Kerokan

Selesai ngedit hari ini sampai jam 6 pagi, tiba tiba kepala saya kleyengan. Badan demam dan yang parah setiba di rumah, diare yang berkepanjangan. Ini tidak biasa biasanya – karena sebagai Master suhu – badan ini semestinya bandel. Dalam hati saya ngunandika. Pasti masuk angin. Tidak ada penjelasan yang konprehensif. Pokoknya kalau badan nggak enak, panas dan gringgingan, pasti masuk angin. Kalau bicara masalah belief, hanya satu cara penyembuhan. Kerokan.
Saya memang terbiasa dikerok sejak kecil. Masuk angin, perut kembung, batuk, flu sampai badan capai. Orang Indonesia, khususnya Jawa pasti terbiasa dengan metode penyembuhan ini.
Problemnya ini membutuhkan jasa orang lain untuk mengerok, dan sampai saya kembali siang ini ke tempat editing. Belum ada bisa mengerok saya. Sebenarnya ini kesempatan bagus bagi yang ingin membuka usaha khusus kerokan, sementara banyak tempat tempat yang menawarkan refleksi, pijat, totok wajah sampai akupuntur.

Produser saya bilang, “ kenapa nggak ke dokter sih ? “
Ini masalahnya. Saya sudah demikian get used to percaya dengan metode kerokan.
Sempat juga melirik ke beberapa massage centre and spa yang banyak ditemui di kawasan ruko tempat saya melakukan paska produksi. Hanya saya ragu. Apakah benar benar kerokan atau menjadi biang kerok disana. Sementara diare tetap moncor saja. Hanya satu pilihan ke dokter sebelum tubuh ini dehidrasi kekurangan cairan.
Sang dokter mengatakan saya terkena infeksi usus karena makanan. Ini mungkin karena saya makan secara sembarangan.

Tiba tiba saya teringat sajak dalam buku pelajaran Bahasaku sewaktu duduk di bangku sekolah dasar dulu.
Terbit liurku Melihat kolak
dijaja orang di pinggir jalan,
Untung teringat nasehat emak
Disana aku dilarang jajan.

Tetapi rasa rasanya belum afdol kalau belum dikerok. Saya tetap insisted kalau ini masuk angin. Ya harus dikerok !