dari Henry ke Goenawan Mohamad

Diatas pesawat yang membawa Thiery Henry kembali ke London dari Paris setelah kekalahan Arsenal melawan Barcelona dalam final Champions League 2006. Bomber elegan ini mengeluh kepada David Dein, Vice Chairman Arsenal, bahwa kesabarannya hampir habis.
Betapa tidak. Banyak trophy dan digelar diraih bersama klubnya, dan hanya satu yang tak pernah. Juara Eropa. Baginya ini menyakitkan, dan pencapaian sebagai pemain professional belum komplit tanpa memegang piala Champion.

Sekali lagi David Dein – yang jago negoisasi – bisa membujuk untuk tetap bertahan di London Utara. Hanya satu King katanya. Jika di Barcelona, kamu akan menjadi bagian dari punggawa punggawa, karena sudah banyak raja raja yang lain. Ya. Henry biasa dijuluki King Henry bagi pendukung gunners.

Tapi tahun berikutnya Henry memutuskan hijrah ke Barcelona. Tak tahan bermain politik pura pura menjadi loyalis. Kini ia rela menjadi punggawa di klub barunya, dipinggirkan menjadi penyerang sayap. Bukan striker murni seperti biasanya.
Malam itu ia merasa menjadi pemain bola yang komplit. Bisa menjadi bagian dari klub yang menjadi juara Eropa. Tak sabar ia hendak mengirim sms ke rekannya Patrick Viera, yang juga kabur dari Arsenal untuk mencari kesempatan juara di tempat lain.

Disini kita memahami sebuah keberpihakan. Henry harus berpihak meninggalkan stempel Gunners yang melekatnya bertahun tahun. Ini menarik, karena dalam bincang diskusi dengan cawapres Budiono, di Langsat beberapa hari lalu. Alih alih mendengarkan jawabannya yang sesungguhnya tidak begitu menarik. Saya malah berdiskusi dengan sahabat saya, blogger dari Jogja. Diskusi tentang pilihan Goenawan Mohamad merapat menjadi pendukung kubu Budiono.

Intinya apakah seorang seniman lebih baik menunjukan aspirasi politik dan afiliasinya daripada diam menjadi kelompok bebas aktif yang cair ke mana mana.
Kita sepakat jika seniman berpolitik adalah sah dan logis. Seniman bisa menunjukan sisi politiknya seperti Garin Nugroho yang menjadi team suksesi Sultan HB X. Yang paling penting adalah kelegawaan menerima perbedaan aspirasi politik. Persinggungan seniman dengan dunia politik bisa jadi mengasyikan karena menghasilkan magnet baru dari kutub kutub yang sebelumnya berbeda.

Dulu, jauh sebelum hiruk pikuk perang seniman kiri, tengah, kanan. Tahun 1952, sejak kembali dari luar negeri, Soejatmoko selalu menggelar diskusi budaya dan politik di rumah Om No ( Arnold Mononutu ) di Jalan Teuku Umar, Jakarta. Banyak tokoh politik seperti Adam Malik dan seniman seperti Sitor Situmorang, Joebaar Ayoeb yang kerap datang.

Dalam ceramahnya di seminar Sastra Universitas Indonesia tanggal 26 January 1963, Pramudya mengatakan “ politik adalah panglima sebab tanpa politik kebudayaan dan sastra tidak dapat menentukan haluan yang besar “ .
Sebuah jaman dimana seniman yang tidak menunjukan afiliasi politiknya pada gagasan Nasakom akan digayang habis habisan. Seperti para kelompok Manifesto Kebudayaan – dengan ikrar seni untuk seni – dimana Goenawan Mohamad juga menjadi salah satu penandatangan.

Ketidakberpihakan tidak bisa diterima jaman itu. Maka seniman harus berpihak. Entah itu Lekra, Lesbumi ( onderbouw NU ), HSBI, LKN.
Namun ada saja yang mempertanyakan, apa untungnya seniman berpolitik. Saya mungkin menangkap sinyal ketidaknyamanan teman saya dari Jogja itu, melihat GM yang menjadi tokoh inspirasinya harus terang terangan menunjukan afiliasi politiknya.

Dalam sebuah surat dari tahanan Hotel Salak, dari sastrawan Iwan Simatupang kepada Sularto, tertanggal 28 Juli 1965. Iwan, mengecam seniman yang mencampuradukan politik dan karya seni. Ia mengatakan bau pesing dan apak.
“ coba Larto, tunjukan kepadaku lukisan yang bertema Nefos itu dan yang sedang melakukan ofensif revolusioner. Ora ono. Yang ada hanyalah lukisan jelek atau lukisan baik. Oleh sebab itulah pula, bagi kita Sitor Situmorang misalnya tidak bisa memperoleh penilaian kecuali dia penyair yang baik atau bukan. Sajak sajaknya tentang Lumumba, tentang Cuba Catro, Ho chi Minh, tentang Kongo hanya bisa diukur sebagai baik atau tidak baik. Bagiku sudah jelas : Jelek. Punt.
Sebesar simpatiku pada aspirasi nefos, dan bangsa bangsa yang sedang bertarung dengan setan setan dunia yang dikepalai Amerika. Tapi sebuah sajak yang jelek bagiku tetap jelek. Seribu kali sajak itu berjudul dan bertemakan nefos, antiimperialisme dan entah apa lagi. “

Malam itu Goenawan Mohamad duduk dipojok melihat diskusi politik Budiono dengan para blogger. Mungkin dia membayangkan sesuatu. Mungkin dia melihat api semangat yang berkobar kobar para anak muda yang mencecar sang calon wapres. Mungkin juga ia teringat Iwan Simatupang. Ketika ia kerap mengirim wesel uang buat sang sastrawan itu.

Namun Goenawan juga Henry, harus menunjukan keberpihakannya. Itu bukan dosa. Itu adalah integritas panggilan nurani. Masalah salah atau benar pilihannya, itu soal lain.
Yang Jelas henry membuktikan pilihannya tidak salah.

You Might Also Like

38 Comments

  • epat
    May 28, 2009 at 7:30 pm

    panggilan nurani kepuasannya akan selalu melebihi apa yang sudah pernah diraih.
    halah,….

  • dee
    May 28, 2009 at 8:32 pm

    “Yang Jelas henry membuktikan pilihannya tidak salah.”

    demikianlah saya menyukai setiap tulisanmu, antara kemenangan barca dan mengulas sisi lain diskusi boediono di w3 tempo hari..

  • bang FIKO
    May 28, 2009 at 8:33 pm

    Keberpihakan kita juga kadang membuat kita kehilangan teman, Mas.. Haruskah seperti itu jadinya?

  • edy
    May 28, 2009 at 9:00 pm

    trus kalo blogger mesti berpihak ke mana, mas? 😀

  • Oca V
    May 28, 2009 at 11:35 pm

    Mas, maaf sekali lagi maaf kok tulisannya calo cawapres sih? Salah nulis atau sengaja..

  • kombor
    May 29, 2009 at 12:17 am

    Menurut saya, memilih atau berpihak itu manusiawi sekali.

  • meong
    May 29, 2009 at 2:50 am

    apa yg menjadi dasar keberpihakan, itu keknya lebih penting deh. bukan kepada siapa itu berpihak.

    btw, siapa blogger jogja itu? kok ga ditulis namanya… 😀

  • Iman
    May 29, 2009 at 4:46 am

    thank Oca,..terbetulkan

  • Fenty
    May 29, 2009 at 6:37 am

    kalau mas iman berpihak pada sapa ?? *pertanyaan ngarang karena masih ngantuk dan gak mudeng dengan tulisannya* hehehehehe

  • adi
    May 29, 2009 at 7:09 am

    tp pada akhirnya manikebu kan berpihak juga to? kl diskusi kyk gini memang nggak akan ada ujungnya 😀

  • edratna
    May 29, 2009 at 7:34 am

    Saya beruntung sempat mengobrol dengan GM setelah acara diskusi selesai….
    Saya sendiri, tak pernah ikutan politik sejak dulu…pusiiiing…

  • dony
    May 29, 2009 at 7:41 am

    ah memang pilihan henry akhirnya mendapat hasilnya
    sama dengan pilihan berba untuk sekedar mendapat titel juara liga domestik 🙂

    dan mungkin juga kemudian hari GM mendapatkan pilihannya benar yah mas

    btw Barca tahun ini memang sadis mas !

  • hedi
    May 29, 2009 at 9:05 am

    dan kemenangan barca makin menegaskan keunggulan catalan dibanding mainland espana sementara ini…treble winner jelas menampar wajah raja spanyol heuheuheu

  • Chic
    May 29, 2009 at 9:47 am

    “Yang Jelas henry membuktikan pilihannya tidak salah”

    dengan kata lain Mas? :mrgreen:

  • zam
    May 29, 2009 at 2:36 pm

    saya juga menemukan hal yg lebih menarik di acara Boediono Menjawab itu, mas.. nyomoti kue-kue manis yang ada di meja itu! hahaha

  • gagahput3ra
    May 29, 2009 at 6:28 pm

    Keberpihakan gak masalah, yang masalah itu kemunafikan, kalau keberpihakan jadi seperti pendulum yang bolak-balik-bolak-balik…..hidup jadi cuma untuk menang, capek deh 🙁

  • nisa
    May 29, 2009 at 10:26 pm

    lagi… ngobrolin apa sih kanG…. ^cawapres^ makanan apa-an sih…..

    *ngacirrrr….. +_+

  • leksa
    May 30, 2009 at 3:35 am

    Ada yang menarik dari perkembangan angin GM ini. Perang antara kubu2 sastra kembali memanas di forum2, diskusi sastra (paling tidak sudah terlihat di ranah online).

    Seperti Saya juga,… masih terus menunggu apa lagi sautan Saut Situmorang untuk angin segar ini 😀

  • Aris Heru Utomo
    May 30, 2009 at 8:21 am

    Kalau Henry telah menetapkan hati pindah ke Barca, sebagai pendudkung apakah mas Iman juga berniat memindahkan dukungan ke Barca ?

  • Aris Heru Utomo
    May 30, 2009 at 8:29 am

    Kalau Henry telah menetapkan hati pindah ke Barca, sebagai pendukung Arsenal apakah mas Iman juga berniat memindahkan dukungan ke Barca ?

  • Eko Bangun Setiawan
    May 30, 2009 at 12:52 pm

    bagus man

  • Eko Bangun Setiawan
    May 30, 2009 at 12:53 pm

    ambalat kembali panas

  • escoret
    May 30, 2009 at 1:12 pm

    hmm..aku dukung arsenal bukan krn hendry…tp krn sang profesoornya yg punya ide cemerlang….

    lama juga ga buka blog ini..hihihi

  • reallylife
    May 30, 2009 at 10:44 pm

    apapun pilihannya, ada resiko yang ditanggung, baik buruknya pilihan itu tergantung pada diri kita masing2

  • Wongbagoes
    May 31, 2009 at 2:42 am

    Jadi Boedino atao Henry??? :mrgreen:

  • birojasa
    May 31, 2009 at 7:20 am

    wow rangkaian henry dan GM yang menawan mas..

  • kw
    May 31, 2009 at 7:56 am

    sepakat, harus berpihak. baik seniman atau bukan… 🙂

  • Iman
    May 31, 2009 at 6:20 pm

    zam,..
    kamu nyomoti kue sambil mencuri curi pandang ke Neolita atau Lolita atau siapa tuh..di dekatmu ! he he

  • antown
    May 31, 2009 at 7:31 pm

    semoga blogger indonesia tetap diberikan kebebasan. semoga mas iman bisa membawa kita semua pada hari yang ditunggu2 itu. loh? hehe

  • antown
    May 31, 2009 at 7:31 pm

    semoga blogger indonesia tetap diberikan kebebasan. semoga mas iman bisa membawa kita semua pada hari yang ditunggu2 itu. loh? hehe…

  • aRuL
    June 1, 2009 at 1:13 am

    Dan dalam menulispun kita tentunya memihak 🙂

  • roi
    June 1, 2009 at 7:17 am

    semoga pilihan GM juga tidak salah

  • wahyu hidayat
    June 1, 2009 at 10:10 am

    mas iman dateng ya ?? koq aq ga liat sih ?? hehehe

  • DV
    June 2, 2009 at 10:51 am

    Emang ada ketidakberpihakan, Mas?
    Ketoke ra ono 🙂

  • Arief
    June 3, 2009 at 6:54 am

    Mas, makasih pencerahannya. Alhamdulillah saya telah lama menerima fakta The Death of Author. Begitu seorang pengarang menuliskan karyanya, maka karya itu menjadi entitas sendiri, kita tak perlu dibebani tentang sang pengarang, plihan politiknya, di pihak manakah ia. Begitulah hidup, pilihan tak selalu mudah. Eh Mas, kapan Capres laen nongkrong lg di W3? Salam 🙂

  • didut
    June 4, 2009 at 9:42 am

    dan kenapa ferguson memilih 4-3-3?!? *keluh*

  • anderson
    June 11, 2009 at 11:13 am

    Sastrawan atau siapapun kan tetap merupakan warga negara yang punya hak berpolitik mas.. Masalah menunjukkan keberpihakan itu secara terbuka atau tetap menyimpan rapat-rapat didalam hati itu juga sebuah pilihan. Hanya karna sastrawan, apalagi sekelas GM udah punya ‘pengikut’, mungkin pengaruhnya jadi signifikan buat yang diberpihaki (oalah..bahasa apa ini)

  • Healthblog
    April 12, 2010 at 7:47 pm

    I was very pleased to find this site.I wanted to thank you for this great read!! I definitely enjoying every little bit of it and I have you bookmarked to check out new stuff you post.

Leave a Reply

*