28 March 2008
Internet & Copyright ( 2 )
Posted by iman under: HUKUM & ETIKA .
Sebenarnya saya malas juga meneruskan postingan mengenai kasus penjiplakan baru baru ini. Bukan karena apatis. Bukan bukan itu. Toh, saya sudah menandatangani surat kuasa kepada kantor Pengacara Pamungkas & Partner untuk bertindak dan mengurus atas nama saya. Dalam waktu dekat Surat Somasi akan dilayangkan. Ini adalah langkah awal dari sebuah perjalanan legal action.
Ternyata banyak sahabat sahabat, pembaca di luar sana yang menunggu dengan antusias kasus ini, dan ingin mendapat penjelasan langkah langkah apa yang saya ambil. Secara detail. Secara terperinci.
Saya juga tak bisa mengabaikan mereka mereka yang sangat peduli. Bahkan sampai sampai bisa melacak situs friendster milik tersangka penulis buku itu. Bagi yang memiliki account friendster silahkan meng-add teman baru ini.
Ada pertanyaan menarik bagaimana kelak nanti saya membuktikan bahwa tulisan itu memang benar benar milik saya ? Apalagi ada yang mengatakan bahwa data published sebagaimana yang saya paparkan sebelumnya itu ternyata bisa dipalsukan.
Denny Monoarfa, seorang praktisi mengemukan dalil dalam menghadapi pembajakan hak cipta, yakni dalil KLAIM.
Sebagai contoh ada sebuah publikasi tulisan oleh A pada tahun 2000, lalu lima tahun kemudian muncul tulisan lain yang menjiplak karya tersebut oleh B.
Ketika A menggugat dengan menunjukkan bukti bahwa ia telah mempublikasikan karya itu sejak tahun 2000, B menyanggah dengan mendalilkan bahwa ia menulis jauh sebelum tahun 2000 – katakanlah di tahun 1995 – tetapi tidak mempublikasikannya sampai tahun 2005. Dalam alur logika yang runut, kita bisa mendudukkan persoalan berdasarkan klaim yang terjadi.
Bila A bukan pencipta asli, maka antara rentang tahun 1995-2000 ia harus mencontek karya si B. Ketika A mempublikasikan tahun 2000, dan kemudian muncul versi B tahun 2005, dan A mengklaim dengan menunjukkan bukti publikasi tahun 2000 maka yang menjadi pertanyaan :
Bila A memang mencontek, mengapa si A berani mengklaim pemunculan versi B tahun 2005 itu? Darimana ia tahu bahwa B tidak pernah mempublikasikan karya itu sebelumnya? Ingat sebelum mengklaim ia tentunya tidak tahu pernyataan B, bahwa B tidak mempublikasikannya sebelum tahun 2005.
Bila ia memang mencontek tahun 1995, tentu ia seharusnya berpikir bahwa “ada kemungkinan si B telah mempublikasikan karya sebelum publikasi yang dilakukan A pada tahun 2000 “. Keberanian mengklaim akan menunjukkan bahwa A tahu persis tidak ada publikasi di internet sebelum tahun 2000 (sebelum ia sendiri mempublikasikannya).
Bagaimana mungkin A bisa tahu persis tidak ada publikasi suatu materi di internet? Searching via mesin pencari pun tidak pernah bisa memberikan data yang valid, karena ada kemungkinan situs atau milis yang tidak dapat ditembus oleh mesin pencari.
Secara logis, kita bisa merunut Mengapa A bisa yakin demikian? Hanya ada satu jawaban, tentu karena memang ia yang menciptakan karya itu dan mempublikasikannya sesegera mungkin setelah karya itu selesai.
Di sini keberanian untuk mengklaim akan menjadi satu paparan logis yang penting ketika masalah seperti ini dibawa dalam perdebatan perkara. Memang bisa terjadi kemudian B membuat suatu publikasi palsu dengan memalsukan tanggal publikasinya – katakanlah tahun 1999.
Namun hal ini tentu telah bertentangan dengan pernyataannya sendiri bahwa ia tidak pernah mempublikasikan sebelumnya Dengan demikian, dalam pembuktian memang akan selalu debatable. Namun yang menjadi penting bagi kita, bukanlah mempermasalahkan debatablenya, melainkan bagaimana langkah-langkah untuk memenangkan debate tersebut.
Untuk selanjutnya masalah pembuktian nanti akan menjadi pemikiran team pengacara yang akan mendampingi saya. Dinginnya ruang rapat kantor pengacara ini di sebuah gedung pencangkar langit di jalan Jend Sudirman akan saksi sebuah langkah yang berani. Ketika seorang menanyakan apa tujuan semua ini. Apakah sepadan dengan cost atau tenaga yang dikeluarkan. Saya kembalikan lagi, seberapa pentingkah itu ? Ini masalah harga diri dan integritas. Sangat jelas. Sangat prinsipil.
Mungkin terlalu naïve kalau saya mengatakan menjadi martir dalam sebuah kasus yang baru pertama kali terjadi dalam catatan hukum Indonesia. Ketika seorang memperkarakan hak ciptanya dalam dunia internet. Saya yakin Hermawan Pamungkas dan para Charlie Angelsnya – lawyer lawyer muda yang cantik cantik itu – juga meraba meraba karena belum pernah ada yurisprudensi kasus seperti ini sebelumnya.
Kita tidak usah mempersoalkan menang atau kalah. Bagaimanapun juga hak hak Blogger harus disuarakan. Setidaknya ini akan menjadi catatan sejarah blogger. Ada sebuah hak yang paling hakiki yang harus kita pahami. Hak Cipta !
Siapapun engkau di luar Mr. Cuncun a.k.a Mr.Wang Xai Jun. Im coming to you !