Film sebagai perlawanan tindak pidana korupsi

Ada yang menarik dari Industri film di Amerika – terlepas itu kental aspek komersialisasinya – bahwa film menjadi sebuah pewartaan tentang simbol simbol demokrasi dan keadilan. Film bisa menjadi cermin budaya sebuah peradaban manusia. Selalu saja ada kesewenang wenangan, dan hak hak manusia yang terampas dalam struktur masyarakat Amerika. Juga tentang kemunafikan, dan aparat yang korup. Potret utuh masyarakat ini sekaligus menjadi sumber inspirasi pembuatan film film yang mengedepankan sisi keadilan dan transparansi publik.
Sejarah peradaban Amerika yang dibentuk oleh imigran Eropa, Cina dan budak budak Afrika tak lepas dari aspek keadilan. Film film hitam putih sudah merekam tentang bagaimana cowboy cowboy pembela kebenaran melindungi kota dari gangster gangter serta tuan tanah yang tamak dan korup.

Hollywood juga mengangkat kisah kisah warga atau laporan tentang kasus korupsi politik ke layar lebar, tidak saja membuka mata tentang kebobrokan moral pejabat publik, tetapi juga menghasilkan film film yang bermutu.
Film pertama yang menggunakan motivasi kejahatan ini sebagai plot utama, adalah The Finger of Justice ( Paul Smith Pictures , 1918 ). Seorang politisi terkemuka. William Randall yang melakukan kejahatan korupsi untuk memperkuat kekuasaan di kotanya. Dua orang warga masyarakat, Noel Delaney dan Yvonne tergerak mengungkapkan kasus korupsi ini.

Namun dari sekian banyak film film yang mengangkat kasus korupsi, ada empat film yang mungkin paling menarik selama 40 tahun terakhir. Chinatown (1974 ), All the President’s men ( 1976 ), Suspect ( 1987 ) dan City Hall ( 1996 ). Dalam Chinatown menceritakan korupsi para politisi yang bersekongkol dengan pengusaha milyuner untuk membeli tanah dengan harga murah. Film ini memenangkan Best Picture, Best Actor ( Jack Nicholson ), Best Actress ( Faye Dunaway ) dan Best Director ( Roman Polanski ) dalam Academy Award.

All the President’s men barang kali paling spektakuler karena berani mengangkat kisah investigative wartawan Bob Woodward dan Carl Bernstein dari Washington Post untuk mengungkapkan skandal politik Watergate dalam administrasi pemerintahan Presiden Nixon.
Suspect , tentang pengungkapan kejahatan yang dilakukan seorang hakim federal yang membunuh seorang pegawai klerk karena mengungkapkan korupsi yang dilakukannya di masa silam. Lalu City Hall tentang rangkaian korupsi politik oleh politisi walikota New York yang diperankan Al Pacino.

Lalu bagaimana dengan Indonesia ? ditengah maraknya kebangkitan film nasional. Seberapa jauh film nasional bisa memotret kejahatan korupsi politik – penyuapan, korupsi, pemerasan, patronase, nepotisme, kronisme, konflik kepentingan dan suap – atau perilaku pejabat publik sebagai sumber plot cerita.

Usmar Ismail dalam filmnya Krisis ( 1953 ) sempat menampilkan tokoh Danu yang menyelewengkan uang negara untuk memanjakan isterinya. Ia ditangkap ketika sedang melakukan selamatan tujuh bulanan kehamilan isterinya.
Namun sejak produksi film Mamad ( 1973 ) – besutan Sjumandjaya – hampir tidak pernah ditemukan film film yang mengangkat tentang cerita kejahatan korupsi. Film yang meraih piala Citra ini merupakan tamparan atas ketimpangan status sosial dan perilaku pejabat publik di masyarakat. Mamad , seorang pegawai kecil di kantor pemerintah terpaksa mencuri barang barang stasionari kantor seperti kertas untuk membiayai isterinya yang hamil tua.
Ia diliputi perasaan bersalah ketika atasannya akhirnya mengetahui. Mamad berusaha menemui atasan serta menjelaskan korupsi yang dilakukannya sebagai perjuangan mempertahankan hidupnya yang sangat miskin. Padahal si atasan tak terlalu peduli , karena dalam skala yang lebih besar ia juga melakukan korupsi di kantor itu.
Penyesalan Mamad yang membuatnya jatuh sakit dan akhirnya meninggal.

Tindakan represif rezim orde baru dalam mengawasi film nasional, membuat hampir mustahil bisa membuat film film tentang kejahatan pejabat publik atau aparat. Bahkan pada tahun 1982, ketika Produser film Mamad hendak meminta sensor untuk release keduanya, ditolak oleh Badan Sensor ( Indonesian Cinema – Framing The New Order , Krisna Sen ).
Kita tak mungkin menampilkan polisi yang korup atau hakim nakal. Sementara dalam film film India saja, kita biasa melihat Gubernur yang jahat atau polisi yang menyalah gunakan kekuasaannya.

Dengan runtuhnya orde barupun semestinya plot cerita korupsi politik sudah tidak diharamkan. Walau Lembaga sensor warisan rezim lama masih menjalankan tugas dan fungsinya.
Indikasi ini terlihat dari begitu transparannya pengungkapan skandal kebobrokan aparat terhadap publik. Rakyat dan Lembaga negara berhak mengetahui kebusukan dan kongkalikong para oknum yang selama ini tertutup rapat. Antusiasme masyarakat terhadap kasus kasus korupsi bisa menjadi alternatif ide cerita yang menarik, ditengah gencarnya film film hantu dan percintaan remaja. Jika dibuat secara apik, bisa saja akan menguntungkan secara finansial.
Para sineas didorong menjadi agen pembaruan di negeri ini, dengan memberikan corong kesaksian untuk Indonesia yang lebih baik dan bermartabat. Masyarakat bisa memetik moral cerita sebagai kepeduliannya terhadap good governance, dan nilai nilai kejujuran. Sementara para aparat atau pejabat publik tak perlu kebakaran jenggot, karena sindiran kritik apapun akan menjaga integritas mereka agar tidak melenceng.

Memang tipis sekali perbedaan antara kriminal dan penegak hukum. Dua duanya memiliki kekuasaan, kekuatan dan keberanian. Hanya nurani dan moral yang membuatnya beda.
Simak apa yang dikatakan Frank Costello , seorang bos mafia yang membina seorang polisi sebagai informannya dalam film Departed ( 2006 ). “ When I was your age they would say we can become cops, or criminals. Today, what I’m saying to you is this: when you’re facing a loaded gun, what’s the difference? “

You Might Also Like

25 Comments

  • yati
    December 8, 2009 at 2:02 am

    Ayo dimulai dari mas iman aja, bikin film tentang skandal politik dan korupsi. Bahannya kan udah banyak banget tuh, mas :p

  • DV
    December 8, 2009 at 6:18 am

    Lha ndak usah dibikin film aja koruptornya sudah smakin pinter, Mas? Hehehehe….
    Menurutku kalaupun ada film tentang korupsi pasti orang lebih suka nonton film hantu-hantuan itu 🙂

  • glm
    December 8, 2009 at 7:46 am

    mas, keknya seru nih kalo bikin film skandal korupsi/politik negeri ini…berani??

  • Wazeen
    December 8, 2009 at 11:48 am

    aneh padahal banyak dari produser dan rumah produksi di negeri kita yang keturunan India, mengapa mereka hanya meniru gaya mendayu-dayu dan ‘lebay’ film India saja ya? kenapa sisi-sisi kritis dari film India tidak pernah diangkat dari perfilman kita? apakah sekarang masih belum jamannya untuk yang kritis-kritis? lalu kalau bukan sekarang kapan lagi? lalu kalau mas Iman siapa lagi? ayo mas bikin film layar lebar.

  • Wazeen
    December 8, 2009 at 11:49 am

    ups sori, typo, maksudnya kalau bukan mas Iman siapa lagi yang bisa bikin film kritis sprti itu?

  • Frans
    December 8, 2009 at 12:38 pm

    Ayo sineas, suarakan aksimu dan peduli lewat film, jangan film pocong melulu

  • zam
    December 8, 2009 at 12:58 pm

    jadi, kapan kita nonton Air Terjun Blezinsky sebelum film itu dicekal? hihihihi..

  • adipati kademangan
    December 8, 2009 at 2:45 pm

    Ide dan pemikiran ke arah situ sudah dicetuskan oleh mas Iman sekarang ini, Mari kita dukung film tersebut. Sebagai slah satu kontrol bahwa tidak dipungkiri ternyata masih ada oknum yang terlibat dalam tindak kejahatan.

  • Herru
    December 8, 2009 at 3:03 pm

    sekarang saatnya realisasi atas tulisan2 dan idealisme mas iman..hayo mas..wujudkan..

  • giru
    December 8, 2009 at 6:05 pm

    jadi pengen nonton city hall nya pacino. kebayakan yang ak tonton film mafia nya doank

    kalo kasusnya dah selese, bagus juga tuh kalo ceritanya anggodo difilm in, biar jaksa ama polisi pada bisa berkaca

  • mimut
    December 8, 2009 at 7:32 pm

    waktu baca tulisan mas iman, aku jadi teringat film departed yg dibintangi sama leonardo di caprio. eh, ternyata jadi kutipan mas iman di akhir tulisan ini.

    untungnya film departed happy ending.. klo departed versi indonesia? (sepertinya masih ditutupin sama lembaga2 lain yang punya kepentingan. klo dibikin film, bisa berdampak sistemik donk, hahahaa…)

  • Dunia Sapi
    December 9, 2009 at 7:24 am

    Imajinasi yang original dan keberanian, sepertinya dua hal itu yang harusnya dipunyai para pembuat film di Indonesia. Kalo ngga gitu, film di Indonesia kayanya cuma bisa mencontek film-film asing dan ceritanya mudah ditebak.

  • edratna
    December 9, 2009 at 8:25 am

    Bagaimana jika mas Iman menuangkan ide cerita dan membuat film nya. Pasti menarik karena selain faktor keinginan memperkaya diri, juga ada faktor manusiawinya….karena korupsi kan tak hanya pejabat yang di atas saja, bahkan pegawai bawahan juga bisa, seperti korupsi waktu, korupsi memperlambat laporan dengan harapan dapat imbalan sesuatu.

  • -goenrock-
    December 9, 2009 at 5:39 pm

    kalau mas Iman bikin filmnya, saya ikut! *halah iki mung arep ngrusuhi*

  • racheedus
    December 10, 2009 at 11:54 pm

    Dulu, saat Orde Baru begitu represif, mungkin bisa dimaklumi jika sedikit sekali sineas yang mengangkat tema korupsi dan kekuasaan. Tapi, saat zaman keterbukaan, mengapa masih saja sedikit atau belum ada sineas yang mengangkat tersebut dengan gamblang? Mas Iman mungkin bisa mengawalinya?

  • areef
    December 13, 2009 at 7:01 pm

    betul..betul..betul..tp sayangnya sebagian besar penonton kita MALAS untuk ntn film2 yg agak ‘berat’,para produser lebih suka dengan UANG,tanpa memikirkan jualannya sehingga selalu pakai resep abadi bikin laris perfilman Indonesia..SEKS DAN MISTIK…,para artisnya selalu pengen cepat terkenal tanpa harus bersusah payah memikirkan kualitas akting mereka..JUALAN BADAN jalan pintasnya di tambah lagi pihak pemerintah yg terkesan TOLOL,ALERGI KRITIK…
    lengkap sudah wajah perfilman INDONESIA..ga jauh beda ama praktek PELACURAN!!artisnya jadi pelacur,penonton jadi pelanggannya,produser jd mucikarinya dan pemerintah jd bosnya…
    🙁

  • Moes Jum
    December 14, 2009 at 12:51 am

    Mas Iman sedang mbikin filem tentang korupsi yaa ..? Ceritanya tentang KPK atau Century?

  • sarah
    December 14, 2009 at 3:19 pm

    semoga film ini jadi ya..biar ikutan he he

  • lance
    December 15, 2009 at 11:44 pm

    Ha ha ini tantangan buat produser dan investor..kita sih ayo ayo saja

  • Iman
    December 15, 2009 at 11:45 pm

    semoga semoga ada investor yang berani membiayai he he..anyone ??

  • areef
    December 19, 2009 at 8:52 am

    weh…klo nggu investor…sampe huruf alif jd bengkok ya ga ada mas..mending saweran wae..ntar hasilnya bikin dibuatkan film ttg korupsi..gmna?

  • venus
    December 28, 2009 at 10:18 pm

    *nunggu mas iman bikin film seperti yg disebutin di atas* ayo mas, bikin 😀

    anyway, selamat taun baru, mas iman 🙂

  • Ndoro Seten
    January 11, 2010 at 2:06 pm

    ooo rupanya banyak cara dan media untuk membrantas korupsi ya?

  • -Adri Rumbou-
    April 27, 2010 at 7:47 am

    Nampaknya media sangat efektif untuk menyampaikan pesan moral kepada masyarakat. Sayangnya “sinetron” kita saat ini lebih banyak menggiring kita untuk bermimpi… mimpi yang indah-indah….

  • Amanah Garment
    April 19, 2022 at 10:12 pm

    artikelnya mantapp gan
    follow with me duniasapi.com

Leave a Reply

*