerintah untuk tidak campur tangan dalam hal agama, serta Indonesia harus dianggap sebagai suatu negeri yang beragama Islam.
Pemerintah kolonial hanya mengizinkan penyebaran agama di wilayah yang penduduknya tidak beragama Islam, atau masih memeluk agama animisme. Seperti Manado, Kepulauan Kei, Teluk Kendari Sulawesi, Singkawang Kalimantan Barat, Alor, Pantar, Timor bagian selatan, Roti, Sawu, Hulu Kapuas tempat orang orang Dayak Kalimantan, Sumba, Seram dan wilayah Papua. Itu terjadi antara tahun 1879 sampai 1896.
Khusus di wilayah Flores dan sebagian pulau pulau sekitar Timor yang diserahkan Portugis ke Belanda tahun 1859, dengan perjanjian bahwa Belanda akan mengurus pemeliharaan penduduk yang umumnya Katolik.
Ada beberapa kasus, seperti tahun 1832, terjadi pada imam imam Perancis yang tiba di Padang untuk memasuki Pulau Nias. Tanpa izin dari Belanda, akhirnya mereka harus meninggalkan Padang tanpa sempat masuk ke Nias.

Penyebaran agama Kristen di Jawa melalui individu orang Belanda secara diam diam yang justru mendapat kesulitan dari otoritas penguasa setempat. Akhirnya justru orang orang Jawa sendiri melakukan penyebaran Protestan seperti Kiai Sadrach atau Tunggul Wulung asal lereng Gunung Muria.
Ada yang menarik bahwa keberhasilan Kristenisasi pada abad 19 di Jawa adalah hasil aktivitas orang orang pribumi sendiri. Terlepas dari aktivitas misionaris Eropa. Pada tahun 1889 jemaahnya disekitar Kedu sudah mencapai hampir 3000, sementara petugas zending yang bekerja lebih lama hanya mempunyai pengikut puluhan saja. Bahkan dalam perkembangannya Sadrach bersimpangan dengan pihak zending.

Sementara pihak Katolik, adalah rohaniwan Beladna, Van Lith yang bermukim di Muntilan. Ia adalah pendorong kebangkitan nasionalis Jawa Katolik. Dengan bahasa Jawa halusnya yang fasih, ia justru menghindari untuk berhubungan dengan orang orang Eropa, dan lebih suka berhubungan baik dengan priyayi priyayi Jawa yang berpengaruh di Keraton Jogja / Pakualaman.

Pada tahun 1930, Sukarno telah berkenalan dengan sebuah brosur dari Romo van Lith ketika dia berada dalam penjara Sukamiskin. Sebelumnya dia sudah terpukau dengan bab ‘ Kotbah di atas bukit ‘ dari injil yang dibacanya. Romo Van Lith juga mendirikan sekolah guru ( kweekschool ) yang berkualitas di Muntilan. Sekolah guru ini diakui oleh Pemerintah Belanda, dan bukan hanya untuk guru sekolah Katolik tetapi juga sekolah sekolah umum lainnya.

Sekolah guru di Muntilan salah satunya menghasilkan I.J Kasimo. Seorang jawa pribumi yang memimpin PPKI – Perkumpulan Politik Katolik Indonesia ( Dulu dinamakan Perkumpulan Politik Katolik Jawa ). Sejak tahun 1930 Kasimo duduk di Volksraad mewakili PPKI. Saat itu ada dua fraksi Katolik di Volksraad. PPKI sebagai partainya orang Katolik Indonesia, dan Indische Khatolieke Partij, sebagai partainya orang Katolik Belanda. Dapat dimengerti, diantara kaum Katolik Belanda dan Katolik Indonesia terdapat perbedaan pendapat.

IJ Kasimo selalu menyerukan kemerdekaan Indonesia, sesuai anjuran Romo Van Lith, yang berharap bangsa Jawa akan menjadi bangsa Hindia yang merdeka dan menduduki temoat terhormat diantara bangsa bangsa dunia.

Dari brosur Van Lith yang dia baca, Sukarno mengetahui bahwa orang Katolik Indonesia berbeda dengan orang Katolik Belanda. Pada pembelaannya di depan sidang pengadilan Bandung tanggal 2 Desember 1930. Sukarno mengutip brosur Van Lith. “ Meskipun mereka tidak termasuk barisan penyamun cengkeh jaman itu..”, lebih jauh Van Lith membahas tentang mentalisme kumpeni yang menjangkiti orang Katolik Belanda di tanah jajahan.
Selanjutnya Sukarno mengutip brosur Van Lith yang mengajak kaum Katolik Indonesia ( Jawa ) untuk bangkit.
“ Biarlah mereka kaum kolonial menyalahgunakan kekuasaan mereka. Namun kalian akan tumbuh karena ditindas, kalian akan jadi keras seperti baja, akan kuat laksana raksasa, karena jumlah kalian yang amat besar. Jadi kokoh bersatu karena bekerja dan berjuang bersama sama. Akhirnya akan keluar sebagai pahlawan dari medan gelanggang perjuangan. “

Sukarno memang pernah menuduh kepada golongan Kristen Indonesia yang dia katakan – membantu politik devide et empera, khususnya dengan diberi ijin missionaris untuk memasuki pulau Bali. Sukarno yang berdarah setengah bali, menuduh Pemerintah kolonial sengaja membuat pagar pemisah antara Islam di Jawa dengan bagian timur Indonesia. Ia menganalogikan tanah batak yang sudah menjadi Kristen menjadi pagar pemisah antara Minangkabau dan Aceh.

Sukarno melihat nasionalisme dari Kasimo yang pada tanggal 19 Juli 1931, sebagai anggota Volksraad sudah meminta kemerdekaan Indonesia. Hal ini agak mencengangkan Sukarno, karena pada jaman itu golongan Islam sendiri belum sampai seberani Kasimo. Umumnya pergerakan masih didominasi golongan nasionalis.
Pidato Kasimo pada waktu itu
“ Tugas Kerajaan Belanda sebagai negara berkebudayaan untuk membantu rakyat seluruhnya dan sebagai negara penjajah untuk memimpin dan menyelesaikan pendidikan bangsa Indonesia. Lalu selanjutnya memberikan kepada bangsa Indonesia wewenang untuk mengurus dan akhirnya memerintah negara sendiri “

Sukarno menyadari bahwa, nyatanya golongan Kristen Indonesia adalah golongan terjajah juga. Belanda sendiri sesungguhnya tak menginginkan warga pribumi menjadi Kristen, dengan alasan akan menjadikan warga pribumi merasa sejajar dengan warga Eropa.

Dalam pembelaanya Sukarno mengatakan.
“ Sekalipun kita berlainan agama dengan golongan lain setanah air, namun sesungguhnya sama sama putera ibu pertiwi, Indonesia. Apakah golongan Kristen membiarkan agama yang mulia itu diperalat guna kepentingan memecah persatuan nasional kita dan memisahkan golongan bangsa kita yang satu dengan yang lain “

Kelak dalam pembuangannya di Ende, Sukarno semakin dekat dengan para misionaris Katolik di pulau Flores. Ia banyak berdiskusi dengan mereka, serta diijinkan membaca buku buku perpustakaan milik gereja. Sukarno paham, justru para pastur pastur Belanda itu anti penjajahan. Khususnya Pastur Dr. Y. Bousma SVD, pemimpin gereja di Flores yang sering berdiskusi dengan Sukarno tentang kemerdekaan Indonesia. Kelak, Pastur Bousma juga dikenal sebagai penerjemah Injil kedalam bahasa Indonesia.
Dalam salah satu surat Sukarno kepada A. Hassan, di Bandung. Sukarno menulis
“ Aku angkat topi terhadap ketekunan mereka bekerja. Sering kita mencela misi Katolik. Tapi apa usaha kita untuk menyebarluaskan Islam dan memperkuatnya ?. Jika misi mengembangkan agama Katolik itu hak mereka, kita tak boleh menyesali. Mengapa kita bermalas malasan, tidak rajin bekerja. Tentu saja agama Islam dianggap remeh “

Tahun 1935 dari pembuangannya di Ende, Sukarno melihat dari jauh bagaimana Kasimo mendorong petisi Soetardjo di Volksraad , sebuah permintaan kepada Raja dan Dewan Perwakilan Rakyat di Belanda untuk membentuk wakil wakil Hindia Belanda dan Belanda dalam kedudukan yang sama, yang kemudian bersama sama menyusun rancangan kemerdekaan Indonesia selekas mungkin.
Petisi ini didukung oleh orang katolik pribumi, PPKI dan ditentang oleh orang katolik Belanda. Indische Khatolieke Partij.

Nasionalisme orang Kristen tidak diragukan. Jika agama mereka sama dengan penjajah, bukan berarti harus menjadi pro Belanda. Kasimo dan Leimena salah satu orang Kristen Indonesia yang selain jadi menteri dalam Kabinet Hatta, juga menjadi anggota delegasi Indonesia dalam perundingan perundingan dengan Belanda.
Masih banyak nama nama seperti dari pihak sipil Uskup Sugiyapranata, Perdana Menteri Amir Syarifudin maupun militer seperti Wolter Monginsidi, TB Simatupang – Kastaf angkatan Perang ( wakilnya Panglima Sudirman ), Alex Kawilarang – Panglima Siliwangi, Slamet Riyadi – Komandan Solo, Ventje Sumual, John Lie, Simbolon, Adi Sucipto – Bapak penerbangan TNI – AU, termasuk sipil Maramis, Sam Ratulangie atau prajurit dari laskar KRIS ( Kebaktian Rakyat Indonesia Suawesi ) yang didominasi dari etnis Minahasa yang Kristen.

Dengan mempelajari sejarah perkembangan agama agama di Nusantara serta mengambil makna keragaman budaya dan agama. Sekaligus meyakini bahwa tidak ada agama yang berhak mengklaim sebagai pemilik sesungguhnya negeri ini. Kita juga bisa berkaca dari masa silam mengenai keikhlasan dan toleransi. Ini juga bisa menjelaskan mengapa salah satu komunitas Kristen Jawa tertua berada di Desa Mojowarno, dekat Jombang – Jawa Timur.
Sebuah bagian daerah yang secara tradisional sangat kuat kultur Islamnya.
Mempelajari sejarah serta menarik dengan masa kini membuat kita semakin bijak. Semakin mencintai dan mempertahankan kebhinekaan negeri ini.

You Might Also Like

8 Comments

  • Budi Prasetyo
    August 26, 2013 at 4:14 pm

    Keunggulan spiritualitas Bung Karno saya kira terletak pada kenyataan bahwa ia menyadari keterbatasan dari bentuk-bentuk ekspresi keagamaan yang menggejala (manifest) di masyarakat. Kelonggaran ini memberi peluang bagi para penganut agama yang berbeda untuk saling menghargai keunikan masing-masing keyakinan, serta membuka kemungkinan untuk saling memperkaya satu dengan yang lain, dan terutama untuk saling membuka kemungkinan untuk bekerja sama di masyarakat guna memecahkan soal-soal kemanusiaan bersama. Soekarno muncul kembali sebagai “batu penjuru” yang bisa mengukur lurusnya bangunan sebuah bangsa.

    Salam Revolusi

  • dodo
    September 17, 2013 at 12:00 am

    Indah banget perjuangan Indonesia dalam keragaman….

    Kita berbeda tapi satu Indonesia…

  • Dwi
    October 2, 2013 at 1:11 pm

    “ Sekalipun kita berlainan agama dengan golongan lain setanah air, namun sesungguhnya sama sama putera ibu pertiwi, Indonesia. Apakah golongan Kristen membiarkan agama yang mulia itu diperalat guna kepentingan memecah persatuan nasional kita dan memisahkan golongan bangsa kita yang satu dengan yang lain “

    I like it …
    harusnya di baca dipahami dan di jalani oleh semua “golongan”

  • mimik
    December 12, 2013 at 1:08 am

    Sejarah masuknya agama Kristen ke Indonesia sdh ada dari dulu di Almanak beberapa Gereja suku. Namun hal tsb tdk pernah di publish (apapun alasannya saya tidak paham). Pemuda Kristen yang tahu hal ini tidak banyak karena berada dibuku yang tidak menarik. Para orangtua menganggap hal tsb tidak perlu dibahas karena bisa memicu konflik.

  • AB
    June 24, 2014 at 6:21 pm

    Agama kristen sebenarnya agama yg unggul,keunggulannya yaitu agamanya para Mener Belanda.Dibanding agama Islam,Hindu Budha dan Konghucu yg merupakan agamanya Inlander. Ditilik dr sejarah munculnya agama Kristen juga cukup canggih yaitu atas prakarsa Kaisar Romawi pd konsili Necea. Sehingga agama pengiman Yesus menjadi suatu agama yg lengkap,yaitu memiliki nama agama,memiliki tatacara ibadah,memiliki Tuhan yg jadi obyek penyembahannya. Tidak ketinggalan memiliki aturan dan tatacara pernikahan,perceraian dan tatacara penyelenggaraan jenazah sampai pemakaman. Bandingkan agama sewaktu Yesus Kristus masih hidup. Jadi sewaktu Yesus Kristus masih hidup tdk pernah mengeluarkan firman yg menyatakan diri sebg tuhan dan memberi kewajiban utk disembah. Yesus tdk pernah memperkenalkan nama agama/risalah yg dibawanya.Yesus tdk pernah memberi ajaran tatacara penyembahan dirinya. Apalagi memiliki tatacara pernikahan dan pemakaman jenazah. Para murid dan pengikut Yesus Kristus masa itu tdk memiliki Rosul Rosul spt umat Kristiani sekarang.Jadi para murid dan pengikut termasuk Yesusnya sendiri bisa digolongkan penganut Fridgedenker,krn hanya disuruh beriman pd Yesus saja dan mengagumi mukjizat Yesus. Jadi para murid dan pengikut lain sewaktu Yesus masih hidup hanya didakwahi Agama yg tdk lengkap. Agama yg tdk memiliki nama,tdk memiliki tatacara dan nama ibadahnya. Pokoknya Yesus hanya menuntut keimanan pd dirinya dgn menyebut nama dirinya dlm bhs ibrani dan para murid cuma dihrskan mendengarkan Yesus berfirman dlm bhs ibrani. Agama Kristen Katolik yg akhirnya pecah menjadi 2 yaitu Kristen Protestan lahir dr Imperium Romanum. Kristen Protestan dan Katolik di Indonesia muncul dr Komprodor/Imperialis Belanda.

  • Bobby
    March 26, 2015 at 3:37 pm

    Misionaris sejak awal sudah masuk ke Indonesia.. baik di Barus Sumatera pd abad 7, juga di tempat2 lain.. hanya krn org Belanda penjajah beragama Kristen, jadi muncul stigma negatif..

  • Alat Pemadam Api
    January 17, 2017 at 1:40 am

    yah sekarang mengerti kristen dan islam Alat Pemadam Api

  • Tabung Pemadam Api
    April 18, 2017 at 10:19 pm

    agama itu adalah keyakinan Jual Tabung Pemadam Api

Leave a Reply

*