Nasionalisme sampai Ratu Adil

Jauh ratusan tahun sebelum para founding father bangsa kita berbicara tentang nasionalisme. Raja Kartanegara dari Singasari telah membuktikan tanpa banyak bicara, dengan memotong kuping Meng Chi – utusan Kaisar Kubilai Khan dari Dinasti Mongol – dan mengusirnya pergi. Jelas jelas ia tidak mau tunduk pada permintaan maharaja dari Asia tengah. Singasari adalah negara berdaulat dan tidak mau memberi upeti kepada bangsa asing.
Tindakan ini membangkitkan kemarahan Kubilai Khan. Ia mengutus Shih-pi, Ike Messe dan Kau Hsing memimpin armada 1000 kapal dan tentara sebanyak 20.000 orang untuk menekan Jawa. Armada mereka yang gagah, memenuhi pelabuhan Tuban, tidak membuat gentar Raden Wijaya. Lagi lagi mereka tertipu oleh muslihat pangeran jawa ini, membantu menggulingkan Raja Jayakatwang dari Kediri.

Di tengah pesta pora kemenangan, pasukan Raden Wijaya membantai tentara mongol dan Cina. Ribuan tentara mongol tewas, dan tidak sedikit ditawan atau memutuskan sukarela tinggal di tanah Jawa. Daripada menempuh pelayaran yang keras dan berbahaya ke tanah Tiongkok.
Sejarah ini menunjukan bahwa nusantara adalah bangsa yang besar dan juga pintar. Majapahit menguasai perdagangan dan martim kepulauan nusantara bahkan sampai merambah ke tanah melayu, siam, karena pintar menggunakan komunitas Cina – Mongol yang tertinggal. Mereka adalah pelaut pelaut, nakhoda yang hapal rute rute pelayaran di Asia tenggara.

Itu dulu. Seberapa penting nasionalisme itu. Apakah hanya diukur dengan jumlah saham mayoritas Indosat yang dikuasai asing, atau reog ponorogo yang mati matian dipertahankan dari klaim Malaysia ?
Kita mempertahankan Industri baja Krakatu Steel dari caplokan konglomerat baja dunia, asal India, Laksmi Mittal , yang memulai bisnisnya dari sebuah pabrik baja kecil di Sidoarjo tahun 70an. Padahal kita tahu betapa carut marut dan tidak efisiennya pengelolaan di perusahaan plat merah itu. Sementara negara kecil Luxembourg di Eropa tengah, kehilangan kebanggan ketika perusahaan nasionalnya Arcelor di akuisisi oleh Mittal . Namun disatu sisi menerima pemasukan hampir 1 milyar dollar setahun dari keuntungan perusahaan baja dunia itu.

Kesakralan nasionalisme menjadi bahan ejekan karena justru semakin kita mengepalkan tangan kebanggaan nasional, justru semakin terlihat bodoh. Lebih bodoh lagi, sudah dikuasai asing tetapi justru tidak memberikan manfaat atau keuntungan kepada rakyatnya.
Ini mungkin karena kita sudah terlalu malas untuk bernegoisasi. Belajar transfer of knowledge dari bangsa asing. Selalu ada take and give. Tidak melulu dilihat dari sisi nasionalisme yang kerdil.
Jika sekarang arus globalisasi menyerbu industri film di Indonesia. Banyak sutradara asing – layar lebar, iklan, sinetron – membuat film di Indonesia. Padahal mereka hampir tidak bisa berbahasa atau mengerti budaya lokal. Apakah kita serta merta tidak menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Jawabannya relatif. Tapi yang jelas kita bisa belajar dari profesionalisme dan etos disiplin yang mereka miliki.

Korea justru membangkitkan nasionalisme lewat olahraga bulutangkisnya dengan belajar pada pelatih asal Bandung, Olih Solichin awal tahun 80an. Saat itu kita sudah malang melintang di All England dan Piala Thomas.
Sekarang gantian kita yang ngos ngosan mengejar bangsa Korea di lapangan bulutangkis.

Menakjubkan, Pramudya Ananta Toer bisa menelusuri surat negarawan India, Jawahral Nehru kepada puterinya Indira Gandhi. Dalam Glimpses of World History ia mengakui “ Sesungguhnya ekspedisi Tiongkok justru membuat kemaharajaan Jawa ( Majapahit ) menjadi besar. Karena mereka belajar membuat senjata api yang mendatangkan kemenangan berturut turut pada Majapaphit “.
Jadi sejarah – dan diakui oleh bangsa lain – kalau dari dulu kita memang sudah pintar dan mau belajar dari bangsa asing untuk membuat nasionalisme kita berdiri megah. Gagah perkasa.

Tak ada yang salah dengan nasionalisme, karena urat urat nadi itu yang mempersatukan bangsa kita. Yang salah karena kita tak pernah memupuknya membuat menjadi besar, dengan jalan apapun. Ketika Bung Karno dan Bung Hatta dituduh sebagai kolaborator Jepang, ia mengatakan, ‘ dengan setanpun saya akan bekerja sama asal bisa membawa Indonesia merdeka ‘.
Kalau dulu nasionalisme dibutuhkan untuk meruntuhkan imperaliasme dan kolonialisme, kini nasionalisme dibutuhkan untuk memakmurkan rakyatnya sendiri.

Walhasil nasionalisme hanya ditemui dalam jargon jargon kampanye parpol atau iklan iklan layanan masyarakat. Diam diam kita merindukan kemandirian diatas kaki sendiri , sehingga mudah tertipu oleh bungkus bungkus kebesaran semu. Blue Energy sampai padi ajaib yang bisa panen 3 kali dalam satu batang.
Sampai kapan kita harus menunggu hari baik itu, Kedatangan sang Ratu adil ?
Sang Ratu yang bukan tinggal glanggang colong playu . Menyerah, meninggalkan terbenam lumpur di tanah tarik Sidoarjo. Ditanah yang sama ketika Raden Wijaya dan Laksmi Mittal membangun dinasti kebesarannya.

You Might Also Like

79 Comments

  • Ray
    September 16, 2008 at 12:50 am

    Ahhh.. aku merasa tertusuk dan terajam menjadi berkeping keping membacanya.
    Tapi biarlah, akan kubuktikan bahwa aku cinta tanah air dan bangsa ini. Tentunya dengan caraku sendiri.

    Dan Nabi Muhammad SAW pun bernah bersabda, belajarlah meski harus sampai ke negeri china.

    Kita tentu akan sangat malu dan tak mau kalo sampai negeri ini hancur, dijajah mentah mentah oleh oranglain tanpa kita sadari.

    Mari mas, kita bangun semangat ini.

  • Hedi
    September 16, 2008 at 2:59 am

    nasionalisme kini disembunyikan di balik perut dan hawa nafsu manusia Indonesia

  • Anang
    September 16, 2008 at 3:23 am

    ratu adil belum dateng pak, yg udah dateng baru ratu atut di banten wkwkwk….

    nasionalisme inilah yg membangkitkan semangat kemerdekaan jaman dulu, sekarang nasionalisme hanyalah bahan pelajaran pspb.. eh sejarah ding… hihi… yg ada kan partaisme, individualisme, dll

  • Anang
    September 16, 2008 at 3:25 am

    nambah super OOT, ternyata yg ada skrg ratu ngebor, ratu kopdar, ratu grup musik, ratu apa lagi ya :”>

  • omoshiroi_
    September 16, 2008 at 3:56 am

    nasionalisme,tidak cukup hanya sebuah identitas,namun sepaket dengan tujuan dan kemanfaatan yang ingin dicapai..jika hanya identitas belaka,nasionalisme itu belum sempurna..begitu pun sebaliknya..

    +salam3jari+

  • Epat
    September 16, 2008 at 5:40 am

    Ada loh mas seseorang yang gencar mengiklankan diri untuk jadi orang nomer satu itu, namun saat diisengin oleh salah satu acr televisi saat ditanya pancasila secara mendadak dianya enggak hapal 😀

  • ngodod
    September 16, 2008 at 6:27 am

    nasionalisme sempit hanya akan mengerdilkan. nasionalisme yang cerdas akan membuat kita semakin besar. namun yang terjadi sekarang, yang banyak malah politikus dan pemimpin yang suka pake egrang dan pake kacamata kuda. argh…

  • silly
    September 16, 2008 at 7:04 am

    Sampai saat ini, detik ini, saya merasa belum ada satupun sosok dinegri ini yang layak disebut “Ratu Adil”. Bahkan SBY yang dulunya saya pikir bakalan membawa bangsa ini kepada kesejahteraan dan kemakmuran, justru malah membuat rakyat semakin menderita dan miskin, daya beli menurun dan harga2 melonjak. Pertamina yang katanya tidak akan naik, oh juga tetap menaikkan harga gas, dsb. Masih banyak kebijakannya yang kurang membela kepentingan rakyat kecil.

    Saya sebetulnya mendambakan seorang calon pemimpin wanita… katakanlah yang punya kharisma cinta seperti Hillary… dan punya kecerdasan dan aura seperti Sarah Palin (ini salah satu artikel yg saya tulis kemarin tapi hilang karna bugs sialan itu). Rasanya Indonesia akan benar2 sejahtera…

    Tapi sepertinya belum ada perempuan yang punya power didalam dirinya, at least yg mirip2 dgn salah satu dari kedua org itu.

    Kalaupun pada akhirnya SBY lagi yang akan menjadi pilihan terakhir kita… well, at least, He is the Best from the Bad. 😀

  • Yoyo
    September 16, 2008 at 7:10 am

    Nasionalisme yang tersisa hanyalah kalau team nasional sepakbola atau team bulutangkis kita sedang tournament, baru terasa…….inilah Indonesiaku !

  • mantan kyai
    September 16, 2008 at 7:12 am

    nambahin OOT: orang tuban memang huebattttt …. *kaburrr*

  • evi
    September 16, 2008 at 7:21 am

    Mas…mas…. dulu nilai sejarahnya berapa? apal banget! hehehe…. 🙂

  • danalingga
    September 16, 2008 at 7:40 am

    Saat ini kelihatannya nasionalisme hanya sekedar menjadi penutup borok.

  • DLF
    September 16, 2008 at 7:45 am

    Jiwa nasionalisme bangsa kita memang semakin pudar, mas..
    Liat aja daftar antrian BUMN yang mau diprivitasasi. Untungnya pemerintahan SBY tidak ‘senekat’ pemerintahan Mega yg main ‘jual’ kepemilikan sahamnya di BUMN hanya demi mengejar reputasi belaka agar ‘mendapat rapor’ yg bagus di mata masyarakat. Tentunya dengan dalih “berhasil menambah cadangan devisa negara”… Yg vital aja mo dikuasai asing, bagaimana dengan sektor yg non vital?? Bisa-bisa rakyat terabaikan.. Hiks..hiks..

  • iway
    September 16, 2008 at 8:04 am

    sisi yang lain dari nasionalisme, makasih mas

  • bangsari
    September 16, 2008 at 8:10 am

    jadi ingat pidato bung karno: “…Malaysia adalaha negara tanpa konsepsi. Indonesia memberikan konsepsi-konsepsi pada dunia…”

    tapi sekarang sepertinya… ah, sudahlah…

  • contradictiveminds
    September 16, 2008 at 8:28 am

    Menurut saya, mungkin dongeng akan kemenangan yang gegap gempita, kecerdikan serta sifat dasar orang Indonesia -pemalas- yang membuat kita seperti kehilangan identitas sebagaimana terasa saat ini.

    Bagi saya, sejarah adalah sejarah, dan tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenaran dan akurasinya, karena sejarah, selalu ditulis oleh sang pemenang.

    Ratu Adil tidak akan datang, dan tidak sepantasnya kita menunggu.

    Pernahkah terpikir oleh kita, bahwa sebenarnya kita mampu menjadi “Ratu Adil” itu? masing-masing individu dari kita bisa menjadi bagian dari “Ratu Adil”? tanpa harus berpangku tangan menunggu “Ratu Adil”? bagaimana kalau “Ratu Adil” itu hanya jargon? jargon yang diletakkan oleh penjajah kita, yang secara tidak sengaja tertanam di pendahulu kita, dan terteruskan sampai dengan saat ini? Bagaimana kalau “Ratu Adil” justru adalah pelemah bangsa kita? yang membuat kita terus menunggu akan datangnya dia?

    Bagi saya, sejarah adalah sejarah.

    Bagaimana kita penerus bangsa membuat bangsa ini kembali berani. Bila perlu, dengan keringat dan tangan saya sendiri. Pergumulan yang saya tau tidak akan saya menangkan. namun, bagi saya, demi Indonesia, saya siap untuk tersungkur paling depan. dan menjadi contoh untuk yang dibelakang, bagaimana mereka menyungkurkan saya, sehingga mereka tidak tersungkur seperti saya.

    Bagi saya, bagaimana membuat bangsa ini menjadi pintar. Bila perlu dengan pikiran dan perbuatan sendiri. pergumulan yang tidak akan saya menangkan. namun, bagi saya, demi Indonesia, saya siap untuk diteriaki bodoh paling depan, dan menjadi contoh untuk yang dibelakang, kenapa mereka meneriaki saya bodoh, agar mereka tidak menjadi sebodoh saya.

    Ratu Adil? isapan jempol!

    Nasionalis? ACUNGAN JEMPOL!

  • Rystiono
    September 16, 2008 at 10:20 am

    Menurut pak Iman…gimana bisa membuat diri kita jadi nasionalis? Bukankah semua bisa dimulai dari individu masing-masing?

  • manusiasuper
    September 16, 2008 at 10:35 am

    “Saya manusiasuper, membawa pesan dari blogger Indonesia, mari bersama saya membangun indonesia yang lebih baik…”

    *Kerasukan calon presiden di iklan tipi*

  • kenny
    September 16, 2008 at 10:49 am

    mas iman klo cerita ttg sejarah enak, gampang masuk, coba klo dulu guruku ke’ mas iman gak bakalan remidi terus 😀

  • Gempur
    September 16, 2008 at 12:57 pm

    Banyak yang menjual mimpi seperti sinetron-sinetron mas! Jangan-jangan panjenengan juga bikin iklan yang jual mimpi pula????!!!

    *kabuuuuuuuuuuuuuuuuurrrr…. takut dilempar kamera*
    hehehehehe

  • Setiaji
    September 16, 2008 at 1:28 pm

    Sudah saatnya kita melupakan angan-angan mengharapkan Ratu Adil datang. Saatnya kita melupakan ketidakmampuan para pengendali pemerintahan ini. Saatnya kita sendiri yang harus merenung dan bertindak untuk sebuah karya nyata yang mungkin saja ‘hanya’ berguna untuk keluarga dan lingkungan terdekat kita. Buat saya itu lebih baik daripada melamun dan selalu berharap ‘keajaiban’ akan datang untuk mengangkat bangsa ini menjadi apa yg kita harapkan bersama.

  • klan wijaya
    September 16, 2008 at 2:08 pm

    OOT mas. To aLe, raden.wijaya.web.id masih kosong ga?:D

  • Seagate karuniaw
    September 16, 2008 at 2:56 pm

    “ Sesungguhnya ekspedisi Tiongkok justru membuat kemaharajaan Jawa ( Majapahit ) menjadi besar. Karena mereka belajar membuat senjata api yang mendatangkan kemenangan berturut turut pada Majapaphit “.

    wahhh…gak da dasarnya nih…mana buktinya????

  • Iman
    September 16, 2008 at 3:05 pm

    seagate karuniaw,
    Saya juga nggak minta bukti ke Pramudya ketika ia menulis ini kok…Lagian di blog kok diminta bukti he he…Kata orang bijak penulisan diblog bukan masalah benar atau salah,tapi orang yang membacanya percaya atau tidak. Anda percaya ?

  • afwan auliyar
    September 16, 2008 at 3:45 pm

    sebuah harapn tentunya mash ada ….
    tinggal sekarang pemuda yg akan menggantikan generasi mendatang spt apa !?!?!
    semoga saJA… jargon nasionalisme tidak hanya manis dimulut saja … 😀

  • edratna
    September 16, 2008 at 4:37 pm

    Saya malah berpikir, bahwa kekuatan blogger sangat besar untuk mendorong dan menumbuhkan nasionalisme…
    Sebetulnya adanya orang asing, hendaknya membuat kita makin tertantang dan belajar dari mereka…. coopetition (Coordination and competition)……tak selalu yang berkolaborasi jelek, jika dapat mengambil manfaatnya.

  • Donny Verdian
    September 16, 2008 at 6:43 pm

    Membaca tulisan ini, apalagi sesudah menyimak berita memedihkan betapa orang bisa saling injak gara-gara uang 20 ribu membuat saya berdebar-debar.

    Bangsa kita adalah memang bangsa yang hebat dan besar, tapi tanpa negara yang bagus?
    Ah sudahlah…

  • Robert Manurung
    September 16, 2008 at 7:17 pm

    Glimpses of World History (Terjemahan Indonesia : Lintasan Sejarah Dunia), itu buku yang dahsyat; namun sekaligus pula menggambarkan bagaimana Jawharlal mempersiapkan Indira (mainan mataku) jadi pemimpin dan negarawan; semenjak masih gadis ingusan.

    Terima kasih sudah mengingatkan, jadinya aku pengin cari buku lawasku itu ada di mana gerangan sekarang.

    Btw “glimpse” mengenai nasionalisme yang Anda tulis ini sangat “seksi”. Aktual dan menohok.

  • paman tyo
    September 16, 2008 at 8:27 pm

    mesianisme memang bisa melenakan ketika kita dibuai kepasrahan.

    negosiasi? saya kurang tahu duduk perkaranya, tapi beberapa orang menyebut ibnu sutowo sebagai negosiator ulung (pada zamannya).

    lantas nasionalisme hari ini yang kayak apa? yah orang2 yang selama masih warga indonesia masih mau meperbaiki sesuatu yang dari yang kecil agar jika membesar menjadi maslahat bagi orang banyak. seperti bikin jalan setapak itulah, kalo banyak yang melalui kan akhirnya jadi jalan raya…

    bagaimana kalo seseorang tak pernah puas dengan indonesia lantas beremigrasi ke jiran atau lainnya? saya tidak menyebutnya sebagai bukan nasionalis. hak setiap individu untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

  • genthokelir
    September 16, 2008 at 11:04 pm

    salut
    membaca postingan Mas Iman saya menjadi tersadar bahwa selama ini nasional dalam pengartian saya masih jauh dan melenceng ,seperti fenomena yang terpampang,nasionalisme selama ini semu dan sekedar menatap bendera menenteng cerita sejarah yang tak saya mengerti sementara yang kongkrit sebagai nasionalisme saya masih terkabur karena kedunguan saya
    mungkin tak banyak memang yang memaknai yang tertulis oleh mas iman namun saya tak belajar dari sini
    Terima kasih Salam penuh Hormat

  • aditya sani
    September 16, 2008 at 11:41 pm

    apik tenan mas..:D
    gmana ya negaranya ini mas ya, tidak bermasalah sebenernya.. manusianya yang mau makmur sendiri-sendiri mungkin yang bermasalah..betul kata kang hedi, nasionalismenya bersembunyi dibalik perut dan hawa nafsunya manusia Indonesia..

  • mbah gundul
    September 17, 2008 at 5:02 am

    ratu adilnya seseronok ratu felisha gak yah ??? maun doung 😀

  • ershad
    September 17, 2008 at 9:38 am

    nasionalisme adalah salah satu karya terbesar bung karno. seperti apa yang telah saya baca dalam buku dibawah bendera revolusi, konsep nasionalisme lah yang membuat pergerakan menjadi satu, timbul rasa persatuan.
    namun sekarang, sepertinya rasa nasionalisme itu telah pudar. bangsa ini telah kehilangan jiwanya, banyak sekali intervensi dari pihak asik, entah itu barat ataupun timur.

  • sapimoto
    September 17, 2008 at 10:07 am

    Mulai dari diri sendiri untuk belajar apapun, yang bermanfaat tentunya, natinya mungkin bsia berguna bagi negara ini.
    Ah, saya hanya bisa ngomong, untuk belajar tetap aja rasanya berat….
    Potonya keren, Pasir Gunung Bromo…

  • andrias ekoyuono
    September 17, 2008 at 2:39 pm

    Selalu ada perpaduan kepentingan dalam negosiasi. Tapi saya kok merasa bangsa ini selalu kalah dalam negosiasi pengelolaan kekayaan alam, sepertinya kita sebagai pemilik malah tidak berani berkata “take it or leave it”

  • Indah Sitepu
    September 17, 2008 at 3:10 pm

    beberapa hari yang lalu nonton tv sambil setengah tidur..

    ditanyakan si reporter kepada seorang pemimpin partai yang iklannya yang santer di tv belakangan ini.

    “Pak.. apakah iklan itu untuk meningkatkan popolaritas bapak sebagai calon presiden nantinya?”

    Jawab si bapak itu ” ohh tidak, itu hanya mengajak bangsa Indonesia untuk lebih nasionalis, dan mencintai bangsa inibla..bla..bla….”

    huueeekkk cuuiihhhhh saya langsung ganti saluran tv, mo muntah, jijikkkkkkk dengernya..

    Gimana mau mimpin bangsa ini, belum apa2 udah ga jujur….. aarhhhhggggg gemes buanget…

    sok ngajak nasionalis, padahal hanya untuk kepentingan politik ato pribadinya

  • Tyas
    September 17, 2008 at 5:25 pm

    hmmmm menurut saya si kita bisa membangun nasionalisme kita dan juga bangsa kita salah satunya dengan belajar pada sejarah…

    tapi…berapa banyak si manusia indonesia kita sekarang, terutama generasi muda, yang benar2 mau untuk belajar pada sejarah bangsa ini??

  • zen
    September 17, 2008 at 11:04 pm

    Kalo liat cara Gajah Mada menyempurnakan janji palapa-nya, ya…. Majapahit itu sebenarnya bentuk arkaik dari Nekolim. Pasukan berlabel Operasi Seroja yang menganeksasi Timor itu kurang lebih samalah dg serdadu berlabel Jaladi Mantry-nya Gajah Mada. Bagi Pajajaran, misalnya, Majapahit pastilah bukan pemersatu 😛

    Tapi, panjenengan benar, nasionalisme memang tak sepenuhnya salah. Ia pernah berjasa besar mempersatukan, kendati –dalam kasus yang berbeda dan jaman yg berbeda– ideologi nasionalisme banyak juga yg berlumuran darah. Pertanyaannya: Nasionalisme model mana lagi yg masih mungkin untuk kita kembangkan?

    Postingan Mas Iman berikutnya, mungkin, akan memberikan jawaban!

    *menunggu….*

  • iman
    September 17, 2008 at 11:46 pm

    Menarik sekali tantangan zen,..
    nasionalisme model mana yang kita kembangkan..
    * menyiapkan

  • Lance
    September 18, 2008 at 3:34 am

    nasionalisme konon seharga uang di dompetmu
    ya khann

  • shelly
    September 18, 2008 at 8:53 am

    salam kenal,
    really good blog

    ^_^

  • ari
    September 18, 2008 at 10:29 am

    Mas, salut sama blog-nya. Gak tau mau bilang apa.. mungking cuma “terima kasih”

  • RMY
    September 18, 2008 at 1:45 pm

    lagi lagi nyeri di hati kalo berbicara tentang Nasionalisme di Indonesia kita ini….
    kalo baca Tulisan Mas Iman, rasanya terbakar hati ini..
    kok para pemimpin gak bisa “terketuk´´ sewaktu membaca atau melihat berita tentang apa yang terjadi di Negara kita ini dan Negara lain..
    kita sudah ketinggalannn jauhhhh, sudah terpurukkk jauhhh..
    🙁

  • ario saja
    September 18, 2008 at 7:29 pm

    iya… jadi ingat, dulu katanya Jepang sepak bolanya ga kaya sekarang… karena nasionalisme yang kuat dan gak pernah menyerah akhirnya sekarang bener2 menggegerkan dunia. Kapan kita bisa mencontoh (yang baik) dari mereka

  • kyai slamet
    September 22, 2008 at 1:16 am

    masih banyak yang percaya akan munculnya sang ratu adil….
    mungkin sang ratu kini sedang menyamar sebagai blogger:D

  • arifudin
    September 24, 2008 at 10:31 am

    wow aku suka motonya tuch

  • azwar
    September 24, 2008 at 4:13 pm

    salam kenal mas iman … tulisan2nya membuka mata hati saya untuk melihat lg sejarah bangsa yang terkoyak. mas referensi2 tulisannya mantap banget neee…

  • BloGendeng
    September 25, 2008 at 10:10 am

    Jadi inget-inget pelajaran sejarah waktu sekolah dulu. Refresh nih,mas biarpun sedikit bingung.
    Bingung karena dulu suka nggak dengerin guru dan belajar sejarah dengan baik hehe..
    Btw ntar aku baca lagi postingan ini. Masih mumet karena dalem nilai historisnya. Pulang rumah dulu,mas..hehe

  • Tato
    October 3, 2008 at 7:10 am

    ratu adil sudah datang sejak awal masehi, yaitu Yesus Kristus, yang akan memerintah dalam hati kita dengan damai, hati masyarakat indonesia sebenarnya sudah dirasuki DIA, tetapi tidak secara penuh, karena mengeraskan hati dan menyangkal dengan mulutnya. mau bukti? pertama, kita cinta hidup berdamai dengan siapapun dan apapun latar belakangnya dan terus berusaha mempertahankannya, kedua kita mau dan terus berusaha mengampuni semua kesalahan orang lain, kita hidup saling hormat-menghormati dan tanpa keinginan sedikitpun untuk menciptakan kekerasan, kita sama-sama membulatkan tekad untuk damai dan menebarkannya dengan kasih, kita sama-sama menyuarakan stop untuk narkoba, kemerosotan moral, ketidakadilan, penganiyaan, diskriminasi dan gejala sosial buruk lainnya. maka mulai sekarang biarlah Ia memerintah dalam hati kita, dan jangan keraskan hati kita, biarkan Ia mengajarkan kita, dan kita siap menerima berkat dan anugrahnya! semoga TUHAN memberkati. amin

  • Seth
    October 18, 2008 at 1:12 pm

    Nasionalisme adalah api dalam jiwa yang tidak akan pernah hilang, muncul saat sebuah bangsa dibangun, berkembang saat sebuah bangsa tumbuh, meredup saat bangsa itu hancur. Tapi ia akan bangkit kembali pada bangsa baru yang memiliki akar leluhur yang sama. Beruntunglah bagi para nasionalis karena tidak akan pernah menyesal di lahirkan di Indonesia dan dengan rasa nasionalisnya dapat membuat Indonesia lebih baik.
    Waktu terus berlalu, dunia berkembang dengan pesat, bangsa-bangsa lain telah maju, tidak ada waktu menunggu ratu adil! Buat Indonesia jaya sekarang juga!

    “Ingin menjadi ultranasionalis dan menunjukan pada dunia bahwa Indonesia masih ada”

1 2

Leave a Reply

*