Solidarnosc

solidarnoscSejak kapankah sebuah solidaritas dapat dibangun ? sejak ada persamaan nasib, persamaan kepentingan dan persamaan suara. Begitulah untaian jaring solidaritas terbentuk. Dari dinginnya pelabuhan Gdanks , Polandia di tepi lautan Baltik, buruh buruh galangan kapal membentuk ‘ Solidarnosc ‘.
Organisasi yang dipimpin Lech Walesa, bersatu menyuarakan kesejahteraan buruh pada awalnya. Lama kelamaan Solidarnosc tidak hanya dianggap urusan pekerja pelabuhan. Ia mendapat simpati masyarakat luar dan menjelma menjadi simbol perlawanan terhadap rezim komunis Polandia.

Jangan anggap remeh kekuatan simpul solidaritas. Bagaikan batu magma yang menyumbat gunung berapi, ia akan meletus menggelegar. Siapa sangka dukungan hampir 80,000 orang dalam Jaringan Face book dan suara dukungan di dunia internet mampu menggerakan media, pengadilan, pimpinan negeri, politisi, organisasi masyarakat untuk memberi perhatian pada Prita, ibu rumah tangga yang dijebloskan ke penjara karena menyuarakan hak konsumennya.
Sekaligus menjelaskan bahwa dukungan luar biasa melalui media akan membentuk opini luar biasa di masyarakat.

Sejarah mencatat tidak sekali saja. Pengacara terkenal Yap Thiem Hien , pernah tahun 1968 membela seorang kliennya. Dalam persidangan Yap, malahan membeberkan bahwa kliennya karena kasusnya justru diperas oleh Jaksa Simandjutak dan Deputi Panglima Polisi. Jakarta, Inspektur Jendral Mardjaman. Akhirnya Yap justru di jerat pasal fitnah dan mencemarkan nama baik.
Ia divonis penjara setahun.
Dukungan mengalir dari berbagai pihak, dan banyak tulisan di media massa yang justru membela integritas advokat senior ini. Hiruk pikuk suara menentang kesewang wenangan Pemerintah akhirnya berpengaruh dalam proses banding. Pengadilan tinggi menurunkan hukumannya menjadi 14 hari.

Yap terus menyuarakan pembelaan, karena yakin dengan prinsip prinsip keadilan yang dijunjungnya. Walhasil Mahkamah Agung, membebaskan segala tuduhannya.
Hakim Agung Prof Soebekti membebaskan Yap karena tindakannya dinilai masih dalam batas batas fungsinya selaku pembela.

Ini menunjukan yurisprudensi bahwa pasal penghinaan tidak harus disikapi secara ‘ an sich ‘. Harus sesuai konteksnya. Jika Yap dibebaskan karena ucapannya tentang pemerasan, justru membuka borok lembaga peradilan dan aparat. Sekaligus merupakan bagian dari eksepsi pembelaan terhadap kliennya.

pritaKasus Prita memang harus dilihat sebagai aspirasi hak konsumen serta hak pasien untuk mendapatkan data medisnya. Pun, konteksnya bukan dilihat sebagai bagian dari konspirasi pencemaran nama baik.
Kita masih membutuhkan hakim hakim seperti Profesor Soebekti yang memutuskan berdasarkan asas keadilan dan nurani.

Fungsi masyarakat sudah semestinya menjadi fungsi kontrol yang dapat memberikan keseimbangan. Solidaritas bisa menjadi pondasi dari suara masyarakat. Jika konsisten bisa merobohnya tembok Berlin sekalipun.
Solidaritas bisa juga menimbulkan kengerian, seperti yang diperlihatkan gerakan gerakan fundamentalis. Namun masyarakat cukup dewasa untuk menilai mana gerakan yang layak dibela dan hanya dilirik sebagai keranjang sampah.

Saya menduga, pada akhirnya Prita mungkin akan dibebaskan. Terlalu banyak intervensi – secara langsung atau tak langsung – akan memaksa peradilan lebih mementingkan political aspectnya.
Lalu apakah bola yang bergulir akan berhenti disini saja ? Begitu Prita menghirup kebebasan yang permanen.
Solidaritas ini masih diperlukan untuk menggerus tembok yang lebih tinggi lagi. Yakni tembok pasal pasal penghinaan dalam UU ITE. Jika sekarang ada sekitar 25 juta pengguna internet di Indonesia, maka sudah seyogyanya mereka bersatu untuk menolak apa saja yang bisa memasung aspirasi menyuarakan hak hak sebagai warga masyarakat.

Dalam era informasi yang sangat cepat, perkembangan media internet sebagai alternatif jurnalisme warga mesti disikapi dengan arif oleh penggunanya juga. Bukan kebebasan yang membabi buta.
Sepanjang pasal pasal penghinaan belum dicabut. Opsi penyalahgunaan pasal itu selalu ada. Perlu dipikirkan kiat kiat bagaimana bermain jurnalisme di ranah dunia maya. Bagaimana membuat tulisan yang mengkritik tanpa harus terlihat kasar dan tendensius misalnya.

Seperti di Polandia, gerakan Solidarnosc akhirnya tak begitu dihiraukan lagi. Lech Walesa kelak menjadi presiden. Polandia sudah menjadi kapitalis, dan saya juga tidak tahu apakah buruh buruh kapal Gdanks hidupnya bertambah sejahtera atau malahan lebih susah seperti jaman komunis dulu.

You Might Also Like

33 Comments

  • DV
    June 5, 2009 at 2:51 am

    Nganu, selain Rani anda bakalan lebih mudah mendapat calon bintang tamu Pesta Blogger 2009, Prita 🙂
    Aku setuju, kita harus menggedor UU ITE, kalo bisa digoyang bagus tapi kalo susah, saya tetep stick ke ide awal, bentuk tim advokasi para blogger…
    Selamat pagi!

  • birojasa
    June 5, 2009 at 6:13 am

    wah zaman ku SD dunia dalam berita isi nya selalu tentang Lech wallesa..dengan kumis tebal nya dan kemeja kotak2 dan bretel khas buruh …

  • wahyu hidayat
    June 5, 2009 at 6:54 am

    sipp..tulisan mas iman selalu inspiring deh..jempol. Mudah-mudahan pasal karet yang ada di UU ITE itu bisa direvisi. Yang terpenting jugauntuk diingat para blogger, kekebasan berpendapat haruslah diikuti dengan tanggung jaab moral, karena kita ndak tau, berapa banyak orang yang akan mbaca postingan kita. Maju terus pak “manusia kursi” 😀

  • puputs
    June 5, 2009 at 7:42 am

    mas mohon tips, mengkritik tanpa terlihat kasar, dan batasan kasar itu sampai mana aja ya, dalam menulis. apa menulis dengan huruf besar semua bisa dibilang kasar, font warna merah, dll mas,

    salam

    Puput Setiyawan

  • qitul
    June 5, 2009 at 8:11 am

    “Dalam persidangan Yap, malahan membeberkan bahwa kliennya karena kasusnya justru diperas oleh Jaksa Simandjutak dan Deputi Panglima Polisi. Jakarta, Inspektur Jendral Mardjaman”

    Oalah, ternyata dari jaman dulu ya kejaksaan dan kepolisian bermental bobrok, najis bener !! ternyata lebih najis dari air liur anjing

  • edratna
    June 5, 2009 at 8:40 am

    Kasus Prita menjadi ajang sosialisasi uuite, membuat orang sadar ada aturan yang bisa membuat sewaktu-waktu orang2, kita sendiri, teman dekat kita, saudara kita, anak atau orangtua kita terkena. Jadi, jangan hanya berhenti hanya umpamanya Prita putusannya bebas. Namun para ahli hukum dan perangkat hukum harus juga sepakat, bagaimana melihat suatu pasal dalam sebuah uandang-undang. Kasus ini membuatku terperangah, karena dari berbagai komentar para ahli, betapa luasnya penafsiran sebuah pasal, dan ini sangat berbahaya. Kebetulan Prita diketahui dan akhirnya di dukung oleh media…namun siapapun bisa terkena, akankah dukungan akan terjadi pada setiap kasus, yang bisa terjadi di nun jauh disana, tanpa ada orang yang mendengar?

  • titin
    June 5, 2009 at 9:03 am

    waktu baca email Prita via milis .. biasa aja … rasanya wajar yang dia keluhkan.
    tapi begitu terpublish di media .. saya ikut panas .. biar gak kenal prita ..kayaknya sidang berikutnya saya ambil cuti .. biar bisa dukung prita di pengadilan ! Dalam kondisi sekarat UGD RS yang saya datangi melakukan beberapa tindakan pertolongan dan karena tidak bisa menangani kasus saya .. dengan penuh pelayanan menyediakan ambulance untuk pindah ke RS lain dan menyertakan hasil2 lab yang sudah dilakukan ..

  • yok
    June 5, 2009 at 9:25 am

    dat is oso my concern,

    takutnya sehabis bebas lalu orang2 lupa, kembali ke kesibukan masing2
    ya ga salah sih, semua orang punya perut masing2

    gerakan mendobrak tembok penghalang tetap harus dilakukan, tapi kekuatannya bisa jadi tidak sekuat saat ada ‘martir’ seperti saat ini.

  • dony
    June 5, 2009 at 10:56 am

    yup jangan lupa fokus
    Prita sudah cukup menjadi contoh
    UU ITE yang perlu kita dobrak 🙂
    dan rasanya masih mungkin kok

  • Sillystupidlife » Blog Archive » SOLIDARITAS UNTUK MBAK PRITA MULYASARI
    June 5, 2009 at 11:00 am

    […] setelah baca tulisan teman-teman yang dipost selama saya off kemarin… Ada tika, ndorokakung, mas iman, simbok Venus, Memethmeong, dony, dan masih banyak lagi… saya pikir saya akan ngomongin ibu […]

  • zam
    June 5, 2009 at 11:11 am

    hari ini prita. besok kita. lawan! (penyalahgunaan pasal karet “penghinaan” dan “pencemaran nama baik”)

  • afwan auliyar
    June 5, 2009 at 11:13 am

    begitu dahsyatnya suara pembelaan itu mengalir …
    disislaian keadilan untuk menyuarakan pendapat adalah hak setiap warga, pasiean, rakyat …
    sehingga konteks kebebasan yang sperti apa yang harus ditegakkan, agar keadilan berperndapat bisa dipakai oelh semua pihak 🙂

  • epat
    June 5, 2009 at 12:20 pm

    the world is changes 😀

  • sugiman
    June 5, 2009 at 12:53 pm

    UU ITE harus perlu direvisi..

  • Silly
    June 5, 2009 at 1:13 pm

    Menurut saya… RS Omni sedang menggali kubur sendiri ketika memenjarakan Prita, mungkin LUPA kalo masih ada cara yang lebih Terpelajar, terhormat dan GENTLE yang bisa dipakai untuk menyelesaikan semua masalah…

    Keluhan customer seharusnya disikapi dengan memberikan pelayanan yang jauh lebih baik, dengan menjalin komunikasi lebih baik… dan dikasih solusi yang WIN-WIN bagi kedua belah pihak.

    Gemes aja gitu loh, kok bisaaaaaaa???… Mungkinkah dugaan sebagian orang yang mengatakan bahwa ada KEKUATAN UANG yang bermain dibalik semua ini, atas nama pride pihak RS???

    Ahhh, sepertinya RS Omni gak punya Customer Relation/Customer Care Manager yah. Atau kalaupun ada,… kayaknya model “Melayani dengan HATI” itu belum menjadi HABIT atau BUDAYA dari seluruh STAKE HOLDER yang ada di RS Omni Int’l… mulai dari Dokter, perawat, sampai front officer, harusnya budaya melayani itu dijadikan habit ketika kita bermain di ranah jasa pelayanan/service.

    And yes, UU ITE, yang udah ngabisin dana negara bermilyar2 itu, sekali lagi… HARUS direvisi!

  • Ecko
    June 5, 2009 at 2:34 pm

    Setuju dengan pendapat di atas. Pertama, RS Omni International melakukan blunder fatal dengan menjerat Prita dengan jeratan pidana. Lha, kalau misalnya saya email teman saya kalau saya pernah keracunan makan di sebuah restoran terus teman saya “iseng” menyebarkannya ke teman2nya yg lain, apakah saya juga akan dijerat dengan pasal pencemaran nama baik? Ngeri amat kalo gitu.

    Kedua, UU ITE memang harus direvisi total. Libatkan penuh orang2 yg berkecimpung dalam dunia internet dalam pembahasan UU tsb. supaya hasilnya lebih adil dan mengayomi semua pihak. 😀

  • elmoudy
    June 5, 2009 at 6:52 pm

    tulisan yg amat inspiratif. Kasus RS OMNI n UU ITE masih menunjukkan kalo lembaga pemerintah belum bisa memihak rakyat. Hukum masih dipegang oleh mereka yang punya duit tapi tak punya hati nurani. Saya setuju.. solidaritas (maya) ini harus bersatu melawan kesewenang-wenangan ( RS OMNI n UU ITE diantaranya)

  • dita_disini
    June 5, 2009 at 8:46 pm

    mestinya prita yang dapet ganti rugi, kok malah dia yang dipenjara…

    UU ITE di harus di revisi.

    hak-hak pasien harus dilindungi.

    jangan biarkan ada prita-prita berikutnya.

  • Koen
    June 5, 2009 at 8:53 pm

    Temen2 jurnalis, blogger, & aktivis online memang keren2. Terima kasih. Mudah2an kemudian akan jadi preseden de facto. Korporasi tak lagi mudah menuntut pidana orang yang menjelek2kan via media online, karena tahu efeknya bisa lebih negatif; dan kemudian memilih cara yang lebih arif.

    {Aku bayangkan kalau misalnya Dr Henky atau Dr Grace juga menulis di media online karena merasa difitnah, misalnya. Mungkin cukup banyak juga yang akan bersimpati. Tapi pendekatan yang diambil justru pendekatan kekuasaan yang menghilangkan simpati publik; dan justru mempermalukan dirinya. Kita bisa baca di dokumen tuntutan jaksa bahwa secara resmi kejaksaan (dan artinya pemerintah negara Indonesia) mengakui bahwa Dr Grace tidak profesional. Duh, sedih. Semestinya tak harus begini.}

  • EKO bamön yonif 310KK SUKABUMI
    June 6, 2009 at 10:18 am

    Oke oke Maju terus berkarya mari kita berkarya oke mari kita BERSATU DEMI NKRI , MARI KITA BERSATU DEMI NKRI

  • Dedi Suparman
    June 6, 2009 at 7:41 pm

    waw………..waw……………….wawa……………wawa

  • presy__L
    June 6, 2009 at 9:30 pm

    hati2 yang menyebut merk RS itu dan dokternya,,ntar ikut diseret lagi ;p

    sekarang makin takut untuk berkomentar.. yg nulis keluhan di surat pembaca koran terkemuka aja ikut diseret *kasus pedagang ITC mangga dua* hak sebagai konsumen terabaikan ni.. yang punya uang dan kuasa dengan gampangnya lapor polisi, orang2 kecil yg ga punya kuasa, boro2 sewa pengacara, hak bersuara aja ga ada..

  • kombor
    June 7, 2009 at 8:19 am

    Wah… Pengumpan blog Mas Iman kali ini hebat. Artikel saya terima sebelum tersedia di blognya sendiri.

    Hapus klausul pencemaran nama baik di mana pun klausul itu berada.

  • wieda
    June 7, 2009 at 8:55 am

    bebaskan Prita…….hiks…aku ga tau blas ttg UU ITE…….
    tapi mosok seh ngeluh aja bisa masuk penjara? ….doesn’t make sence blas..wuihhhh jadi marah ama RS yg mbikin Prita menderita

  • titiw
    June 7, 2009 at 9:27 pm

    well.. Prita memang sudah dibebaskan, dengan status tahanan kota. Ih, kalo saya jadi dia mah, terserah geee deh mau ke bandung kek, sampe ke meksiko say hi sama flu babi juga bodo amat!! Kenapa masih harus ada status “tahanan’ sih..? Dasar RS OMni gemblung.. Secara namanya aja udah omni, yaitu pemakan segala.. eh maap OOT mas..

  • Ahmad
    June 9, 2009 at 7:06 am

    Saya selalu menyelipkan hikmah dalam segala peristiwa. Ini dilakukan untuk bisa menerima, betapa pun pahitnya. Prita adalah simbok keberanian dan menantang banyak orang untuk jujur, meski harus berhadapan dengan tembok tebal. Semoga kisah nestapa ini cepat berlalu! Amin.

  • Iman
    June 9, 2009 at 10:18 am

    puputs,
    mungkin saya tidak akan memakai misalnya judul kalimat yang tendensius seperti ..HATI HATI DENGAN RUMAH SAKIT ANU YANG MENIPU “, tapi diganti dengan ” PENGALAMAN BEROBAT DI RUMAH SAKIT ANU “..
    intinya sama , tapi pemilihan kata lebih aman saja..demikian pula isi surat atau postingan yang cenderung menyerang secara subyektif harus dihindari..

  • ichanx
    June 9, 2009 at 6:51 pm

    LAWAN!!!!! *berapi-api*

  • Imuz Corner
    June 9, 2009 at 6:57 pm

    UU ITE kayaknya perlu yuridisial review deh…pasal itu sama saja pengkebirian hak untuk berekspresi, dan akan akan membingkai kebebasan blogger. Setuju dengan mas DV, kalaupun tidak bisa juga tindakan preventif lainnya adalah dengan membuat disclaimer yang menyatakan bahwa kisah (Tulisan kita) tersebut sebagai kisah fiksi belaka dan apabila ada kesamaan nama dan tempat merupakan kebetulan semata. Wah tetep aja ya ga puas…Blogger Solidarity kita telah bangun so do action!

  • bang fiko
    June 10, 2009 at 3:31 pm

    komentar Mas Iman itu masuk akal.. Tapi apa ntar aman-aman juga Mas? Sekarang kan banyak orang iseng yang mau menjatuhkan orang lain dengan berbagai cara

  • KangBoed
    June 11, 2009 at 1:55 pm

    hmmm… Krisis Multi Dimensi….. Beraaaaaaat….
    Salam Sayang

  • Kem
    June 28, 2009 at 2:47 pm

    pasal UU ITE bunyinya apa ya ??.ada yang tau, kasih link nya doong??

  • making more money from home
    June 17, 2014 at 6:52 am

    Excellent post. I used to be checking continuously this weblog and I’m inspired!
    Extremely useful information particularly the closing phase :
    ) I handle such info a lot. I was seeking this
    certain info for a long time. Thank you and good luck.

    Feel free to visit my blog post … making more money from home

Leave a Reply

*