Proklamasi 17 Agustus 1945. Di pulau Jawa timbul kegiatan besar di kalangan umat Islam. Disamping Hisbullah yang dibentuk pada jaman Jepang, juga dikerahkan barisan Sabillilah, “ Perang Suci Allah “. Barisan ini terdiri dari anak anak muda belia yang bertugas di belakang front yang dijaga oleh Hisbullah. Barisan keduanya bergabung dengan Masyumi, tetapi pasukan pasukannya banyak berada di Jawa Barat.
Di Sumatera, dengan perkecualian Aceh dimana golongan ulama yang berorganisasi dalam Pusa menghancurkan golongan kepala kepala adat, uleebalang. Dengan alasan sebagai penentang kemerdekaan. Golongan uleebalang yang mendapat privilege jaman Jepang, dikejar kejar dan dibunuh. Ratusan yang selamat dimasukan dalam kamp tahanan sebagai musuh Republik. Pemimpin Pusa, Daud Beureuh dapat memulai pelaksanaan cita cita negara teokrasi di Aceh.
Sementara di Sumatera Barat didirikan barisan Muslimin Indonesia. Hisbullah, Sabililah cabang Sumatera Barat bersama dengan Muslimin Indonesia bersatu dalam Persatuan Laskar Islam Republik Indonesia yang berpusat di Bukittinggi. Sama seperti di Aceh, sejumlah 30 orang raja raja beserta keluarganya dibunuh.
Haji Abdul Malik Karim Amarullah, yang terkenal dengan Hamka berulang kali mengecam hidupnya Hinduisme dan penghormatan terhadap budaya Majapahit Mataram dalam kebudayaan nasional. Ia menentang adat dan para pelindungnya di tanah Minangkabau. Sejahrawan Belanda, Bouman mengutip pernyataan Hamka, bahwa adat sudah tidak ada tempatnya dalam alam Indonesia merdeka dan harus dimasukan di museum.
Pemerintah Indonesia, terdorong oleh adanya aktivitas aktivitas pembunuhan, terpaksa mengeluarkan pengumuman tanggal 17 Oktober 1945. Dalam pernyataan itu ditegaskan bahwa pemerintah tidak dapat menyetujui maksud golongan muda Islam ektrim dan pemimpin ulama untuk mengobarkan perang suci, apalagi terhadap bangsanya sendiri. Pemerintah melalui Syahrir menyatakan, bahwa hanya Pemerintah, satu satunya instansi yang berkuasa menyatakan perang atau perang suci.
Pada kongres ahli ahli kitab Islam seluruh Jawa dan Madura pada tanggal 7 – 8 November 1945 di Yogyakarta, diputuskan untuk meleburkan semua kekuatan dalam Masyumi. Salah satu keputusan Kongres itu adalah menyiapkan umat Islam untuk mengobarkan perang suci melawan bentuk imperialisme.
Tanggal 9 November, kongres mengirimkan beberapa radiogram yang memuat pemberitaan, bahwa masyarakat Islam Indonesia bersiap siap mengobarkan perang suci terhadap imperialism dan kolonialisme. Radiogram tersebut dikirim ke Raja Ibnu Saud di Saudi, Abdul Rahman Azzam Bey, sekretaris jenderal Liga Arab, Ali Jinnah pemimpin Liga Muslimin di India, – kelak sebagai pendiri Pakistan – dan terakhir, kepada Partai Kongres India. Radiogram ke Partai Kongres India merupakan kekhilafan, karena sesungguhnya Partai Kongres bukan berafiliasi ke Islam.
Semangat ini akhirnya membuat Pemerintah tak bisa membendung pembentukan Departemen Agama pada tanggal 3 Januari 1946. Jika ditarik garis mundur, dua hari setelah proklamasi kemerdekaan. Upaya pembentukan Departemen Agama ditolak, setelah Panitia Persiapan ( tanpa Kemerdekaan ) mengambil pemungutan suara dimana 28 orang menolak dan hanya 6 suara yang menyetujui.
Pada bulan Maret 1948 para pemimpin ulama islam Sunda tersebut memutuskan untuk menyatukan Hisbullah dengan rakyat seluruhnya sehingga dibuat satu front untuk menghadapi Belanda. Daerah pertahanan itu dinamakan Darul Islam yang artinya Daerah Islam. Dalam konperensi berikutnya pada bulan yang sama. Daerah Sunda dinyatakan berdiri sendiri. Negara Darul Islam.
Pembunuhan terhadap imam rohaniwan Katolik di Muntilan, tercatat sebagai kekerasan pertama terhadap agama paska Kemerdekaan.
Pada tanggal 20 Desember 1948, bagian dari laskar ekstrim – yang tidak menyukai umat Kristen dan para missionaris – melakukan aksinya. Mereka merampok dan membakar sebagian dari komplek persekolahan di Muntilan. Delapan pemuda itu yang belakangan diketahui berasal dari kelompok orang-orang Hisbullah itu menculik imam dan frater. Dia adalah Romo Sandjaja, Pr dan Frater Herman A. Bouwens, SJ.
Kedua rohaniwan disiksa dengan kejam, lalu dibunuh secara keji di lapangan terbuka di daerah pinggiran Muntilan. Jenazahnya bergelimpangan di sawah antara desa Kembaran dan Patosan. Jenazah Frater Bouwens telanjang bulat dan hidungnya disumbat dengan kayu runcing. Mukanya rusak berlumuran darah, sementara badannya biru memar bekas pukulan-pukulan hebat. Romo Sandjaja hanya mengenakan kaos dalam. Kedua kakinya dari bawah hingga ke atas penuh luka-luka kecil bekas tusukan upet (puntung api) Bahu dan badannya membiru bekas pukulan. Tengkuk dan dahinya berlubang tertembus peluru pistol.
Oleh keluarga Romo Sandjaya, Jenazah mereka disapu dengan handuk kemudian dikubur di situ juga. Makamnya tidak dalam. Pemakaman ini dilakukan sekedar untuk menghilangkan jejak saja. Dua rohaniwan itu menjadi korban fanatisme yang sempit. Jenazah keduanya lalu dimakamkan kembali secara besar-besaran pada tanggal 5 Agustus 1950 di Kerkhop Muntilan.
Kembali ke tahun 1968, para veteran Darul Islam tidak sabar lagi untuk membangun Negara Islam baru, dipimpin Dodo Kartosuwiryo, anak Kartosuwiryo, maka menggunakan Komando Jihad. Kemudian mereka membagi Indonesia menjadi 7 wilayah, salah satunya wilayah 3 yang meliputi Jawa Barat dikomandani Danu yang diam diam sudah menjadi informan opsus. Melalui Danu, Pemerintah orba mendapat berita tentang kasak kusuk operasi Komando Jihad. Danu Mohammad Hassan ini adalah ayah dari Hilmi Aminudin, Ketua Majelis Syura PKS.
Opsus lalu menugasi Pitut Suharto untuk menggarap para pemberontak ini. Pitut seorang tentara yang anti PKI yg tangguh. Ia pernah menjabat sebagai wakil menteri Transportasi Darat, Pos,Telekomunikasi & Pariwisata jaman orde lama. Ketika para pemberontak Darul Islam mendapat pengampunan th 63, mereka juga membahas transportasi darat, sehingga Pitut juga mengenal para eks pemberontak ini.
Pitut Suharto, memakai cara unik. Dia tidak menyembunyikan niatnya, untuk membawa mereka ke pihak Pemerintah. Atas persetujuan Pertamina, ia mendapatkan hak distribusi minyak tanah untuk wilayah Jawa. Wilayah wilayah distribusi pentingnya kemudian ditawarkan kepada pemimpin pemimpin Darul Islam, yang kemudian memberikan hak distribusi lokal kepada simpatisan atau anak buahnya. Syaratnya mereka harus memberikan suara kepada Golkar dan tidak melakukan aktivitas makar.
Dari 26 orang pemimpin inti gerakan, hanya sepertiga yang bersedia bekerja sama. Termasuk Danu Moh Hassan yang sudah satu dasarwarsa bekerja sama, dan Ateng Djaelani yang paling pintar kemampuan bisnisnya mengelola distribusi minyak tanah.
Tahun 1973 Pitut juga menjalin kontak dengan Daud Beureuh di wilayah Aceh. Kalimantan dan Sulawesi. Tapi umumnya para pentolan Darul Islam di luar Jawa tidak mau berhubungan dengan Darul Islam Jawa, karena mengganggap Ateng Djaelani terlalu pelit membagi konsesi Pertaminanya.
Rezim orde baru memang membawa kepentingan politik dengan menggunakan simbol Islam. Sadar kekuatan militer tak sepenuhnya mendukung. Soeharto memainkan kartu Islam, dengan rekonsiliasi dan kebijakan akomodatif terhadap Islam.
Jutaan umat muslim di Indonesia masih mementingkan perjuangan simbolis. Dengan kepentingan politik siapapun. Datanglah kepada mereka dengan sorban dan berbicaralah dengan menguti ayat ayat Al Qur’an dan Hadits. Mereka akan menaruh respek yang luar biasa, sekalipun sebelumnya anda membantai umat Islam,
ABRI yang sebelumnya menindas umat Islam, dan memakai eks DI/TII, kini kembali memakai gerombolan laskar dalam organisasi Pam Swakarsa, yang bertugas mengamankan gedung DPR dan keputusan politik Habibie setelah masa transisi jatuhnya Soeharto. Sejarah menulis kelak. Pam Swakarsa merupakan cikal bakal Front Pembela Islam.
Kita percaya bahwa peluang radikalisasi untuk mengubah dasar negara Pancasila masih kecil. Teror bom Bali misalnya tak mendapat simpati publik.
Sejarah mencatat gerakan militan dan radikalisme Islam tidak pernah mendapat pijakan yang kuat di Indonesia. Perjalanan masih panjang. Perjuangan tentang ide besar negara khilafah bukan lagi dengan mengangkat senjata, tapi dalam bentuk ancaman dan kekerasan terhadap kebinekaan dan kaum minoritas.
7 Comments
gurukecil
August 25, 2013 at 3:05 pmKita memang tidak belajar dari sejarah, bahkan tidak belajar dari kegagalan. Di bidang pertanian, monokultur yang diusung melalui revolusi hijau telah terbukti gagal. Begitupun, kita tetap membenci perbedaan, padahal perbedaan itu adalah bagian dari keanekaragaman dan keanekaragaman, sebagaimana telah ditunjukkan sejarah, menjadikan negeri ini ada sampai sekarang. Semoga tulisan ini dapat menyadarkan kita bahwa sejarah tidak cukup dipelajari dengan menghapalkan nama-nama pahlawan.
denmase
August 27, 2013 at 6:48 pmmohon ijin shared di notes FB, ma Iman. (http://goo.gl/gNoC7F).
abd
October 2, 2013 at 7:00 pmSelalu mencerahkan
Nazly Purihati
October 14, 2013 at 6:55 amMas,skrg ini banyak sekali orrg yg berpakaian baju putih, dahi tanda hitam, pake jenggot, tapi nggak lebih serem tingkah lakunya. Apalagi kalau bawa nama keagamaan. Yg miris saat org asing bertanya pada saya “puri, mengapa agama kalian tdk ada cinta kasih” pdhl bukan spt itu…banyak cerita bgmn Nabi Muhammad berdasarkan firman ALLAH mengajarkan cinta kasih….
Ridwan
November 15, 2013 at 12:05 pmselalu mencerahkan ! … salam hormat dari kami
~Sati~
May 12, 2015 at 12:58 amKonsep yang saya yakini, Islam adalah agama universal yang mengharamkan penzaliman, atau pun pembunuhan kepada kaum non muslim, selagi non muslim itu tidak memerangi mereka. Dalam hukum pun, Islam menyerahkan kepada pemerintahan yang syah, dan tidak ada qisash yang dilakukan secara pribadi, walaupun terzalimi..
Seperti dalil :
Pernah dikatakan kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah supaya orang-orang musyrik itu di laknat!”, Beliau menjawab, “Sesungguhnya aku tidak diutus untuk menjadi tukang laknat, tetapi aku diutus untuk menjadi rahmat sekalian alam.” [“Shahih”, Diriwayatkan oleh Abu Dawud (4907), At-Tarmidzi (1976), Al-Hakim (1/111), dalam Adabul Mufrad No. 321]
atau :
“Orang-orang Yahudi bersin di dekat Nabi karena mengharap supaya beliau mengucapkan ‘Yarhamukumullah’ (semoga Allah memberi kalian rahmat-Nya), dan ternyata beliau berkata, “Semoga Allah memberimu petunjuk dan menjadikan hatimu baik”. [Shahih]
Itu yang membuat saya semakin miris terhadap fenomena zaman ini..
ibas
October 10, 2023 at 9:14 amgood article, thank you