KITORANG INGIN MERDEKA ?

Ketika Bung Karno pertama kali berpidato di papua, setelah penyerahan dari Belanda ke UNTEA tahun 1962. Ia mencoba mengambil hati penduduk asli papua dengan membawa ajudannya, Kolonel Bambang Wijanarko yang beragama Katolik. Sambil menunjuk kepada sang ajudan yang berdiri tegak disisinya, Bung Karno mengatakan bahwa Indonesia tidak melulu beragama Islam, bahkan ada yang beragama Kristen dan menjadi perwira TNI.

Selanjutnya, sejarah Papua adalah potret buram kekerasan Pemerintah pusat terhadap penduduknya. Pemerintahan orde baru selanjutnya tidak berusaha mengambil hati penduduk asli papua. Sebagian besar penduduk mengganggap Pepera ( Penentuan Pendapat Rakyat ) tahun 1969 hanya merupakan manipulasi pihak Indonesia. Amerika Serikat tentu saja menutup mata – karena sudah mencium aroma milyaran dollar dari perut pegunungan Jayawijaya – begitu UU Penanaman Modal Asing dikeluarkan tahun 1967.

Pemerintah pusat mulai mendatangkan transmigrasi dari Jawa, pedagang pedagang dari buton, tukang becak dari Indramayu sampai gadis prostitusi, sesuai dengan tuntutan kemajuan jaman. Waktu itu orang orang papua dipaksa untuk menanam padi bersaing dengan para transmigran, padahal sudah sejak jaman nenek moyang mereka memakan sagu. Akibatnya, karena tidak memiliki pemahaman bercocok tanam ala orang jawa, mereka selalu gagal panen.

Masyarakat semakin bodoh, karena pendatang menguasai perekonomian, dan birokrasi, sehingga penduduk asli bertambah terpinggirkan. Kini Papua adalah salah satu daerah yang terinfeksi HIV tertinggi di Indonesia. Namun ketika semuanya terlambat, pemerintah pusat mulai berbaik hati dengan memberikan porsi putra daerah. Bahkan paket otonomi serta pembagian keuntungan dari penambangan dan hasil bumi yang semakin membesar ternyata tidak memuaskan mereka.

Bagi mereka kekerasan aparat yang telah membunuh orang papua sebesar seratus ribu orang – data Amnesty Internasional – sejak tahun 1969, kemudian kecemburuan sosial terhadap pendatang, membawa impian impian sebuah negara merdeka yang berkuasa atas pengelolaan kekayaan alamnya. Jika sekarang diadakan referendum di Papua, hampir dipastikan mayoritas akan memilih berdiri sendiri. Mereka selalu menggugat terhadap sejarah resmi bahwa rakyat papua memilih masuk Indonesia.


Konon, mantan Presiden Soeharto pernah marah ketika Obahorok, salah satu kepala suku terkemuka dari lembah Baliem mengawini seorang peneliti bule asal Amerika. Semua orang tahu bahwa wanita itu hanya ingin mendapatkan bahan disertasinya mengenai budaya suku suku pedalaman di Papua. Kemudian Obahorok dihadapkan kepada Presiden Soeharto di Bina Graha. Berdua sambil menikmati cerutu kuba, Presiden Soeharto mengajari pentingnya perlindungan asset budaya, padahal sesungguhnya, penguasa orde baru sangat kuatir jika ‘ borok = borok ‘ pendudukan Indonesia di Papua akan terbongkar.

Memang benar, setelah setahun mendapatkan data data yang dibutuhkan, wanita itu pergi meninggalkan kepala suku. Menarik bahwa, ditulis salah satu kebiasaan lokal yang disebut ‘ bungkus ‘. Sejenis ramuan lokal dari daun daunan yang membungkus alat kelamin pria selama beberapa hari sebelum akhirnya menjelma menjadi ‘monster ‘ yang besar. Permanen, tanpa pantangan makan pisang mas seperti brosur brosur Mak Erot di Jawa Barat. Penasaran, saya ingin melihat ‘ hasil karya ‘ seseorang crew kami asli papua. Astagafirullah, saya seperti melihat seorang kucing yang sedang tidur di bawah perutnya. Jangan jangan Obahorok sendiri bilang kepada Presiden Soeharto, bahwa justru wanita Amerika itu yang menjadi bahan penelitian atas ramuan tradisional papua !

Memahami mereka, dan memberikan hak hak secara egaliter adalah kunci yang sebenar nya kita lupa. Bahkan kita selalu mengganggap mereka sebagai budaya jaman batu yang terbelakang, dengan jumlah suku sebesar 230 buah, sekaligus etnis dan bahasa yang berbeda. Kebetulan saja kita memperoleh kesempatan maju lebih dulu. Perbedaan pola pikir ini membuat mereka sendiri tidak mengganggap bagian dari bangsa Indonesia, tetapi sebagai sub bangsa Melanesia yang berbeda. Apa yang mereka lihat di TV sehari hari adalah wajah wajah melayu, oriental, indo yang jauh dari wajah keseharian mereka.

Padahal mungkin tidak ada salahnya mencoba model rambut keriting seperti mereka untuk iklan shampoo. Ketika kami berpisah di bandara Domine Eduard Osok, Sorong sambil menunggu pesawat Merpati yang akan membawa ke tanah jawa. Tadeus, guide putra daerah asal kepulauan Raja Ampat berbisik,.” Bapa tidak menyesal, tidak mencoba ‘ bungkus ‘ ? .
Jadi merdeka memang tidak semudah itu, lebih mudah berjualan resep ‘ bungkus ‘ !
Apakah ada blogger asal Papua yang bisa memberikan pencerahan ini kepada saya ?

You Might Also Like

52 Comments

  • nadus karedy
    June 22, 2015 at 11:44 pm

    saya memiliki ketakutan tersendiri dari perjuangan mereka ini untuk merdeka, karena bagi saya tidak ada suatu perjuangan manapun yg gagal selama perjuangan itu terus menggelora jiwa mereka sampai anak cucu.
    karena tekana itu bukan membuat naluri manusia itu mengalah namun akan melahirkan pemberontakan.

  • merchant cash advance
    April 1, 2020 at 11:24 pm

    It’s fantastic that you are getting ideas from this article as well
    as from our dialogue made at this place.

1 2

Leave a Reply

*