4 August 2009
Kode Etik
Posted by iman under: BLOGGERS .
Hari belum begitu malam. Namun kantor sudah sepi, dan hanya saya sendiri masih mengerjakan beberapa catatan untuk syuting iklan produk telepon seluler besok. Ketika semua selesai, iseng iseng saya membongkar archive tulisan beberapa tahun lalu. Semuanya tergambar jelas dan tiba tiba saya merindukan masa masa itu. Masih menulis di blog gratisan, dan menjadi nobody. Tanpa harus mengenal dan dikenal. Hanya tulisan saya yang dikenal. Tidak penting siapa saya.
Terasa atmosphere yang meluap luap dari cara penyampaian kebebasan dalam remah remah tulisan saya waktu itu. Mungkin karena saya merasa tak memikirkan konsekuensi dari tulisan. Siapa yang akan membaca blog saya ?
Saya tidak harus memikirkan tetek bengek, dan tak perlu tahu apa itu kode etik. Hanya menulis dan kadang bisa pahit bagi siapa yang tersentil. Sebuah potret kehidupan yang nyata. Bukan gossip.
Living in my viewfinder. Begitu motto saya.
Itu dulu. Kini tiba tiba saya merasa blog menjadi belenggu dengan sebuah norma yang dinamakan etika atau bahkan kode etik. Saya katakan belenggu dalam tanda kutip, karena begitu saya akan menuangkan topik, sudah harus memikirkan konsekuensi apa yang mungkin timbul dari tulisan ini. Sukur sukur bukan tuntutan hukum.
Walau saya tidak bodoh untuk menulis membabi buta tentang issue SARA dan fitnah namun selalu ada batasan. Lebih baik jangan menulis itu. Jangan memakai kata kata ini. Hindari bahasa provokatif. Awas pemakaian simbol bahasa menuduh dan macam macam rambu.
Mendadak sontak ide di kepala buyar karena dipenuhi dengan ketakutan ketakutan yang belum pasti. Ternyata, menulis di blog yang dulu saya anggap sebagai bentuk tulisan curhat dan jurnal harian tidak sebebas yang saya kira.
Beberapa waktu terakhir banyak ini, banyak pertanyaan dan desakan dari beberapa pihak termasuk praktisi blogger sendiri, tentang pentingnya blogger memiliki kode etik secara resmi. Ada yang berpendapat Pesta Blogger seharusnya menjadi ajang pendeklarasian kode etik blogger. Ada yang setuju dan banyak pula yang tidak setuju.
Paling simpel adalah dengan mencontoh kode etik yang biasa dipakai dalam jurnalisme media pada umumnya di dunia pers. Pertanyaannya apakah blogger mau dimasukan sebagai bagian pers ? Padahal secara substansi blogger berbeda dengan jurnalis pers.
Saya katakan bahwa dalam blog tidak pernah ada sebuah kode etik yang benar benar berlaku universal dan dipatuhi oleh semua blogger., sebagaimana kode etik dalam lembaga profesi. Yang ada, hanya dianggap sebagai rujukan sebagaimana prinsip beretika dan menulis dalam ranah internet. Termasuk rujukan etika jurnalisme blog.
Ini menjadi pelik karena sifat blogger yang sangat cair, demografi yang beraneka ragam.. Ada yang masih duduk di bangku SMP. Ada yang menjadi pengusaha. Ada yang menjadi dosen, mahasiswa sampai ibu rumah tangga. Bahkan banyak blogger yang anonim dan menutup diri. Kita harus tetap menghargai pilihan blogger anonim itu.
Lalu siapa yang bisa memaksa atau menerapkan aturan kode etik kepada blogger ? Siapa juga yang akan menyusun kode etik ini. Dewan Blogger ? Hampir mustahil.
Tentu saja saya sepakat bahwa menulispun ada tanggung jawab moral. Bahasa orde barunya, bebas dan bertanggung jawab. Namun sampai sejauh mana bertanggung jawab itu ? apakah fakta – kejujuran yang pahit – itu tidak bisa disikapi dengan hak jawab atau bantahan.
Daripada disekapi emosi atau memilih penerapan delik hukum yang arogan.
Menyedihkan, bahwa ternyata efek ketakutan jerat hukum yang ‘ berlebihan ‘ sudah membuat para calon calon blogger mengkeret. Dalam blogshop – bloging workshop – di Malang beberapa waktu lalu. Sebagian besar peserta menyatakan kekuatirannya tentang jerat hukum. Disamping ketakutan mengenai penerapan hak cipta dalam internet.
Jika para calon calon blogger belum apa apa sudah dipenuhi rasa takut, bagaimana mereka akan menulis dengan bebas.
Secara psikologis ini sangat mengganggu.
Malam semakin larut. Sebelum saya beranjak pulang , saya menulis postingan baru. Sebuah di blog puisi dan cerita pendek saya. Tentu saja anonim. Tak ada yang tahu.