Browsing Category

OLAHRAGA

Lagi lagi Sepak Bola

Wartawan Antara, Sugiarto Sriwibowo yang meliput pertandingan sepak bola dalam Olimpiade Tokyo tahun 1964, menuturkan. “Orang Jepang bila menonton bola sangat geli dan tertawa bila melihat pemain menyundul bola. Mereka takut kepala pemainnya pecah. “

Waktu itu orang Jepang baru belajar menyepak bola. Apalagi bangsa Arab, tidak tahu sama sekali. Sementara Indonesia sudah malang melintang di kawasan Asia. Pemain legendaris Puskas mengenang sebuah pertandingan dilapangan Ikada, dalam pertandingan persahabatan Indonesia melawan Hongaria awal tahun 50 an.
Ia begitu kesulitan membobol gawang Indonesia yang dijaga Kiper Van der Vin asal klub UMS, Petak sinkian Jakarta. Kiper keturunan Belanda yang tampan ini selalu naik motor Harley Davidson kalau menuju Stadion, dan kerap kali berganti membonceng gadis gadis cantik seperti gaya pemain Liga Eropa saat ini.

Sepakbola adalah suara rakyat. Jangan jangan kalau ada partai politik yang berani mengkampanyekan program sepak bola nasional dan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia, akan memperoleh suara signifikan. Dalam bukunya History of Java, Gubernur Jenderal Raffles sudah menyinggung kegemaran kaum pribumi terhadap sepak bola. Berangkat dari permainan bola dari rotan, jeruk bali atau buah kelapa yang dikeringkan.

Continue Reading

Kejayaan Sepak Bola

Kejayaan negeri selalu paling mudah digambarkan dengan semangat perjuangan olahragawan. Apalagi sepakbola, walau Maradona pernah menjadi pemadat narkotika, tetap saja seantero Argentina selalu menganggapnya nabi.
Sepak bola adalah olahraga paling popular. Ada nafas negeri ini disana. Ada suara rakyat di sana,walau prestasinya memble. Ini juga jelas mengapa sepakbola selalu menjadi prioritas gelontoran dana APBD, sponsor atau apa saja.  Mengapa tidak ke cabang angkat besi misalnya yang jelas jelas prestasinya sudah mendunia tetapi masih terseok seok dalam urusan dana pembinaan.

Poster heroik ini menjadi rangkaian kampanye menyambut kejuaraan sepakbola antar negara Asia tenggara.  Majulah pahlawan bangsaku, demikian penggambaran pesannya. Masalah nanti keok itu urusan lain, yang penting ada momentum semangat persatuan yang bisa diteriakan dalam gemuruh sorak sorai penonton di Stadion Bung Karno.

Continue Reading

Ronny Patinasarany

Bagi saya sosok asal Tana Toraja ini adalah jawara sepakbola Indonesia. Sewaktu saya kecil, saya mengidolakan eks kapten PSM Ujung Pandang, Warna Agung dan kesebelasan nasional PSSI. Bagi saya juga Ronny Patinasarany lebih hebat dari Iswadi Idris, Waskito atau Risdianto.
Pada jamannya, ketika kompetisi sepakbola professional pertama – Galatama – digulirkan, saya rela menonton naik mobil truk, dan berganti menumpang lagi untuk sampai di Stadion Utama Senayan. Menonton final Galatama antara Jayakarta melawan Warna Agung. Tentu saja Warna Agung yang menang.
Karena tak bisa ada dua matahari dalam satu team. Ronny Patti harus menunggu beberapa lama sebelum Iswadi Idris melepaskan ban kapten team nasional kepadanya.

Waktu itu saya berharap bisa ikut berlatih di tim junior Warna Agung. Hanya karena tempat latihannya di daerah Ancol, terlalu jauh dari rumah sehingga ayah saya memasukan ke Jayakarta, di Ragunan.
Setiap sabtu minggu , kami berlatih. Kadang Anjas Asmara atau Sutan Harhara melihat dan memberikan bekal teknik kepada anak anak kecil sebaya saya yang berharap – bermimpi – menjadi pemain sepak bola tenar.

Continue Reading

Hollanda

Munchen 1988. Dengan bantuan teman perwakilan Garuda di Frankfurt, ticket semifinal dan final Piala Eropa 1988 sudah ditangan. Perjalanan ini memang sudah dirancang jauh jauh hari untuk seorang mahasiswa seperti saya. Berbekal karcis kereta api terusan Eurollpass dari Den Haag melintasi perbatasan Jerman Barat. Seingat saya seharga US $ 200 ( dulu Rp 400,000,- ) kita bisa sebulan naik kereta ke seluruh penjuru Eropa Barat. Sepuas puasnya bolak balik. Karcis ini hanya bisa dibeli di negara asal turis , karena memang ditujuan khusus untuk pelancong. Murah dan meriah. Beramai ramai bersama teman teman dari Delft dan Leiden.

Semalam Marco Van Basten, pelatih Belanda pasti teringat gol legendarisnya 20 tahun lalu saat bersorak untuk gol volley yang dilesakan Wesley Sneijder ke gawang Italy. Memang tidak sedramatis golnya yang menghujam gawang Renat Dassayev. Dalam final Belanda melawan Uni Sovyet waktu itu. Nyaris tidak mungkin, dari pojok kanan – hampir sejajar dengan tiang gawang – tendangan volley first time lewat sudut yang sempit. Gol Van Basten ini sampai sekarang tercatat sebagai gol terbaik sepanjang sejarah disamping gol Maradona ketika melewati 9 pemain Inggris di Piala Dunia 1986 di Mexico.

Continue Reading