Browsing Category

POLITIK

Jika nasionalis menang. Islampun tak kalah

Panglima Kopkamtib, Soedomo di permulaan Februari 1977 mengumumkan empat hal yang tidak boleh dilakukan selama kampanye. Tidak boleh mengintimidasi lawan lawannya, tidak boleh menyerang kebersihan pemerintah dan pejabat pejabatnya, tidak boleh merusak persatuan nasional dan tidak boleh mengeritik kebijakan kebijakan Pemerintah.
Mungkin dia akan kaget jika melihat Pemilu saat ini. Mengkritik pemerintah, sudah bukan hal yang tabu. Prabowo sebelum mengusung Hatta Rajasa sebagai cawapresnya, gencar mengkritik kebijakan SBY yang dituduhnya neolib. Tapi yang paling berbahaya adalah pemilu Presiden ini. Tiba tiba telah memecah belah rakyat.

Barang kali ini adalah pemilihan Presiden yang paling dramatis dalam sejarah republik. Tino Saroengalo, seorang pembuat film documenter, menyebut pemilu yang paling banal. Saya menyebutnya, brutal.
Secara sistematis dirancang propaganda hitam untuk menghancurkan Jokowi. Kebohongan, fitnah, dan rekayasa. Secara massive, Jokowi dituduh sebagai komunis, kafir, zionis, anti-Islam, Kristen, memiliki orangtua Cina-Singapura. Konsep Revolusi Mental dituduh sebagai gagasan komunis. Di sepanjang proses pemfitnahan ini, diedarkan bukti-bukti rekayasa, seperti foto, akte kelahiran atau bahkan surat nikah palsu.

Di luar itu ada pula pembuatan tabloid Obor Rakyat, yang disebar di pelosok desa dan pesantren pesantren. Dibuat pula surat palsu Jokowi yang meminta penangguhan pemeriksaan oleh Jaksa Agung. Lalu transkrip rekayasa wawancara Megawati dengan Jaksa Agung untuk membebaskan Jokowi dari tuduhan kasus korupsi TransJakarta.

Pemakaian kanal kanal baru seperti Youtube, diunggah rekayasa wawancara dengan Jokowi yang seolah-olah disiarkan stasiun televisi internasional Bloomberg. Demi kepentingan Prabowo, dilakukan manipulasi dalam film Prabowo Sang Patriot, serta rekayasa pengunduhan video yang memuji Prabowo oleh ilmuwan terkemuka AS, Geoffrey Robinson.

Continue Reading

Berebut legitimasi Sukarno

Memakai nama dan simbol Sukarno dalam pemilu sudah dilakukan sejak pemilu 1971, untuk mendapatkan dukungan luas masyarakat.
Dalam kampanye yang dilakukan PNI, mereka membawa Guntur dan Rachmawati. Sambutan yang luar biasa terhadap putera puteri Sukarno menunjukan, disatu pihak betapa luar biasanya kedudukan Sukarno dimata pendukungnya, sekaligus ketergantungan PNI terhadap Sukarno.

Sekarang Sukarno tidak saja menjadi sumber legitimasi ide ide politik PDIP, partai yang secara historis menjadi rumah baru PNI. Tapi juga diusung partai partai lain. Mereka berusaha menunjukan sebagai penerus cita cita Sukarno, walau sejujurnya dalam sejarah partainya, hampir sedikit – kalau dibilang tidak ada – pergulatan pemikiran Sukarno yang diadopsi.

Prabowo Subianto, kandidat Calon Presiden dari Gerindra berani mengindentifikasikan dirinya dengan penampilan yang mirip mirip proklamator itu. Baju putih putih berkantung empat dan peci hitam. Prabowo juga mengambil cara berpikir Sukarno dalam kerangka mitologi Jawa, yaitu konsep kepercayaan sebagai tercermin dalam cerita cerita wayang, mitos Ratu adil yang intinya adalah harapan, penantian kehadiran juru selamat.

Gaya orasi Prabowo yang mirip dengan Sukarno, untuk menunjukan negeri yang besar, sumber daya alam, demografi yang luar biasa, tapi penduduknya yang miskin. Keadilan sosial yang tidak merata.
Puluhan tahun lalu, Sukarno sudah berpidato berulang kali tentang luas Indonesia yang lebih besar dari daratan Eropa, dengan zona waktu yang berbeda. Kini Prabowo juga melakukan hal yang sama pada setiap pidatonya.

Sebagaimana Sukarno, Prabowo juga menunjukan kemandirian serta keberpihakan pada bangsa sendiri daripada bangsa asing. Sukarno juga sangat mencintai wayang, bahkan Presiden pertama Indonesia sangat kagum dengan sosok Bima. Tulisan tulisan Sukarno sebelum kemerdekaan, banyak memakai nama samara Bima.
Bukan kebetulan, dalam acara pemantapan tim pemenangan pasangan Prabowo – Hatta di Solo, dalang Ki Manteb Sudarsono memberikan wayang Bima yang dianggap sebagai personifikasi Prabowo.

Continue Reading

Keberpihakan media TV dalam Kampanye

Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia hasil munas 1993, Megawati Soekarnoputri pernah mengeluh kalau dirinya tak kalah cantik dengan bintang bintang sinetron di TV. Tapi kenapa tayangan wajahnya hampir tak tampak di televisi, baik TVRI atau TV swasta, tanyanya lebih lanjut. Uneg unegnya muncul pada HUT PDI di Denpasar tanggal 16 Mei 1993. Megawati secara terbuka menuntut TVRI agar lebih adil memberitakan berita seputar parpol dan Golkar. Seperti biasa protes itu dianggap angina lalu. “ Biarkan Parpol memprotes, TVRI tetap berlalu “.

Tentu jaman itu, siapa bisa melawan penguasa ? Hasil penelitian Harian Media Indonesia selama 3 bulan, April sampai Juni 1995, bisa sebagai dijadikan sample. Disebutkan TVRI menyiarkan kegiatan Golkar sebanyak 98 kali. PPP 10 kali dan PDI 2 kali. Sementara liputan ketua umum juga tidak seimbang. Harmoko menapat 38 kali. Ismail Hassan 10 kali dan Megawati 1 kali.

Menjelang pemilu 1997, Aliansi Jurnalis Independen mencatat total tayangan TVRI pada bulan Oktober – Desember 1998 adalah : Golkar 34 menit 18 detik. PPP 1 menit 20 detik, dan PDI 3 menit 9 detik. Itu diluar materi berita seperti temu kader Golkar, apel siaga dan sebagainya. Bahkan untuk HUT Golkar pada bulan Oktober 1996 , mendapat tayangan khusus berdurasi 3 jam non stop. PDI malah tidak mendapat ijin, dan massa PPP dikritik karena pawainya menyalahi aturan.

TV TV swasta yang notabene dimiliki patron patron penguasa, sama saja. RCTI , ANTeve. Selama pengamatan AJI 3 bulan itu, PPP hanya sekali masuk RCTI. Itupun berita negative, yakni calegnya yang ditolak Lembaga Pemilihan Umum. Itupun yang diwawancarai bukan orang PPP, tapi direktur BIA. Mayjen Farid Zainuddin.
Secara total RCTI meliput Golkar sebanyak 7 kali selama 8 menit, dan 7 kali di ANTeve selama 7 menit 11 detik. PPP hanya sekali di RCTI selama 55 detik, dan PDI hanya sekali di ANTeve selama 3 menit.

Continue Reading

Ketika Gita Wirjawan berani memasuki bursa Capres

“ Saya percaya jika rakyat Indonesia akan berpihak pada mereka yang bersih, yang berani dan berjuang tanpa pamrih “. Gagasan yang diucapkan Gita Wirjawan dalam kampanye menuju konvensi Capres Partai Demokrat, sebenarnya menunjukan harapan sebuah perubahan di negeri ini.

Lalu ada pertanyaan, apakah pengusaha atau professional bisa memasuki politik. Tentu bukan sesuatu yang tabu. Di negeri yang sering dijadikan kiblat demokrasi, Amerika Serikat tercatat dulu ada mantan menteri keuangan jaman George Bush. Dia adalah Paul O’neill. Sebelum duduk di di kabinet, O’neill adalah CEO Alcoa, salah satu perusahaan alumunium terbesar di dunia. Di Indonesia fenomena ini mulai terlihat sejak orde reformasi. Sosok kelahiran 21 September 1965 di Jakarta ini, kini menjabat sebagai Menteri Perdagangan. Ini tidak salah, bahkan ada yang mengatakan latar belakang pengusaha di dunia bisnis mampu memberi bekal yang lebih bagus ketimbang mereka yang hanya memiliki latar belakang militer atau birokrasi. Contohnya soal inovasi dan kreativitas.

Keuntungan Gita, ia tidak tersandera dengan masa lalu sebagaimana beberapa kandidat Presiden lainnya. Tidak ada issue HAM, kekerasan atau kebijakan ekonomi atau politik yang menjadikan sentimen negative. Jadi ia bisa datang sebagai sosok baru yang fresh – bukan sosok lu lagi lu lagi – dan pintar, karena jebolan Master of Business Administration di Baylor University, Amerika Serikat dan Master of Public Administration (MPA) di Kennedy School of Government, Harvard University. Selain itu dia cukup ‘ kaya ‘ sehingga tidak semestinya berpikir untuk melakukan praktek patgulipat membiayai kampanyenya. Sisi kelemahannya adalah, Ia besar dan tumbuh di luar negeri sehingga terkesan kurang akrab dengan grassroot. Gita Wirjawan menghabiskan masa remaja di Bangladesh dan India mengikuti orang tuanya karena ayahnya yang dokter ahli kesehatan masyarakat diberi tugas sebagai perwakilan Indonesia di WHO.
Ia juga kurang begitu di kenal dalam masyarakat luar perkotaan. Catatan keberhasilannya seperti di bawah kepemimpinan Gita di BKPM – Indonesia berhasil mencetak rekor tertinggi realisasi investasi modal asing – Nyaris tak terdengar.

Continue Reading

Masih perlukah simbolisasi Islam ?

Abu Maksum mungkin bisa menceritakan perjalanan hidupnya membela partai Islam di Indonesia. Dia Kiai kampung pinggiran kota Jakarta yang pada jaman orba setia membela partai Kabah. PPP. Apalagi ketika Jakarta tahun 1977 dimenangkan oleh PPP, dan Pemerintah Pusat menghukum mereka yang tidak memilih Golkar, dengan derap pembangunan yang tidak menyentuh kampungnya di dekat Mampang Prapatan. Seperti jalanan becek tidak beraspal.
Ia sadar bahwa orde baru memberangus ide ide Islam dalam politik termasuk menembaki mereka dituduh fundamentalis. Untuk itu Abu Maksum sangat benci kepada Soeharto. Dia menganggap Soeharto sebagai simbol kekuasaan kebatinan Jawa yang berlawanan dengan syariat.

Sampai suatu hari Soeharto naik haji dan menambahkan Muhammad didepan namanya. Soeharto juga membentuk organisasi cendikiawan Muslim. Bahkan dalam malam takbiran di Monas. Soeharto dengan suara serak terbata bata melantunkan takbir. Abu Maksum melihat dari siaran TV, serta merta bersujud. Dia bukan lagi Abu Maksum yang membenci Soeharto. Dia mencintai Soeharto.

Abu Maksum adalah potret dari jutaan umat muslim masih mementingkan perjuangan simbolis. Dengan kepentingan politik siapapun. Orang bisa memanipulasi orang orang seperti Abu Maksum. Datanglah kepada mereka dengan sorban dan berbicaralah dengan mengutip ayat ayat Al Qur’an dan Hadits. Mereka akan menaruh respek yang luar biasa, sekalipun sebelumnya anda membunuhi umat Islam. Rhoma Irama bisa mewakili ini juga. Setelah melihat rekonsiliasi Soeharto dengan Islam, Bang Haji bersedia menjadi jurkam Golkar pada pemilu 1997.

Dulu orde baru menganggap partai Islam sebagai barang terlarang. Jaman berubah. Kini muncul partai tanpa rasa kikuk menggunakan Islam sebagai asas. Bagi kalangan minoritas, fenomena itu tak perlu ditakutkan. Pertama karena penduduk Indonesia beragam, maka tak ada yang bisa menguasai Republik ini sendirian. Maka diperlukan loyalitas warga untuk mengikat ‘ rumah ‘ Indonesia, bukan dalam ikatan agama tapi pertalian ragam kelompok.
Kekuatan beberapa partai Islam bukan merupakan kekuaatan yang monolistis. Banyak tokoh atau umat Islam sendiri tidak masuk dalam partai Islam apapun. Ini menunjukan mitos “ ukhuwah ‘ Islam akan terus kuat dan berbentuk dalam beberapa wujud. Tidak harus dalam kesamaan platform politik. Dalam keadaan itu menuduh yang berbeda dengan ‘ kafir ‘. “ murtad ‘ atau ‘ halal darahnya ‘ tidak akan selalu laku.

Continue Reading

Tentang BBM Subsidi

Urusan kenaikan harga BBM lagi lagi ‘rauwis uwis ‘, terus bergulir jadi perdebatan antara jadi atau tidak karena tersandera realitas politik.. Kalau jaman Pak Harto, tak perlu pakai wacana. Cukup diumumkan Harmoko setelah Berita Nasional. bahwa harga bensin akan naik tepat pukul 00.00. Setelah pengumuman itu, puluhan mobil – jaman itu motor masih jarang – sudah mulai mengantri di SPBU di seluruh penjuru kota.
Tapi ternyata kenaikan harga bensin jaman orba yang menyesuaikan dengan harga di pasar dunia. Bukan karena pengurangan subsidi. Karena bensin tidak disubsidi. Dalam sebuah talkhow di TV merah kemarin, rezim orba ternyata hanya mensubsidi minyak tanah.
Jadi ada salah kaprah tentang hak hak yang berhak menerima subsidi selama ini.

Saya pernah menulis 5 tahun lalu tentang penolakan terhadap kenaikan harga BBM.
“ subsidi yang besar dalam pos APBN bukan melulu urusan BBM. Ada pos dana talangan BLBI yang hampir 100 trilyun. Kenapa bukan itu yang dipangkas. Lalu penghematan pos anggaran negara lain, yang kecil kecil tapi bisa menjadi bukit, seperti kenaikan gaji anggota DPR setiap tahun atau luberan biaya birokrat yang sepertinya susah sekali dipotong.
Lalu penjadwalan utang luar negeri yang jumlahnya 158 trilyun. Kenapa harus takut ? negara negara Amerikan latin bisa melakukannya dan kreditor di luar negeri tetap ‘ terpaksa ‘ mengikuti skema ini.
Yenni Wahid mengusulkan pajak progressive bagi perusahaan perusahaan minyak yang sedang menikmati booming kenaikan harga minyak. Ini bisa menjadi subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan terbukti sukses di di negara negara Amerika latin.

Continue Reading

Masih perlukah Partai Politik

Di India, korupsi berlangsung di bawah meja. Di Cina terjadi diatas meja sedangkan di Indonesia sekalian dengan mejanya – “ The Wages of Corruption “ Asia Times Online

Politikus PDIP, Budiman Sudjatmiko mengatakan dalam kicauan twitnya bahwa belum pernah di sebuah negera demokrasi besar, ada 2 pimpinan partai politik besar yang ditangkap dalam waktu berdekatan karena kasus korupsi .
Ini bukan kebetulan atau menganggap KPK menjalani konspirasi kepentingan penguasa. Sebuah analogi yang salah kalau Anas Urbaningrum, menganggap penetapannya sebagai tersangka sebagai rangkaian utuh, terkait sangat erat terkait dengan Kongres Partai Demokrat yang dia menangi. Dia membuat analogi “ Anas adalah bayi yang lahir tidak diharapkan ‘.

Saya masih percaya, rasanya sebagian besar publik juga bahwa KPK tidak mungkin diintervensi. Bagaimanapun juga banyak kader partai penguasa yang ditangkap. Pembelaan Anas hanya sebagai bagian dari strategi pencitraan. Sudah lazim dalam kasus korupsi politik, tersangka atau terdakwa selalu tampil bak korban. Sebagai strategi mengaburkan pandangan publik.

Sebenarnya bukan hanya Partai Demokrat dan PKS. Sejak orde reformasi bergulir, semua partai besar mengalami kasus kasus korupsi yang melibatkan kader kadernya. Partai partai yang dekat dengan kekuasaan, memang memiliki jalan pintas untuk melakukan “ pat gulipat “ proyek Pemerintah. Tiba tiba saja partai – baca : kader – menjadi orang yang penting dan berkuasa. Jauh hari Soe Hok Gie sudah berbicara. Mereka yang idealis ketika menjadi aktivis atau mahasiswa, pada akhirnya akan tergilas begitu masuk ke dalam sistem kekuasaan.
Rakyat menjadi muak dan apatis dengan kehidupan politik. Bagaimana tidak ? Hiruk pikuk politisi DPR dan kader kader Partai yang korup membuat kita semakin bertanya tanya. Perlukah Partai Politik di negeri ini ?

Continue Reading

Konspirasi, cobaan & musibah

30 Oktober 1962. Jaksa menuntut Menteri Agama KH Muhammad Wahib Wahab dengan 10 tahun penjara dan denda 15 juta rupiah. Tuduhannya adalah terdakwa terbukti melakukan transaksi gelap Rp 2,9 juta yang ditukar dollar dengan kurs gelap.
Menurut Rosihan Anwar dalam bukunya ‘ Sukarno, Tentara, PKI “. Wahib Wahab di Singapura memiliki: 3 buah mobil sedan Prince, 1 sedan Pontiac, 1 sedan Mercedez Benz, sebuah skuter dan sebuah rumah yang dia sewa kalau bepergian ke Singapura. Ia juga memberikan 1 buah sedan Mazda sebagai hadiah kepada Melly Kho, seorang perempuan oriental. Entah apa hubungannya dengan perempuan itu.

Dalam pembelaannya. KH Wahib Wahab menuduh penangkapannya sebagai konspirasi partai Komunis dan petualang politik yang didukung secara diam diam oleh Presiden Sukarno. Agak aneh ia membawa nama Sukarno, karena kelak Wahib Wahab hanya merasakan sebulan di jeruji penjara. Ia bebas karena grasi yang diberikan oleh Presiden Sukarno.
Ini adalah cobaan yang harus dihadapi karena aktivitasnya sebagai representasi politikus dadri partai agama ( baca : Islam ) yang menolak komunis di Indonesia.

10 tahun sebelum kasus itu, ada Menteri Agama lain , KH Masykur yang ditahan atas perintah KSAD, Kol Nasution sebagai Penguasa Perang Pusat ( Peperpu ). Tuduhannya penyalahgunaan dana nonbudgeter Kas Masjid, yaitu pengumpulan hasil retribusi biaya nikah, talak dan rujuk oleh para pegawai pencatat nikah ( Departemen Agama ) dan penyaluran tekstil kain kafan yang merupakan bagian dari rampasan perang dari Jepang ke Indonesia. Beberapa politisi Islam mengatakan, sebagai konspirasi Angkatan Darat terhadap politisi DPR, sebagai balasan dendam dari peristiwa 17 Oktober 1952.

Kamus Bahasa Indonesia menerangkan makna kata cobaan sebagai sesuatu yg dipakai untuk menguji (ketabahan, iman, dsb): sabarlah apabila menerima ~ dari Tuhan.
Jelas menurut Kamus Bahasa Indonesia, cobaan diberi makna teologis. Kata cobaan bisa disandingkan dengan musibah. Ahli tafsir Muhammad Husin Tabataba’i, dalam tafsirnya al-Mizan fi Tafsir Al-Qur’an menyebut Musibah adalah kejadian apa saja yang menimpa manusia yang tidak dikehendaki.

Continue Reading

Seandainya saya warga Jakarta

Ketika Bang Ali selesai dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta, hal pertama tama yang dilihat adalah kampung kampung kumuh berantakan di tengah tengah kota dan lalu lintas yang semrawut. Ia mengingat, anak anak bermata merah, perut buncit keleleran di jalan jalan karena tidak sekolah. Keluar dari kampungnya yang jorok. WC di depan rumah, saluran air tergenang dan kalau hujan becek kemana mana.
Bicara lalu lintas, bus bus tua peninggalan orde lama yang sedikit, Tidak punya terminal bus, sehingga ngetem berhenti dimana dia suka. Juga tidak ada jembatan penyeberangan, halte bus atau lampu merah. Jadi jadilah jalanan Jakarta seperti taman bermain. Dimana mana orang boleh menyeberang atau memberhentikan bus dan di setiap perempatan mobil atau becak saling mendahului karena tidak ada lampu merah. Semrawut sekali.

Bagaimana mungkin mengatasi semua permasalahan. Sementara masih banyak hal yang perlu diperbaiki untuk warga ibu kota. Duit di kas hanya 66 juta ( 44 juta dari subsidi Pemerintah pusat dan 22 juta dari pendapatan sendiri ). Ali Sadikin datang ke Bapenas, minta uang untuk perbaikan kampung. Ia ditolak karena prioritas Bapenas menekan inflasi.
Ia memutar otak, akhirnya membiayai sendiri proyek ini – kelak disebut proyek Muhammad Husni Thamrin – dari APBD. Selanjutnya ia melobby Bank Dunia yang membantu 50 % biaya proyek. Pemerintah pusat hanya diam saja.
Demikian pula urusan lalu lintas. Bang Ali sekali lagi menekan Bapenas untuk mengijinkan memasukan bus bus dari Amerika. Kali ini berhasil.
Ia juga membangun sistem lalu lintas. Halte bus, jembatan penyebrangan sampai lampu merah. Juga terminal Pulo Gadung, Grogol, Blok M dan Cililitan di bangun saat itu.

Sisa cerita diatas tinggal sejarah yang ditulis. Pemprov DKI membangun 2400 sekolah, 1200 kilometer jalan raya, memperbaiki kampung, puskesmas, rumah sakit, masjid dan penghijauan dengan uang sendiri. Ketika Ali Sadikin diganti oleh Gubernur Cokropranolo, ia meninggalkan uang kas untuk pemprov DKI, sebesar 116 milyar ( kurs 1 dollar ke rupiah, sekitar Rp 425,- )
Dari mana uang itu ? semua tahu bahwa uang dari judi yang dilegalkan Gubernur. Walau kontroversial, Ali Sadikin jalan terus. Ia punya landasan hukum Undang Undang yang memang mengizinkan Gubernur memungut pajak judi.

Continue Reading

Angie

Pengadilan subversi ini bukan seperti pengadilan, ini seperti pesta saja. Banyak wanita wanitanya dan riuh dengan gelak tawa.
Demikian Nurbani Jusuf mengejek suasana peradilan saat itu. Lebih jauh ia menuduh wartawan wartawan menjepretnya berulang kali agar koran korannya laku,
Demikian kesaksian bintang film tenar orde lama yang melejit namanya lewat film “ Tauchid ‘ dan “ Anak Perawan di Sarang Penyamun “. Ia tercatat sebagai direktur utama PT Ratu Timur Raya.
Saat itu ia dihadirkan jaksa penuntut Johannes sebagai saksi dalam perkara pengadilan bekas Menteri Bank Sentral jaman Orde Lama, kelahiran Sigli , Aceh, Jusuf Muda Dalam.

Hubungan artis dengan pemegang jabatan publik sudah terbentuk sejak dulu. Simbiosis mutualisme dunia gemerlap dengan kekuasaan memudahkan akses bisnis yang ujung ujungnya duit. Nurbani Jusuf memang tidak ditarik menjadi anggota partai atau parlemen. Karena jaman itu belum jadi trend, para pesohor panggung hiburan menjadi politikus.

Sebenarnya tidak jelas apakah statusnya sebagai saksi saja. Namun catatan menunjukan dia tidak pernah ditahan walau dalam kesaksiannya ia mengakui mendapat kemudahan ijin impor khusus dengan deffered payment sebesar 2 juta US dollar.
Kehadiran Nurbani Jusuf, dan juga bintang film lainnya seperti Baby Huwae sampai Titik Puspa menjadikan pengadilan bekas Menteri Bank Sentral menjadi sorotan. Dengan sinis Nurbani menuduh para wartawan sengaja menyeret dirinya dalam skenario yang direncanakan.

Ini tidak sepenuhnya beda, seiring penetapan KPK atas Angelina Sondakh – mantan Puteri Indonesia 2001 – sebagai tersangka dalam kasus korupsi Wisma Atlet yang melibatkan pengusaha Nazarudin. Kedua duanya juga anggota dewan dan pengurus teras Partai Demokrat.
Tentu saja Angelina Sondakh bisa seperti Nurbani, mengambil keuntungan dari popularitasnya. Jika Nurbani kenal dengan Bung Karno serta elite politik saat itu. Termasuk kedekatannya dengan Jusuf Muda Dalam.

Continue Reading

Potret Buram 2011 – Catatan Kaleidoskop

Beberapa catatan tahun ini, diantaranya kekerasan terhadap agama agama minoritas masih merupakan catatan serius yang harus diperhatikan.

Tentu saja yang paling banyak menyita perhatian adalah kasus GKI Yasmin yang sepanjang tahun hampir mendominasi pemberitaan time line setiap minggu pagi.

Puncaknya hari Natal. Aparat menutup jalan menuju lokasi dan para pendemo massa Islam garis keras berteriak teriak menolak kehadiran jemaat yang ingin berdoa di hari Natal.

Sejarah kekerasan terhadap agama Kristen sudah terjadi sejak dulu. Ketika pasukan Mataram menyerang benteng garnisun VOC di Kartasura tahun 1741. Mereka menawan Komandan VOC, Kapten Johannes Van Helsen serta anak buahnya. Orang orang Eropa yang menyerah diberi pilihan. Bergabung dengan Mataram dan wajib konversi agama Islam atau yang menolak – menghadapi hukuman mati.

Banyak prajurit Eropa yang memilih pindah ke agama Islam sementara Van Velsen menolak dan dihukum mati. Kemudian benteng VOC di Kartasura di hancurkan.

Sebenarnya tidak melulu monopoli Islam. Kerajaan Portugis dan terutama Spanyol, membawa pesan Raja Ferdinand serta Ratu Isabella untuk membawa pesan untuk mendirikan kerajaan Tuhan di seluruh muka bumi. Tidak heran, bekas bekas jajahan Portugis atau Spanyol umumnya beragama Katolik.

Jauh sebelum sekarang, Pada tahun 628 Nabi Muhammad SAW mengeluarkan Piagam Anugerah kepada biarawan St. Catherine Monastery di Mt. Sinai . Berisi beberapa klausul yang melingkupi aspek-aspek hak asasi manusia termasuk perlindungan bagi umat Kristen, kebebasan beribadah dan bergerak, kebebasan untuk menunjuk hakim-hakim dan menjaga property mereka, pembebasan dari wajib militer, dan hak untuk dilindungi dalam perang.

Ini menjadi tragis karena pemimpin kita sendiri, Presiden SBY acap kali ragu dalam menjalankan konstitusi, khususnya kebebasan beragama. Dus pendirian gereja Kristen Yasmin yang secara notabene sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, setelah MA menganulir keputusan Pemkot Bogor.

Continue Reading

Bima Ngaji

Ada yang selalu saya kagumi cara Wali Songo menggubah wayang kulit sebagai media dakwah. Salah satunya tentang cerita wayang ciptaan Wali Songo yang berjudul “ Bima Ngaji “. Sebenarnya dalam cerita itu , tidak ada adegan atau scene si Bima atau Werkudoro atau Brotoseno lagi mengaji melafalkan ayat ayat suci. Hanya sebuah kisah Sang Bima berguru mencari ilmu.

Untungnya Wali Songo tidak sekasar produser produser sinetron dalam mengadaptasi cerita luar. Mereka juga tidak menambah nambahkan bumbu cerita. Wali Songo juga pintar memilih judul. Pemilihan kata ‘ Ngaji ‘ sebagai sebagai analogi mencari ilmu, yang justru dekat dengan pemahaman santri. Terasa sederhana dan sekaligus membumi.

Intinya dalam lakon itu, kesimpulan yang ditarik adalah seorang murid harus mentaati gurunya. Kalau sang guru tidak jujur, misalnya Durna, maka yang rugi justru si guru bukan muridnya. Bagi murid yang taat, seperti Bima justru mendapat kesaktian kesaktian dari gurunya yang tidak jujur, sampai akhirnya ia menemukan gurunya yang sejati, Dewa Ruci.
Pelajaran ini mengandung makna, seorang murid atau santri mesti setia kepada gurunya. Dan disisi lain, guru yang akan menyesatkan justru akan percuma, karena murid pada akhirnya akan menemukan jalan yang benar.

Tiba tiba saja cerita yang pernah dikisahkan oleh KH Zaifuddin Zuhri , mantan Menteri Agama asal NU jaman Bung Karno ini bergulir di kepala saat bangun pagi. Menjadi analogi yang tepat, ketika kita sebagai murid menghadapi guru guru alias pemimpin negeri seperti Presiden , ketua DPR , wakil rakyat, ketua Partai yang kian hari kian membingungkan. Kalau tak mau dibilang sesat.

Continue Reading