Browsing Category

FILM

Jangan remehken Logika

Suatu periode tahun delapan puluhan. Sebagai mahasiswa baru di Universitas Indonesia, kami wajib menyiapkan sebuah acara di malam perkenalan kampus. Sempat bingung sebentar, sampai kami sepakat membuat operet tari tarian ala Michael Jackson. Video Klip “ Beat it “ menjadi referensi. Contoh gerakan tari, kostum dan gaya menyanyi sound alike, di contek habis.
Seorang teman yang menjadi anggota Swara Mahardikanya, mengajari kami bagaimana menari dan bergoyang. Jadilah sebuah operet yang sebenarnya memalukan, sekaligus mengundang tepuk tangan.

Apa yang bisa ditarik dari seorang Michael Jackson pada masa itu ? Sebuah budaya barat egaliter yang bisa menginspirasikan sebuah operet picisan mahasiswa mahasiswa baru di negeri berjarak ribuan mil jauhnya.
Bahwa seni – musik, film, tari, bahkan komunikasi – selain bersifat menghibur atau alat propaganda. Ia harus dalam paparan universal dan logis bagi siapapun yang menerimanya.

Orang daratan Cina, mungkin tidak bisa berbahasa Inggris tapi bisa berdendang mengikuti irama lagu lagunya Michael Jackson. Kenapa Islam bisa diterima ? karena Wali Sanga tidak melulu menafsirkan budaya arabnya. Ada unsur wayang dan budaya lokal yang diselipkan.

Continue Reading

BF – Bicara Film

Dalam waktu dekat sebuah komunitas baru akan diluncurkan. Komunitas BF. Jangan berpikir ngeres. Ini tentang dunia film dan seluk beluknya. BF atau Bicara Film menjadi simpul baru bagi mereka yang menggandrungi film tapi tidak secanggih pemahaman pekerja film atau anggota kine klub. Namun mereka terbiasa menjadi hakim tentang sebuah film diantara teman temannya.
Mereka yang terbiasa menonton nomad, kagum dengan special effect ketika Neo menghindar peluru dalam film Matrix, ingin tahu bagaimana film animasi dibuat, penasaran bagaimana film iklan rokok bisa menghabiskan budget milyaran rupiah. Juga ingin tahu behind the scene sebuah film layar lebar.

Sebagaimana dikutip dari situsnya , yang masih belum selesai dibangun.
” Siapa bilang film itu ekslusif, sulit dan jauh di awang awang. Film itu menyenangkan dan siapapun bisa bicara, masuk kedalam dunia ini. Bicara Film adalah sebuah wadah diskusi dan tukar info yang cenderung informal, menampung peminat film dari dari kalangan biasa. Basis komunitas BF adalah blogger dan pengguna layanan media social serta jejaring sosial.
Mereka itulah yang akan menyebarluaskan kegiatan, dan terutama opininya tentang film. Mulai dari film layar lebar, film iklan, film indie, film pendek, musik video, film TV/ sinetron, film animasi/ kartun , company profile sampai dokumenter “


” Ini adalah situs yang baru kami luncurkan. Tidak sekadar situs karena selain kegiatan online, ada juga kegiatan offline yang tak kalah menarik, yakni diskusi, bincang dan tukar pengalaman tentang dunia film.
Semua bisa bicara. Tak cukup hanya nonton. Begitu motto kami “.

Continue Reading

Kineforum – Bulan Film Nasional 2009

Sebuah ruang apresiasi film yang terabaikan diam diam ada di Jakarta. Di sekitar kita dekat gemuruh germerlap jaringan bioskop komersial. Kineforum , adalah bioskop yang menawarkan program meliputi film film klasik Indonesia serta karya film kontemporer.
Ruang film yang tidak bertujuan mengambil keuntungan ini, dikelola oleh Dewan Kesenian Jakarta dan sejumlah relawan yang concern dengan film dan budaya. Kineforum, muncul sebagai tanggapan tidak adanya bioskop non komersial di Jakarta, sekaligus ruang apresiasi terhadap film film non mainstream.

Dalam menyambut Bulan Film Nasional 2009, Kinoforum menyelenggarakan pameran dan pemutaran film film Indonesia sepanjang bulan Maret 2009. Bertempat di Studio 21 TIM dan Komunitas Salihara, akan diputar film film klasik sampai film film modern.
Jadwal pemutaran di bagi dalam berbagai tema. Seperti Romansa Enam Dekade, yang memutar film film diantaranya karya Usmar Ismail yakni Tiga Dara ( 1956 ), Pejuang ( 1960 ) sampai Badai Pasti Berlalu ( 1977 ) karya Teguh Karya. Juga film film modern Ada Apa dengan Cinta ( 2001 ).
Tema Body of Works : Bing Slamet. Berisi film film yang pernah diperankan oleh Bing Slamet, seperti Tiga Buronan ( 1957 ) dan Ambisi ( 1973 ).
Dalam tema Body of Works kita bisa melihat karya karya sutradara D.Djayakusuma, seperti Embun ( 1951 ), Harimau Tjampa ( 1953 ) sampai Malin Kundang Anak Durhaka ( 1971 ).

Continue Reading

A promise in the air

Malam mulai beranjak pagi dan saya masih saja berkutat menulis treatment syuting. Sebuah sapaan di messenger muncul ditengah tengah kebuntuan ide. Ah, dia . Seorang yang pernah mempesona dan menawarkan tempat berlabuh bagi ruang cinta dan rindu.
Kami memulainya sebagai teman, dan ketika harus mengakhiri karena ada tujuan lain dalam perjalanan hidup masing masing, kami tetap bersahabat. Sampai sekarang. Dia memang tak datang di hari pernikahan saya dulu. Dia hanya mengirimkan sahabatnya untuk menyampaikan salam. Tapi ketika anak saya lahir, ia mengirimkan sebuah hadiah yang manis.

Pun saat ia gagal lagi dengan percintaannya – Ia belum juga menikah – saya menemani makan sambil mendengarkan dia berceloteh tentang semuanya, karena ia memang membutuhkan teman bicara.
Ada sebuah misteri yang dinamakan rahasia kehidupan. Kita tak akan mampu menebaknya. Mengapa kadang semua tidak terjadi sesuai skenario terbaik yang telah kita susun. Dalam film Love Affair , di atas pesawat , Mike Gambril berjanji untuk bertemu kembali dengan Terry Mc Kay dalam waktu enam bulan kedepan. Hari, tanggal, jam dan tempat yang ditentukan. Di puncak Empire State Building, New York. Selama waktu penantian, mereka sepakat tidak akan melakuan kontak.

Continue Reading

Ecstacy

Baiklah kita bicara moral. Kata orang pergaulan di dunia film begitu lekat dengan dansa dansi, dugem dan otomatis narkoba. Saya mungkin tak bisa menyalahkan persepsi ini. Apa yang dilihat di infotainment melulu mengenai artis tertangkap basah mengkonsumi ecstacy atau shabu shabu. Padahal masih banyak yang professional, correct terhadap pekerjaannya. Jauh lebih banyak malah. Cuma artinya berita infotainment tak akan menjual kalau menceritakan artis sedang mengaji atau sedang berolahraga.

Bohong kalau kita bicara orang film tak pernah tahu hal hal seperti ini. Sebut saja sutradara atau artis yang sekarang sholatnya jengking terus atau memakai jilbab. Saya dulu kerap demi sosialisasi kadang kala pergi ke tempat dugem. Saya ingat waktu itu masih anak baru di film, sewaktu di Warisan – Krobokan , Bali, tiba tiba disodori sebutir obat mirip vitamin C oleh salah seorang artis yang kini kerap kawin cerai dan anggota group musik yang memakai nama diva.
“ Asyik deh, nanti kamu merasa happy..”
Waktu itu barang ini belum popular di Jakarta, dan hanya ditemui dalam pesta pesta di Bali. Para sosialita menyebut Ceu Iin. Tak tahu mengapa, mungkin ceceu dari bahasa sunda, dan Iin dari inex.

Sejak di SMA saya tahu ada obat obat jenis BK, Koplo, Mandrax dan saya tidak pernah menyentuhnya. Alasannya mungkin konyol. Saya tak mau menyentuh barang barang kimia. Lebih baik hasil alam seperti cimeng. Ya suka suka saja.

Continue Reading

Marcela Zalianty

Perempuan itu memang cantik. Matanya bulat besar dan wajahnya halus sekali. Sehingga ia dikontrak untuk iklan kosmetik Red A. Itu terjadi sekitar hampir sepuluh tahun lalu, ketika saya pertama kali bertemu Marcela Zalianty.
Ia masih bintang baru, belum terlalu terkenal. Masih mau dipanggil bersama calon calon bintang lainnya untuk casting. Saat itu ia baru selesai syuting ‘ Bintang Jatuh “. film pertamanya Rudi Soejarwo.
Ia masih diantar ibunya, bintang film lawas jaman dulu. “ titip anak saya mas “ .
Saya tersenyum dan menatap gadis muda ini. Yes indeed, she’s beautiful.

Selama empat hari syuting iklan yang melelahkan itu tak membuatnya lelah. Gadis itu terlalu enerjetik, cerdas menangkap apa yang menjadi maunya saya dalam visual. Ia pekerja keras dan ia ingin menjadi seorang ‘ bintang ‘ kelak.
Menakjubkan ia bisa bercerita tentang perceraian orang tuanya, rencana liburan tahun baru bersama ayahnya ke Lake Tahoe, Nevada. Sebagaimana anak anak sebayanya, ia juga berceloteh tentang teman teman prianya.
Waktu itu saya belum mendapatkan peran cowok, lalu saya bertanya ke dia apakah memiliki teman yang mau main iklan.  Ia menyebut nama Gary Iskak .
Sejak itu saya sering bercanda menjodohkan dia dengan Gary Iskak, lawan mainnya dalam iklan ini. Dua duanya tidak mau, tapi sebenarnya kelihatan mau.

Continue Reading

Lastri dilarang syuting di Solo

Selalu ada yang hal hal yang ajaib tentang bagaimana sekelompok masyarakat menjadi benteng moral di negeri ini. Ini bukan berkaitan dengan UU Pornografi. Bukan itu. Ini tentang bagaimana sutradara Eros Jarot yang dilarang syuting di wilayah Solo.  Bukan dilarang oleh polisi atau Pemerintah, tapi dilarang oleh sebagian kelompok masyarakat di sana.
Kelompok yang menamakan – mengaku – perwakilan sejumlah elemen masyarakat di kota Solo menolak pengambilan gambar film LASTRI , yang rencananya akan dibesut di wilayah Solo.  Pasalnya, karena mereka menilai skenario film itu mengandung ajaran komunis. Demikian ujar Triyanto, Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat kabupaten Karanganyar.

Menurut Eros, tokoh Lastri ini memang diceritakan sebagai tokoh GERWANI. Namun ia mengatakan sebagai kebebasan kreasi seni, sah sah saja mengambil latar belakang karakter komunis. Walhasil film yang akan dibintangi Lukman Sardi, Slamet Rahardjo, Marcella Zalianty dan Iga Mawarni harus ditunda atau mungkin dipindahkan lokasi syutingnya. Pabrik gula Colomadu juga akhrnya menurut desakan ini dan mencabut ijin syuting disana.
Bagaimana mereka bisa mendapatkan skenario itu juga hal yang ajaib. Karena skenario merupakan bagian internal sebuah produksi yang tidak disebar kemana mana. Pada umumnya masyarakat atau warga sekitar lokasi syuting tidak pernah tahu jalan ceritanya.

Continue Reading

Laskar Harapan

Apa yang bisa kita lihat dari sebuah tafsir ? Kejujuran atau justru sebuah metamorfosa pola pikir yang melompat jauh. Jelas Riri Riza telah melakukannya dalam film ‘ Laskar Pelangi ‘. Sebuah terjemahan dari memoar sporadis si penulis Andrea Hirata. Disini kekuatan Riri dalam mengemas sebuah cerita tidak melulu menjadi cerita anak anak biasa – kenakalan dan kejeniusan belaka – tetapi menjadi protes sosial terhadap perusahaan raksasa sebagai latar belakang.
Saya teringat “ Petualangan Sherina “ dari delapan tahun lalu, dimana ada simbol perlawanan antara si anak anak dengan tokoh jahat dari perusahaan yang ingin menguasai asset tanah.

Lebih setahun lalu saya sempat ngobrol ngobrol dengan Riri dan Mira Lesmana di Star Buck Kemang. Ngalor ngidul urusan MFI dan ujungnya saya menggelitik dengan pertanyaan.
“ Katanya mau buat film anak anak lagi ? “
Karena saya tahu mereka memiliki integritas tidak asal membuat film, seperti horror kuntilanak atau cinta memble. Barangkali memang kelebihan Riri dengan latar belakang dokumenternya yang kental. Ia selalu bisa mengangkat sebuah issue issue sosial melalui mata anak dengan jujur. Lihat saja dokumenter ‘ Anak seribu Pulau ‘ nya. Mendadak kita begitu mencintai keanekaragaman negeri ini melalui penuturan anak anak.

Continue Reading

Antara Mak Erot dan Sensor Film

Saat persidangan Mahkamah Konstitusi mengenai hiruk pikuk Lembaga Sensor Film, beberapa insan perfilman menyatakan, bahwa setelah menghabiskan investasi bermilyar milyar rupiah unuk sebuah film. Mereka tak berdaya begitu filmnya memasuki ruang sensor. Intinya lembaga sensor menjadi pengadilan terakhir bagi filmnya.
Apakah ini benar ?
Selalu ada saja yang menarik ketika ngobrol dengan petinggi BP2N ( Badan Pertimbangan Perfilman Nasional ). Ternyata menurut Undang Undang, jika ada perselisihan dengan Lembaga Sensor maka BP2N akan bertindak sebagai badan arbitrase yang menengahi sengketa tersebut. Bahkan lebih jauh lagi, dalam Rancangan Undang Undang Perfilman yang akan diajukan menggantikan UU Film ( lama ), secara implicit sudah disebutkan sebuah lembaga penilai atau klasifikasi yang akan menggantikan fungsi Lembaga Sensor.
Hanya apakah pemahaman lembaga klasifikasi ini sama dengan apa yang dibenak teman teman Masyarakat Film Indonesia. Itu urusan lain.

Continue Reading

Sensor Film ?

Selalu saja ada yang meminta saya menulis tentang hal ini, hiruk pikuk masalah persidangan Mahkamah Konstitusi mengenai perlu tidaknya Lembaga Sensor Film ( LSF ). Jujur saja, sebenarnya saya malas. Pertama, saya takut tulisan ini menjadi buyest karena Masyarakat Film Indonesia adalah teman teman yang dekat secara konseptual maupun personal. Kedua, meminta pembubaran lembaga bentukan Pemerintah ini sama saja dengan kita meminta pembubaran babinsa, korem, kodam atau Majelis Ulama Indonesia. Kata almarhum Asmuni, ini hil yang mustahal.
Namun perkembangannya banyak suara mereka yang tidak mengetahui permasalahan ini, akhirnya menganggap bahwa kehancuran moral bangsa didepan mata karena para pekerja film menolak filmnya disensor. Umumnya mereka melihat pekerjaan lembaga sensor ini hanya dalam urusan ciuman dan adegan ranjang saja, Padahal tidak sesederhana itu.

Continue Reading

Christine Hakim

christinehakim.jpgSejak saya masih pelajar, sosok Christine Hakim sudah begitu saya kenal melalui film filmnya yang legendaris. Saat melihat sosok ‘ Siska ‘ dalam Badai Pasti Berlalu versi baru yang dimainkan Raihaanun mau tak mau saya langsung membandingkan dengan karakter sama yang diperankan Christine Hakim lebih dari 30 tahun yang lalu. Seorang Siska yang apatis melihat dunianya serta tenggelam dalam kekecewaan yang hanya bisa diwujudkan melalui pengendapan yang luar biasa dari artis kaliber Christine Hakim. Belum lagi kalau kita melihat ‘ Cut Nyak Dhien’ . Dalam rintik hujan yang kelam kita merasakan tatapanan matanya yang buta begitu menusuk.
“ Kau mengkhianatiku Laot ? “
Nyeri, heroik dan sekaligus menggetarkan.
Dan kini sosok itu duduk di depan saya, berkonsentrasi mendengarkan penjelasan saya mengenai konsep story board film iklan yang akan kami eksekusi sebelum akhir tahun ini.

Continue Reading

BALADA TANAH PRIANGAN

Dessy Ratnasari mungkin tidak akan menduga nasibnya kelak kemudian hari jika saat itu tidak bertemu dengan seorang pekerja film dalam sebuah angkutan umum di kota Sukabumi, lebih dua puluh tahun yang lalu. Memang tidak ada yang bisa menebak nasib orang, namun semua bisa saja terjadi termasuk menjadi artis besar jika lingkungannya dekat dengan produksi produksi film.

tulah sebabnya dari dahulu banyak produksi film cerita selalu mengambil lokasi di sekitar Jawa Barat, untuk mendapatkan setting apa saja dari hutan, desa, sawah, gunung, laut sampai kota. Selain karena dekat dengan ibu kota, juga jika membutuhkan pemain tambahan, terutama ‘ extra talent ‘ yang cantik, bisa dengan mudah mendapatkan di lingkungan sekitarnya.

Konon hanya gadis gadis tanah Minahasa Sulawesi Utara yang bisa menandingi kemolekan gadis gadis priangan. Seorang budayawan dan rohaniwan asal Belanda yang telah menjadi warga negara Indonesia, MAW Brouwer pernah menulis kutipan,.” Tuhan tersenyum ketika menciptakan tanah Priangan..”. Ini memang tidak salah, karena alam dan segala isi tanah sunda begitu mempesona dan sekaligus membentuk komposisi gambar yang indah dalam viewfinder kamera. Namun ini menjadi tidak sesederhana ini, ketika sebuah komunitas ( film ) ternyata membawa gegar budaya terhadap perilaku peradaban masyarakat sekitarnya. Terlepas baik atau buruknya nilai nilai peradaban itu.

Continue Reading