Dibalik malam Kudeta PKI

Banyak pertanyaan yang terus diulang ulang sehingga menjadi kebimbangan publik, yakni apakah Bung Karno mengetahui rencana G 30 S PKI terutama pada malam 30 September 1965. Narasi, dokumentasi yang diciptakan orde baru memang seolah olah Bung Karno mengetahui dan bahkan merestui penculikan para jenderal tersebut. Semua plot dimulai dengan kisah dalam acara Munastek di Istora Senayan, dimana Bung Karno menerima surat dari seorang tentara yang memberi tahu bahwa gerakan akan dimulai malam ini. Kemudian selanjutnya Bung Karno memberi wejangan soal wayang dalam episode Barata Yudha yang diartikan jangan ragu ragu untuk bertindak walau harus berhadapan dengan saudara sendiri.

Ternyata ada penjelasan yang luput dari scenario orde baru, yakni kesaksian Eddi Elison, reporter TVRI yang bertugas malam 30 September. Mendadak ia diperintahkan Kol Saelan untuk jadi MC dalam acara Munastek di Istora Senayan. Begitu memasuki Istora Senayan, ia langsung melihat spanduk di belakang mimbar yang berisi kutipan perintah Khresna kepada Arjuna dalam bahasa Sansekerta, yang mana Arjuna bimbang dalam perang Baratha Yudha karena harus berhadapan dengan saudara saudaranya sendiri.

Kutipan dari Bhagavad Gita, itu seharusnya ditulis Karmane Fadikaraste Mapalesyu Kadtyana ( kerjakan semua tugasmu tanpa menghitung untung rugi ).
Namun pada malam itu ditulis Karamani Evadi Karatse Mafealesui Kadatyana. Sebagai orang yang mengerti hikayat Barata Yudha, Eddi Elison mengetahui penulisannya salah. Presiden pasti cermat dalam membaca sesuatu.

Saat itu sirene sudah meraung raung, artinya konvoi Presiden sudah mendekat yang artinya tak ada waktu untuk membetulkan. Maka secara spontan ia mendekati Bung karno saat ia mendekati mimbar dan meminta maaf karena kesalahan tulis. Seketika Bung Karno membalikan tubuhnya menecrmati isi spanduk, sambil mengangguk angguk.

Kemudian di atas panggung, Bung Karno memanggil Eddison serta menguraikan isi kutipan perintah Khresna tersebut. Bung Karno terpaksa membicarakan Bhagavad Gita akibat panitia salah tulis, bukan seperti kesaksian mantan ajudan Kolonel Bambang Widjanarko bahwa operasi penculikan akan dilakukan sehingga Bung Karno perlu memberikan isyarat motivasi keberanian terhadap penculik Jenderal Jenderal. Kesaksian Bambang Widjanarko baru dimulai setelah Bung Karno meninggal. Mungkin untuk menghindari cross check.

Kolonel Saelan, mengatakan ‘ Pengakuan Bambang Widjanarko, jelas dia rela mengkhianati Presiden. Saya yang selalu membantah kesaksian rekaan ketika diperiksa Teperpu, sehingga harus membayar dengan tahanan militer 4 tahun 8 bulan ‘.

Anggota Cakrabirawa , Sogol yang dituduh Bambang Widjanarko membawa surat dari Untung, tidak pernah diperiksa oleh Teperpu untuk memastikan kebenaran cerita itu.

Apakah Sogol memang membawa surat ? Mangil, Komandan DKP Cakrabirawa, mengatakan benar. Sogol berdinas menjaga Ratna Sari Dewi. Malam itu ia pergi ke Senayan, karena di suruh Ratna Sari Dewi.

Tidak mungkin Sogol ‘ kabur ‘ dari tugasnya tanpa seijin Ratna Sari Dewi, menuju Senayan. Karena di Senayan pasti ia bertemu komandan komandannya dari Cakrabirawa. Setelah surat itu diterima, lalu Bung Karno meminta ijin menuju toilet. Ia pergi kebelakang diantar oleh Saelan, Mangil daan Bambang Widjanarko. Bung Karno membaca surat itu dan kemudian memasukan ke dalam saku baju panglima tertingginya.

Apa isi surat itu ? Surat itu dari Ratna Sari Dewi, salah satu istri Bung Karno yang meminta untuk dijemput malam ini di Hotel Indonesia, setelah acara ulang tahun Duta Besar Iran.

Setelah selesai acara di Senayan, lalu Bung Karno kembali ke Istana. Pukul 24 malam, Bambang Widjanarko melapor bahwa tugasnya sudah selesai lalu pulang.
Bung Karno lalu berganti baju, pakaian sipil lengan pendek, memakai 2 mobil menuju Hotel Indonesia untuk menjemput Ratna Sari Dewi. Semuanya ditangani DKP – Detasemen Kawal Pribadi – sehingga tidak mencolok, karena ini perjalanan in cognito, mendadak.

Bung Karno hanya menunggu di tempat parkir halaman Hotel Indonesia. Letnan Kolonel Soeparto, dan dikawal inspektur polisi Soedio, menjemput Dewi di Nirwana Super Club. Lalu mereka bertiga menuju mobil Bung Karno yang membawa pulang ke Wisma Yaso. Semua kegiatan Presiden diawasi oleh Mangil untuk memastikan semua beres. Setelah Bung Karno dan Ratna Sari Dewi kembali ke Wisma Yaso untuk beristirahat, maka Mangil pulang ke rumahnya.

You Might Also Like

2 Comments

  • orbaSHIT
    September 26, 2018 at 2:51 pm

    emak2 : bang ada mangga kagak ?
    tukang buah : kgk ada keknye mpo
    emak2 : kalo pisang setandan ?
    tukang buah : abis mpo
    emak2 : pepaya deh ada enggak ?
    tukang buah : belon musim mpo
    emak2 : lah abang jualan apaan sih ?
    tukang buah : september-oktober biasanye musim PKI mpo 😀

  • YULI
    October 19, 2018 at 7:38 pm

    Kita tidak bisa menyalahkan siapa -siapa karena kita tidak hidup di jaman itu

Leave a Reply

*