Browsing Tag

Zulkilfli Lubis

PRRI – Pemberontakan separuh hati

Kesaksian wartawan Keyes Beech dalam bukunya “ Not without the americans “ yang menggambarkan pengiriman senjata ke Padang tahun 1957. Sebuah kapal barang Amerika diatur untuk mengangkut alat alat berat dan bahan pembangunan yang akan di turunkan di Padang. Kapal itu juga membawa sejumlah persenjataan yang dalam manifest ditujukan untuk kebutuhan militer Thailand. Ketika kapal merapat di pelabuhan, Kolonel Ahmad Husein – komandan militer Sumatera tengah – dilapori atas penemuan senjata senjata di kapal ini. Ia lalu memerintahkan agar senjata senjata tadi dibongkar dan ‘ diamankan ‘. Seminggu kemudian si penulis bertemu agen CIA di Bangkok. Sang Agen mengamini, bahwa cara cara seperti yang dilakukan untuk memasok senjata untuk pemberontak PRRI di Sumatera.

John Foster Dulles, Menteri luar negeri Amerika saat itu sudah sangat cemas melihat PKI bertambah kuat di Indonesia. Instruksinya kepada Duta besar Allison pada permulaan tahun 1957 lebih jelas lagi :

“ Jangan biarkan Sukarno sampai terikat dengan komunis. Jangan biarkan dia menggunakan kekerasan melawan Belanda. Jangan dorong ekstremis-nya. Dan diatas segala galanya, lakukan apa saja yang dapat anda lakukan agar Sumatera ( pulau penghasil minyak ) tidak sampai jatuh ke tangan komunis “

Dalam hal ini, Hatta sengat kecewa dengan pembentukan Pemerintahan tandingan. Terlebih dengan tokoh tokoh yang membelot seperti Sumitro Djojohadikusumo, Burhanudin Harahap, Sjafrudin Prawiranegara, Simbolon, Kawilarang sehingga dianggap membuat daerah ‘ semakin berani ‘ mengancam pusat.

Ditengah ketegangan, Sukarno melakukan perjalanan ke luar negeri selama 6 minggu pada January 1958. Ketika Kolonel Sumual masih mencari senjata di Maniila. Sebuah ultimatum kepada Presiden Sukarno dikeluarkan oleh Kolonel Simbolon dan Ahmad Hussein di Padang, Sumatera Barat tgl 10 Februari 1958. Ultimatum itu diberi nama “ Piagam Perjuangan untuk menyelamatkan Negara “ menuntut Kabinet Djuanda mengundurkan diri, Sukarno kembali ke kedudukan sebagai Presiden ‘ konstitusional ‘. Kemudian Hatta dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX membentuk ‘ zaken kabinet ‘ yang terdiri dari orang jujur, terhormat serta tidak memasukan golongan komunis.

Perdana Menteri Juanda tak mungkin memenuhi tuntutan pemberontak. Saat Sukarno masih di luar negeri. Justru Nasution mengambil keputusan memecat Ahmad Hussein, Lubis, Simbolon dan Djambek dari tentara. Nasution juga memerintahkan penangkapan mereka dengan tuduhan “ melakukan percobaan pembunuhan kepada Presiden, berencana mengubah negara dan pemerintah dengan kekerasan “.
Dengan habisnya batas waktu ultimatum, maka diumumkan tanggal 15 Februari 1958 di Padang, terbentuknya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia ( PRRI ).

Continue Reading