Deddy Mizwar

SMS masuk ke handphone saya beberapa waktu lalu. Tanyanya “ Bener, si Bang Deddy maju sebagai kandidat Presiden ? “. Saya tak perlu menjawab, karena wawancara di sebuah majalah bersama kandidat wakilnya – Mayjen ( purn ) Saurip Kadi telah menjelaskan semuanya.
Siapa yang tak kenal sosok Nagabonar ini. Aktor dan seniman yang memiliki integritas tinggi. Barang kali jarang ada aktor yang memiliki pendalaman karakter setinggi Deddy Mizwar.
Ketika saya syuting dengan dia, saya hanya memberikan latar belakang konsep serta kerangka scene yang saya inginkan. Sisanya terserah dia. Tak perlu meminta dia untuk lebih ekspresif misalnya. Hanya dalam hitungan menit, dia bisa mengumpulkan semua energi, emosi dan penghayatan yang dibutuhkan.

Jadi saya tak perlu banyak pengambilan take adegan. Bahkan ia juga meringankan tugas saya – karena dia juga sutradara – dalam memotivasi lawan mainnya.
Deddy Mizwar memang mencoba menjadi arif tanpa kehilangan selera humornya. Karya karyanya tentang moral dan keseharian tidak melulu menggurui. Bahwa hidup tidak selalu hitam putih. Seorang pak hajipun bisa digambarkan sebagai manusia biasa yang punya rasa iri, dengki.

Bang Deddy. Demikian saya memangggilnya. Selalu memegang prinsip prinsip kebenaran yang dipercayanya. Dia memang seorang idealis yang memegang jabatan ketua BP2N ( Badan Pertimbangan Perfilman Nasional ) sebuah lembaga yang diangkat Presiden untuk mengurusi masalah film nasional. Disini ia banyak berbenturan dengan seniman seniman film yang unik, termasuk kewalahan menghadapi badan sensor yang sudah seperti kerajaan sendiri serta birokrat di departemen Budpar.

Ketika issue issue pekerja film illegal banyak berkeliaran di Indonesia – termasuk sutradara asing – , Suatu hari ia menelpon saya. Karena waktu itu Asosiasi Pekerja Film Iklan Indonesia bersama Departemen Kominfo sedang mengurusi peraturan yang mendukung penggunaan sumber daya dalam negeri. Ia memang mendukung penertiban tenaga kerja asing yang illegal.

“ Gue lagi mau syuting Yamaha, menurut lu gimana..soalnya sutradaranya bule ,gue juga kesel, masak kaya ginian aja harus pakai sutradara bule “
“ Ya tanya dong bang sama PHnya,.dia punya ijin kerja nggak ? “ usul saya.
Tak berapa lama dia menelpon lagi.
“ Udah gue tanya, katanya dia punya ijin “
“ Bang Deddy melihat suratnya nggak ? “ saya menggodanya.
“ Wah..kagak tuh..” Tiba tiba dia cemas, karena mungkin saja dia ditipu. Dan saya sempat meyayangkan kebimbangannya dia dalam politik perfilman nasional yang carut marut. Padahal sebagai ketua BP2N mestinya dia ikut menegakan Undang Undang film yang nasionalistis.

Ternyata bagaimana menjadi bijaksana tidak cuma kegiatan teoritis. Bang Deddy dengan segudang kearifan yang dimiliki tidak cukup hanya memberikan pencerahan dengan sinetron atau film filmnya yang berisi ajaran moral.
Tapi menjadi pertanyaan apakah ia bisa turun sendiri menjadi pelaku pembawa panji panji kebenaran di dunia nyata. Saya takut ia akan menjadi Don Qixot yang sendirian terasing. Dalam wawancaranya, beberapa kali ia justru meminta Saurip Kadi menjelaskan program programnya. Alasannya sang purnawirawan jenderal lebih paham.
Saya berpikir , dengan tidak mengurangi rasa hormat terhadap Bang Deddy. Kenapa harus ikut dalam pencalonan ini ? Saurip Kadi tentu bukan seperti Lukman yang dalam film Nagabonar 1, pangkatnya diturunkan oleh Jenderal Naga Bonar menjadi sersan mayor.

Memang benar adagium yang, bahwa tidak ada sekolah menjadi Presiden. Orang harus terjun sendiri, mengalami pengalaman dan hanyut dalam perbuatan. Kalau orang jawa bilang, dalam laku. Ujian sesungguhnya disana. Kita tak bisa mengetahui tanpa mencobanya sendiri.
Lagi lagi Goenawan Mohammad bercerita ketika bertanya kepada pelukis S. Sudjojono tentang teori melukis. Jawabnya “ Tidak pakai teori, memang saudara pernah membuat teorinya orang naik sepeda ? “.

Tapi jujur saya lebih cemas bahwa Bang Deddy hanya menjadi komedi satir dirinya sendiri dalam pentas politik Indonesia. Masalah kenegarawan bukan seperti main film Nagabonar yang pongah. Pengetahuan akan moral, idealisme dan niat baik untuk memperbaiki bangsa ini tidak sekadar slogan yang sama dengan apa yang diucapkan setiap kandidat.
Pengetahuan tentang berbangsa membutuhkan jejak rekam dalam laku. Bukan sekadar teori. Inilah yang dikriktik Mangkunegara IV, dalam serat Wedhatama. Orang yang pintar teori tapi tak paham bahwa, ngelmu iku kalakone kanti laku.

Biarlah Bang Deddy menjadi Begawan di luar pentas kepresidenan. Seperti Gus Dur yang tak cocok dengan segala formalitas yang justru membelenggunya. Saya justru takut kehilangan teman ngobrol yang enak, seperti yang biasa kami lakukan. Sore sore sambil menunggu jam kemacetan di kantornya di lantai 5 gedung Film dekat pancoran.

Jadilah saya tanya kembali sambil menunggu magrib di ruangan kantornya yang sempit.
“ Katanya mau syuting iklan Yamaha lagi , pakai sutradara bule ? “ Tanya saya.
Ia hanya garuk garuk kepala sambil meringis. “ Iya bule lagi ”

You Might Also Like

46 Comments

  • bayuhebat
    March 12, 2009 at 1:29 am

    wah kalau menurut saya untuk orang seperti Deddy Mizwar saya rasa ketika sebelum ataupun ketika menjabat sebagai presiden gaya atau stylenya gak akan jauh berbeda. Cuman disisi lain kalau ngeliat dari sisi pertemanan rasanya akan ada sedikit jarak atau bisa dibilang kemungkinan kehilangan feel ketika sebelum jadi presiden

  • Sharon
    March 12, 2009 at 2:15 am

    kalau ntar kaya SBY dan JK yang jelas-jelas wakil presidennya ga baikan gitu, gimana ya? Sedih mbayanginnya….

    Tapi kalau sudah jadi panggilan hati mas?

  • Epat
    March 12, 2009 at 4:09 am

    jadi inget kasus Dai tenar jaman dulu yang terperangkap masuk tawaran nyaleg

  • DV
    March 12, 2009 at 4:58 am

    Barangkali Deddy Mizwar pun sudah tahu bahwa persaingan terlampau berat, tapi setidaknya ia telah memberi pelajaran politik dengan berani mencalonkan diri kan, Bung?

  • edratna
    March 12, 2009 at 6:33 am

    Atau mungkin bung Deddy sekedar mau meramaikan aja?
    Bagaimana dengan mas Iman sendiri? Tak ingin nyaleg?

    Saya termasuk orang yang percaya, bahwa semua pake proses, pakai latihan untuk jatuh bangun, agar bisa memahami sampai hal sekecil-kecilnya. Tapi ada juga orang yang bisa melalui hal itu dengan cepat dan sukses. Jadi, kita tunggu aja hasilnya.

  • Fenty
    March 12, 2009 at 8:04 am

    Semoga yang terbaik menang, terbaik dalam arti segalanya … kearifan, kebijaksanaan dan kepedulian terhadap rakyat … even itu bang Deddy or else 🙂

  • bangsari
    March 12, 2009 at 9:09 am

    nah ini, dia satu poin yang saya belakangan sering saya temui.

    begitu seseorang mencalonkan diri untuk menjadi orang politik (entah itu, capres-cawapres, atau anggota legislatif) hampir selalu hal ini akan dikhawatirkan para sahabat dan koleganya. para sahabat dan koleganya takut kalau- kalau si tokoh akan kehilangan banyak hal. mulai dari kejujuran, integritas sampai dengan jati dirinya.

    maksud saya, poinnya adalah: sepertinya dunia politik kita sudah menjadi dunia yang sedemikian menakutkan dan menjijikkan bagi banyak orang, sehingga perlu di hindari dan di khawatiri.

    selamat berindonesia…

  • JaF
    March 12, 2009 at 9:47 am

    Persis dengan kekhawatiran saya, bang.. Saya takut orang sebenarnya lebih berharap banyak pada Nagabonar atau Bang Jack (dalam sinetron PPT) atau Pak Haji (di kiamat sudah dekat) ketimbang pada Bang Deddy Mizwarnya.. Saya yang pengagum berat Bang Deddy kecewa sekali karena khawatir akan ‘kehilangan’ beliau. Melihat wawancaranya di SCTV waktu peluncuran sebagai capres, saya tidak melihat Bang Jack, Bang Naga, Pak Haji atau malah Bang Deddy yang bicara.. Saya melihat orang lain dalam wujud fisik Deddy Mizwar disana.. entah siapa..

    Tapi di sisi lain, iseng saya berpikir, jangan-jangan memang diperlukan sebuah kegilaan untuk merubah sistem negara yang sangat saya cintai ini. Mungkin kegilaan seorang Jendral Naga yang berani mengacak-acak peraturan diperlukan negara ini, atau keluguan seorang Bang Jack yang selalu berpandangan sederhana dan tidak njlimet.. Udah kadung nyemplung, kenapa enggak sekalian aja di acak-acak semuanya.. Bikin sesuatu yang nyelenehi..

    Entahlah…

  • meong
    March 12, 2009 at 10:08 am

    eh, setuju dg @JaF

    mas iman ga nanya langsung dg bang deddy, kenapa nyapres? mungkin kl yg nanya mas iman, jawaban yg keluar lebih ‘jujur’ & lebih bersifat personal :mrgreen:

    saya kok selalu berharap, orang2 seperti bung deddy ini tidak usah ikut dlm gegap gempita hal2 spt ini -politik praktis- . entah, feeling sok tau aja, bhw itu bukan tempatnya 🙂

  • Alex©
    March 12, 2009 at 12:08 pm

    Saya malah berpikir sebaliknya: Beri kesempatan Deddy Mizwar membuktikan teori-teori dan ke-waskita-annya dalam sinetron, ceramah dan film-film.

    Mungkin kenyataannya nanti akan pahit. Mungkin ia akan mengulang kembali pelawak-pelawak politik yang garing dalam melawak jika bukan malah gagal membuat rakyat Indonesia tertawa senang dan bahagia.

    Tapi, bukankah kita harus belajar dan mencoba belajar menerima kekurang setiap orang, apakah dulu, sekarang dan nanti? Setiap tokoh memang selayaknya diuji dalam hidup, bukan di buih-buih ludah dan pikiran saja.

    Taruhlah figur Nabi Muhammad dan para rasul lain, misalnya. Dalam pandangan mata kita, mereka boleh sempurna, boleh tak bercacat-cela. Tapi dalam hidup kita harus menerima bahwa ada orang-orang yang tidak puas dengan mereka. Mengkritik atau bahkan menjelekkan mereka. Dari hal pernikahan dengan Aisyah sampai sebutan menyiarkan agama dengan pedang, misalnya. Dan itu wajar… Dunia tidak seidealis yang kita kira, sementara apa yang kita anggap “kewarasan” untuk hidup seperti gagasan-gagasan di blog-blog yang kita miliki mungkin sudah mulai bersaing dengan utopia.

    Jika saja Muhammad dan para rasul cuma berteori via wahyu dan cuma mengharap Jibril membereskan epriting in dis world, apa yang pantas dibanggakan? Kedalaman berpikir? Kearifannya? Bukankah kita membanggakan mereka, hormat pada mereka justru karena mereka mencoba membumi dengan kehidupan, mencoba membentuk tatanan seperti idealisme mereka?

    Saya siap untuk kecewa, bahkan untuk dikecewai ketika saya sendiri memutuskan terjun ke politik di Aceh sini, Mas, meski cuma level partai lokal. Dan itu mungkin alasan yang sama dengan Deddy Mizwar dan Kang Kombor seperti komennya di postingan Bang Fertob, meski saya bukan caleg. Perkara saya sendiri berbenturan platform partai (karena secara pribadi saya tak suka dengan sosok-sosok di partai beliau), itu perkara lain. Tapi keputusan untuk terjun dan mencoba mewujudkan ide, bukan perkara sepele dan bukan keputusan sederhana. Saya butuh dua tahun utk mempertimbangkan ajakan teman2 sesama demonstran lama di kampus agar terlibat di parlok.

    Satu hari nanti, boleh jadi blog saya akan dihujani cemooh dan caci-maki karena bertransisi menjadi oportunis, misalnya. Dan film-film Deddy Mizwar akan dicampakkan seperti umat meninggalkan Aa Gym. Tapi itu resiko… Itulah hidup…

    Misal, seperti sentilan, “Apa sih yang dibuat oleh blogger selain tukang kritik, sok benar, sok analitik?” Don’t get me wrong, saya sendiri blogger dan kena sentilan begini. Saya juga sudah cape mengatakan bahwa “blogger menulis dan menulis memang bukan utk mengubah, tapi menggugah pembaca utk berpikir, peduli setuju atau tidak.” Pertanyaan demikian memang kampret, tapi mungkin sama kampretnya dengan posisi dimana kita mungkin sedang/pernah berdiri yang memandang sinis pada siapa saja yang mencoba berbuat di luar jangkauan idealisme di blog-blog, di mushala, di forum, di milis, di opini-opini ala media massa…

    Dunia memang tak sempurna, di mana kita cemas bahwa tokoh-tokoh yang kita sayangi dan kita kagumi akan bercacat-cela. Di mata banyak mahasiswa dan orang muda, misalnya, sosok Gie adalah bersih tak bercela. Aktivis sejati. Idealis. Benar… tapi dalam tulisan-tulisannya, dalam gagasannya, dalam kritiknya terhadap teman-temannya sendiri… Ia begitu menjaga jarak dengan apa yang mungkin bisa diubahnya walau sedikit, meski ia sendiri berucap,

    “Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur yang kotor. Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah.”

    Mari, beri ia kesempatan seperti kita memberi para pemain-pemain lawas kesempatan untuk bermain meski usia mestinya sudah harus pensiun 🙂

    PS: Maaf kalo kepanjangan, Mas 🙂

  • zam
    March 12, 2009 at 12:11 pm

    kita ini butuh seorang “sosok”, mas.. dan saya rasa Bang Deddy inilah “sosok” yang dicari, yang tidak ditemukan di “soksok-soksok” yang lain..

    namun aku kira, seniman layaknya memang harus berada di jalur seni, bukan di politik. jika sesuatu tidak ditempatkan pada tempatnya, mak tunggulah kehancurannya.. 😀

  • za
    March 12, 2009 at 2:46 pm

    ya, semoga saja gak asal ikutan karna lagi nge-trend…

  • Arip
    March 12, 2009 at 11:06 pm

    Yo wes biarin aja, kalo perlu si thukul suruh jadi wakilnya…

  • hedi
    March 12, 2009 at 11:58 pm

    mungkin dia sudah “gemes” liat pemimpin ga ada yang bisa mengurai benang kusut Indonesia atau dia hanya ingin memberi pendidikan politik dalam sebuah persaingan pilpres…tapi rasanya kok aku pikir ga selalu harus ikut terjun langsung ya, mas

  • Iman
    March 13, 2009 at 12:14 am

    Meong,
    sepertinya kalaupun saya tanya, jawabannya tetap sama dengan alasan yang ia kemukan dalam berbagai wawancara.. Saya tahu Deddy pantang menarik ludahnya dengan apa yang ia yakini. Ia pasti tahu peluangnya hampir tidak ada, tapi pasti ada sesuatu yang dicari…

  • Firad
    March 13, 2009 at 12:16 am

    Deddy Mizwar selalu gelisah, mungkin ia telah menemukan jawaban, walau ia sendiri tak yakin

  • Agus
    March 13, 2009 at 12:17 am

    Gue juga bingung, ngapain juga bang deddy…khan menjadi pencerahan nggak harus terjun langsung

  • dina
    March 13, 2009 at 1:00 am

    ya mungkin sekarang beliaunya mau belajar naek sepeda..
    wajarlah klo njenengan cemas..

  • Jevuska
    March 13, 2009 at 6:29 am

    lama gak mampir ke blog mas iman :). wah ngomongin soal presiden neh.. Deddy Mizwar atau entah siapalah yang menjadi presiden saya gak peduli. Yang saya peduli cuma hasil kerjanya “ntah siapa” selama 5 tahun menjabat jadi orang no.1 di negara kita. Negara kita ini nantinya tambah maju atau tambah bobrok ? Trus ada nyinggung sutradara bule, emang kenapa dengan sutradra bule? yang dipikirkan justru kenapa kok produser merekrut sutradara bule ? ada apa dengan sutradara lokal ?

    Mengenai sentilan dari komen mas Alex “Apa sih yang dibuat oleh blogger selain tukang kritik, sok benar, sok analitik?”, kalo saya sih terima aja sentilan seperti, ngeblog itu universal, punya blog ya harus terima semua jelek atau buruknya, kalo saya bisa tambhai sih sentilannya kayak gini “Apa sih yang dibuat oleh blogger selain tukang kritik, sok benar, sok analitik, dan cari uang dari blog?”

    Kepanjangan lagi nih komennya.

  • edwar
    March 13, 2009 at 8:29 am

    Naga bonar menjadi presiden ? Apa kata dunia ?

  • dony
    March 13, 2009 at 8:37 am

    saya penasaran lo mas … sebenernya apa sih yang di cari DM. Apa hanya sekedar sensasi ? punya misi pembelajaran? atau apapun lah 🙂

    eh sukses buat alex yah 🙂

  • wku
    March 13, 2009 at 9:58 am

    terus terang saya prihatin ketika membaca berita dedy mizwar dicaci maki saat ia sudah mendeklarasikan sbg capres…

  • bahtiar
    March 13, 2009 at 10:02 am

    matur nuwun mas iman

    tulisan jenengan seperti mendekatkan saya yang orang biasa ini pada idola yang sangat susah untuk didekati …

    seperti penyambung gitu … 🙂

  • lady
    March 13, 2009 at 4:37 pm

    dulu saya pernah melihat tayangan di tipi, pak deddymizwar tidak tertarik ikut2an menjadi caleg yg wkt itu rame2nya artis2 jd caleg/pilkada. alasan dia, dia tidak paham dg dunia politik.

    sekarang maju menjadi capres. olala…

  • agusrest
    March 13, 2009 at 6:25 pm

    Krn hidup itu spekulatif, kita hrs punya keberanian mempraktekkan teori jadi tindakan. Kalau tdk diujicobakan, teori hanya hidup dlm angan-angan….so selamat berpraktek bang Deddy 🙂

  • taufik asmara
    March 13, 2009 at 10:55 pm

    Saya juga surprise ketika mendapat berita beliau akan maju jadi RI 1. Tapi ntah kenapa justru saya merasa senang, Mas. Kekhawatiran akan kehilangan sosok Bang Deddy seperti sekarang emang terasa juga. Tapi kejenuhan akan kondisi bangsa sekarang ini jualah yang pada akhirnya menggiring saya untuk menaruh harapan pada Bang Deddy.
    Kadang kita harus mengorbankan sesuatu yang baik untuk sesuatu yang “mungkin” lebih baik. Bukankah itu sifat manusia yang tidak pernah merasa puas.
    Postingan ini memang saya harapkan dari Mas Iman… Hehehe akhirnya kesampaian.
    Salam

  • BARRY
    March 13, 2009 at 10:55 pm

    Komentar berikut adalah pandangan saya terhadap trend politik di Indonesia pada umumnya dan bukan semata-mata terhadap Deddy Mizwar.

    Mencalonkan diri menjadi presiden itu merupakan suatu keputusan yang SARAT dengan tanggung jawab. Saya yakin banyak dari caleg dan capres yang mengerti apa arti dari tanggung jawab yang mereka bawa ke arena politik, namun salah kaprah kalau tanggung jawab yang dimaksud adalah untuk rakyat dan bangsa Indonesia, BUKAN untuk pribadi masing-masing atau golongan.

  • zenteguh
    March 13, 2009 at 11:35 pm

    salam kenal mas..
    untungnya Naga Bonar cuma guyon aj
    gimana tdk guyon, kan terbentur tembok tebal bernama UU 10/28

  • ichanx
    March 14, 2009 at 2:21 pm

    wow… ternyata si naga bonar gak seideal yang gw bayangin yaa… 🙁

  • auliahazza
    March 14, 2009 at 3:03 pm

    saya waktu lihat pak deddy mencalonkan diri jadi presiden senang lho. mudah-mudah2 beliau bisa menang 😀 walaupun saya ga yakin 😀

    kenapa g dicoba saja 😀

    Menjadi pemimpin sebuah negara Indonesia sangat mengerikan tapi sekaligus tantangan. Indonesia terlalu besar, terlalu kronis, yang tidak bisa dirubah segampang membalikan telapak tangan.

    Kita sendiri ingin cepat menyelesaikan kekronisan ini tapi ga mungkin ya .. setiap ada pemilu kita selalu berharap besar dan terlalu cemas terhadap presiden yang baru, mampu kah mereka membawa rakyat Indonesia ke arah yang lebih baik dan sejahtera.

    Kalau saya jadi presiden gimana ya 😀

  • qbonk
    March 15, 2009 at 1:02 am

    terlepas dari pantas tak pantas, mampu tak mampu; dalam pungut-memungut suara rakyat, dede yusuf telah berhasil membuktikan bahwa mereka yang rajin warawiri di televisi mampu menumbangkan nama sebesar apapun di lapang politik. selebriti telah menancapkan panjinya di ranah politik.

    tapi senggaknya dengan mengingat bobot nama DM kita layak mengesampingkan kekuatiran pada alasan buruk apapun itu. pelajari apa yang jadi karyanya selama ini. dan ketika datang pertanyaan ‘bagaimana jika nanti . . .’
    **lets worry about that when we have to,, =)

  • wong ganteng
    March 15, 2009 at 10:24 am

    nonggeng

  • wong ganteng
    March 15, 2009 at 10:26 am

    nonggeng maning

  • marshmallow
    March 15, 2009 at 11:19 am

    ah, bang deddy. saya selalu salut pada tokoh yang satu ini. meminjam istilah orang bali, dia punya taksu dalam berlakon. tapi apakah taksu yang sama bisa dia peroleh dalam kancah di luar film? rasanya sudah tepat kekuatiran mas iman, walaupun kalimat “Saya justru takut kehilangan teman ngobrol yang enak, seperti yang biasa kami lakukan” terkesan rada egois.

  • Nyante Aza Lae
    March 16, 2009 at 11:24 pm

    yupss..sepakat mas

  • Adhini Amaliafitri
    March 17, 2009 at 3:28 pm

    deddy mizwar?
    seorang seniman yg hebat dalam menghadirkan tayangan2 yg mengandung moral. lawakan beliau yg unik, cerdas namun menyindir dinding hati. dan tentu saja, menghadirkan pelajaran agama dalam tiap tayangan yg diproduksinya, namun mudah dicerna karna begitu dekat dengan kisah keseharian di masyarakat

    siapapun yg nantinya memegang amanah rakyat menjadi Presiden RI berikutnya, saya hanya berpesan untuk tidak banyak mengumbar kata2 di depan publik. cukup dengan pembuktian secara langsung. take action! bahwa Indonesia masih punya harapan untuk bangkit dan menjadi negeri yg makmur seperti dulu.. itu saja 🙂

  • Neng Rara
    March 18, 2009 at 10:04 pm

    Sy melihat bahwa Dedi Mizwar blm saatnya naik panggung kepresiden dekade tahun ini..lebih baik di blkg panggung dlu deh mas

  • Neng Rara
    March 18, 2009 at 10:07 pm

    Nambah ni..boleh mas?
    Ato membuat film deh ttg masa depan Indonesia menurut pemikiran bang Dedi…baiknya sprti apa..

  • Neng Rara
    March 18, 2009 at 10:08 pm

    Maaf ya comment diatas tdi..bla kurang berkenan
    wassalam

  • gum
    March 20, 2009 at 12:34 am

    saya yakin Dedy Mizwar pasti juga punya nat baik untuk ikut memperbaiki kualitas kepemimpinan bangsa ini. tapi bukankah kita sebaiknya menjadi orang yang tepat di tempat yang tepat pula?

    biarkanlah ranah politik diisi oleh orang2 yang memang mendedikasikan hidupnya untuk berpolitik. sementara orang2 seperti Dedy Mizwar dan Mas Iman tetap di ranah perfilman karena memang dibutuhkan di sana.

    lagipula kesalahan yang bisa terjadi dalam memimpin negara tidak bisa diperbaiki semudah take ulang sebuah adegan film, kan?

  • anderson
    March 20, 2009 at 3:17 pm

    Saya justru mengkhawatirkan Bang Deddy Mizwar akan jadi bulan-bulanan politisi busuk yang banyak beredar di republik ini. Stay as what you are, please….

  • ideel
    August 28, 2009 at 9:57 am

    saya punya hal yang sangat penting untuk bang dedy, hal ini dapat mendukung perolehan suara bang dedy untuk pencalonan 2014 dan sangat berkaitan dengan kegiatan bang dedy saat ini, bagaimana saya menghubunginya?

  • belajar pintar
    May 16, 2011 at 9:43 am

    salam kenal mas … saya senang membaca postingannya salam kenal

  • El Capitan
    June 11, 2011 at 2:14 am

    Senang baca tulisan-tulisan anda. salam kenal ya mas iman…

  • Ratri Galuh
    July 29, 2018 at 9:08 pm

    Akting Deddy Mizwar emang selalu cocok dan menjiwai peran

  • OrbaFuckinShit
    August 28, 2018 at 11:16 am

    beda deddy waktu menjadi aktor dan deddy waktu menjadi politisi, sejak terjun ke dunia politik prestasi deddy sangat minim sama seperti yg dialami ahmad dhani dia brubah menjadi individu yg intoleran dan rasis berbalik 180 drajat dengan lagu2 yg ia ciptakan dulu di DEWA19

Leave a Reply

*