Browsing Tag

Sumitro Djojohadikusumo

Rebels in Paradise

Jurnalis asal Inggris, James Mossman tahun 1961 menulis buku kisah peperangan PRRI di Sumatera berjudul ‘ Rebels In Paradise ( Indonesia’s Civil War ). Pekerjaan resminya memang sebagai jurnalis dan reporter TV untuk BBC. Namun ada yang mengatakan James Mossman adalah agen rahasia dari Mi6. Entah bagaimana, ia bisa berkelana keliling Sumatera sepanjang pergolakan PRRI. Buku ini jadi salah satu sumber referensi penting yang melukiskan suasana sewaktu PRRI hendak dan telah diproklamasikan di Padang bulan Februari 1958. Kisah selanjutnya ketika pasukan dari Jawa dikirim yang dipimpin Kolonel Ahmad Yani mulai menyerbu Padang.

James Mossman banyak mewawancara tokoh tokoh PRRI yang awalnya menganggap enteng situasi dan secara keliru menganalisa sikap dari Pemerintah pusat. Kolonel Simbolon yang ditanya ‘ Bagaimana anda yakin, Sukarno tidak akan menyerang ? ‘. Maka Menteri Luar negeri PRRI itu menjawab ‘ Dia tidak akan berani ‘ ( He hasn’t got the guts ).
Kolonel Dahlan Djambek mengatakan di Bukit Tinggi, “ Sukarno will never dare invade us here “. Padahal waktu itu Pekanbaru telah jatuh ke pasukan Pemerintah pusat.

Tapi Simbolon atau Dahlan Djambek lupa, bahwa ini bukan keputusan Sukarno seorang. Ada Nasution yang mendesak untuk mengambil tindakan tegas terhadap pemberontak. Sehingga betapa kagetnya tokoh tokoh PRRI ketika Sukarno menyetujui permintaan Angkatan Bersenjata untuk menyerbu Padang. Praktis tidak ada perlawanan ketika pasukan payung diterjunkan di atas lapangan terbang, Tabing. Padahal mereka sudah menyiapkan barikade lubang lubang yang dipenuhi bambu runcing.

Continue Reading

Tentang Hatta

Agustus 1932. Udara lembab dan panas begitu menyengat para penumpang kapal “ Rotterdamse Llyod “ yang baru saja bersandar di pelabuhan Batavia setelah menempuh perjalanan panjang dari Negeri Belanda. Seorang pemuda berusia 30 tahun, merapal kerinduan tanah airnya. Hatta, apa yang kau lihat dari atas kapal ? Kemiskinan yang tergambar dalam hilir mudik koeli koeli telanjang dada mengangkut barang ? Aroma pemberontakan menyeruak ke dadamu yang selama 11 tahun merantau, menuntut ilmu di negeri sang penjajah. Studimu selesai dan gelar doktor telah ditangan, namun kau tak bisa menahan diri untuk melakukan sesuatu untuk bangsamu yang tertindas .

Teriakan teriakan inspektur Polisi bercampur hiruk pikuk pelabuhan, memanggil penumpang yang baru turun untuk melakukan pengecekan barang barang yang dibawa. Seorang intel Belanda membisiki sang inspektur polisi, sambil melihat ke Hatta yang berdiri mengantri bersama penumpang lainnya. Kau tahu bahwa hidupmu tak menjadi lebih mudah dengan kedatanganmu ke tanah air. Suasana kolonial memang berbeda dengan negeri dingin tersebut.

Bayang bayang masa lalunya berkecamuk tiba tiba. Kau yang ditinggal mati ayahmu sejak berusia delapan bulan, dan setiap pagi diantar naik bendi kakekmu – Ilyas Baginda Marah – bersekolah di sekolah dasar Belanda.
Kau juga teringat masa kecilmu saat berusia 10 tahun. Wajah wajah marsose dengan bayonet terhunus menggeledah orang orang yang lewat. Sekitar 10 kilometer dari kota kelahirannya. Di Kampung Kamang rakyat berontak karena menolak membayar pajak. Terjadi konflik berdarah. 12 orang marsose tewas dan ratusan penduduk ditembak mati. Banyak orang ditangkap, termasuk Rais, pamanmu. Ia melambaikan tangannya dirantai dari jendela kereta api yang membawanya dari Payakumbuh ke Padang. Ini adalah dalih pemerintah kolonial memakai pemberontakan Kamang untuk menangkap Rais, karena ia pernah menulis kritik tentang kelakukan pejabat Belanda dalam surat kabar ‘ Utusan Malayu ‘ di Padang.
Hatta kecil melihat dengan jelas karena ia menunggu kereta api yang lewat di dekat rumah.

Wajah wajah pucat berkulit putih kemudian mendominasi pikiranmu. Masa masa perjuangannya bersama ‘ Perhimpunan Indonesia ‘ di negeri Belanda. Kau memang seorang yang gemar membaca. Dari oase ilmu pengetahuan yang kerap dilahap, melahirkan tulisan dan pemikiran tentang bangsanya. Tulisanmu yang menggegerkan berjudul “ Indonesia di tengah tengah revolusi Asia “ di muat dalam buku peringatan 15 tahun berdirinya Perhimpunan Indonesia pada tahun 1923.
Siapa yang mengira dari sebuah brosur yang ditulis Tan Malaka tahun 1925, Naar de Republiek Indonesie ( Menuju Republik Indonesia ), Kau semakin terpengaruh dengan ide ide kemerdekaan negerimu. Dalam brosur itu Tan Malaka meramalkan kemungkinan pecahnya perang pasific, yang akan memberikan kesempatan Indonesia melepaskan penjajahan Belanda.

Continue Reading