Lindswell Kwok

Matahari belum sepenuhnya menampakan dirinya, saat perempuan muda itu sudah mengayunkan pedang tipisnya membelah udara sejuk hutan pinus tempatnya berlatih. Sesekali wajahnya mengeras ketika ia menarik nafas dalam dalam sambil mengalirkan energi ke tubuhnya. Dalam sepersekian detik ia sudah memutar dengan gerakan lembut, namun penuh hentakan di ujung gerakan. Peluh mengalir membasahi wajahnya. Ia terus bergerak, melompat, menusuk dalam rangkaian jurus Taijijian.

Entah kenapa, pikiranku membayangkan Siauw Long Lie dalam legenda “ Kembalinya pendekar Rajawali “. Gerakan Lindswell Kwok, nama perempuan muda itu bagaikan koreografi tarian sang naga. Siapa yang bisa menebak dibalik gerakan yang indah terdapat kekuatan yang mematikan ?

Lindswell tak pernah bisa menebak perjalanan hidupnya telah membawa pada pencapaiannya sekarang. Saat ini umurnya 27 tahun, sudah tidak muda lagi untuk ukuran atlit Wushu. Sederet pencapaian sudah diraihnya. Juara SEA Games dan terakhir menjadi juara Dunia pada Kejuaraan Dunia Wushu di Russia. Namun masih ada satu janji yang belum tuntas, yakni mengumandangkan Indonesia Raya di Asian Games. Jika ini terwujud akan menggenapkan mimpinya sebelum ia memutuskan berhenti sebagai atlit

Ketika duduk beristirahat, ia bercerita tentang masa kecilnya di Medan. Pertama ia melihat gerakan wushu yang diperlihatkan kakaknya, Iwan Kwok, saat Lindswell masih berusia 9 tahun. Lama kelamaan Lindswell menyukai Wushu dan bertambah serius ingin menjadi atllit saat melihat pelatnas SEA Games yang berlatih di Medan pada tahun 2002. Semasa di bangku SMA Hang Kesturi Medan, Lindswell terus berlatih tanpa mengenal lelah untuk menjadi yang terbaik. Hari hari dijalani dengan ditempa, berpeluh untuk menjadi pendekar Wushu. Tak ada tanya dan tak ada keluhan.

Perempuan yang menyukai makanan pedas ini mengakui Wushu telah memberikan banyak manfaat selain prestasi, juga dalam kehidupan sehari hari. Filosofi Wushu mengajarkan tidak hanya terbatas pada hal-hal yang berhubungan dengan gerakan bela diri saja, tetapi juga melibatkan pikiran dan mempersiapkan mental. Mempelajari Wushu berarti kita juga belajar mengolah pernafasan, memahami anatomi tubuh kita, dan juga cara pengobatan untuk menjaga kesehatan.

Sekalipun perempuan itu tak pernah merasa kehilangan ke-Indonesiaannya. Nama, asal usul etnisnya serta agamanya bukan penghalang menjadi 100 % Indonesia. Darah yang mengalir di setiap urat nadinya meneguhkan rasa kebangsaannya. Dalam perjuangan membela negara di setiap kejuaraan Wushu, hanya satu tekadnya. Membawa kemenangan.
Ia pernah berucap pada keluarganya soal pilihan hidupnya pada Wushu

“ Jika untuk diri semata,
Mungkin aku sudah berhenti,
Tapi ini untuk sebuah cinta,
Demi negeri yang melekat di hati.

Tak ada yang bisa kujanjikan,
Tapi disana akan kubuktikan,
Mendengar semua orang bersorak riang
Saat Indonesa Raya berkumandang “

Komitmennya tidak diragukan lagi. Sedetikpun Lindswell tak akan ragu ragu tetap memilih menjadi warga negara Indonesia, jika dia seandainya ditawari kewarganegaraan negeri lain – dengan segala keuntungan materi – untuk bertanding Wushu di ajang kompetisi Internasional.

Ia hanya berharap Jika Pemerintah memberikan target yang besar, maka berilah juga perhatian yang besar. Lindswell bisa mengatakan ini karena kini ia menghabiskan waktu menjalani pelatnas di Tiongkok. Ia bisa melihat betapa Pemerintah Tiongkok menjamin kehidupan untuk atlit atllit yang mengharumkan nama negerinya, termasuk jaminan setelah mereka memasuki masa pensiun.

“ Bukan hanya perhatian yang besar, tapi juga kerja nyata yang benar benar tepat sasaran dan efektif. Bukan Cuma kunjungan, rapat dan janji manis. Atlit menghabiskan waktunya hanya untuk berlatih. Berilah penghargaan yang sesuai “ Demikian perempuan itu mengemukakan harapannya.

Lindswell tahu bahwa masih banyak persoalan dalam pengelolaan olah raga di negeri ini. Namun ia tak pernah menyerah. Setidaknya ia akan membuktikan janji pada negeri yang dicintainya. Ketika janji itu tuntas, dengan membawa kejayaan bangsa. Perempuan itu tahu kapan harus melangkah menuju jalan hidup lainnya.

“ Aku ingin menikah, dan mempunyai mimpi yang berbeda setelah menjadi atlet. Aku juga ingin memiliki usaha sendiri “ ia menjawab dengan lirih ketika kutanya mau apa kelak setelah pensiun menjadi atlet.

Bola mata Lindswell tiba tiba berkejab membayangkan momen itu. . Ah siapa lelaki yang telah memikatmu sang mahadewi ? Apakah dia juga seperti Yo Ko, yang menciptakan ‘ Tapak kerinduan yang memuncak ‘ karena sekian lama berpisah dengan Siauw Long Lie ? Perempuan berparas elok ini hanya bisa diam tersipu dan memalingkan wajahnya, bersembunyi dibalik hembusan angin.

Perlahan Lindswell melangkahkan kakinya meninggalkan hutan pinus ini. Kali ini tak ada yang mampu mencegah meraihnya mimpinya. Menjadi sang juara sekaligus hidup bersama dengan orang yang dicintai seumur hidupnya. Desiran angin di hutan pinus berhembus terlalu pelan kali ini.

You Might Also Like

1 Comment

Leave a Reply

*