Browsing Category

Militer

Memaknai Film G 30 S PKI

Embie C Noer, yang menjadi penata musik dalam film Pengkhianatan G 30 S PKI, masih ingat kata kata kakaknya Arifin C Noer yang menjadi sutradara film ini. “ Ini film horror mbi “.

Bagi Embie itu cukup untuk mengembangkan tafsir musik dan bunyi bunyian. Embie memilih meramu suling bamboo, tape double cassette, keyboard dengan semangat pseudo- modern sebagai representative politik Indonesia saat itu.

Sementara Amoroso Katamsi yang mempelajari karakter Soeharto selama 3 bulan, mendapat kesempatan untuk bertatap muka langsung sambil mengikuti kegiatan Soeharto. Kadang Amoroso memakai baju tentara, karena saat itu ia masih berstatus Letkol Angkatan Laut. Soeharto memang tidak banyak bicara. Setelah sutradara menyerahkan scenario padanya, ternyata tidak ada perintah spesifik untuk revisi. Soeharto juga cenderung tidak perduli dengan hal hal detail. Jajang C Noer yang saat itu juga membantu riset kostum, dimarahi Soeharto karena bertanya terlalu detail untuk urusan pakaian.

Soeharto hanya mengatakan kurang setuju dengan Eddy Sud yang awalnya diplot untuk memerankan Bung Karno. Akhirnya peran itu jatuh ke Umar Kayam. Menurut pengakuan Amoroso, dalam “ Pak Harto – The Untold Story “. Mereka bertemu setelah film itu selesai. Lagi lagi Soeharto tidak banyak bicara. Ia tidak memuji, juga tidak menggurui. Ia hanya mengatakan “ Film itu bagus “.

Adalah Syu’bah Asa, budayawan dan wartawan majalah Tempo yang dipilih Arifin untuk memerankan Aidit. Menurut pengakuannya sebagaimana dikutip seri buku TEMPO, ia ingin memberikan perwatakan yang lebih utuh. Apalagi ia sudah mendapat bimbingan melalui diskusi yang intens dengan Amarzan Ismail Hamid, penyair yang mengenal Aidit secara pribadi. “ Tapi Arifin bilang tak perlu karena dia hanya butuh beberapa ekspresi saja “.

Maka seperti yang kita lihat dalam film berdurasi 271 menit itu, wajah Aidit muncul dengan fragmen mata melotot marah atau gaya merokok yang terus menerus seperti gelisah. Syu’bah merasa tidak sukses memerankan Aidit. Sang mentor, Amarzan hanya mengatakan buruk terhadap peran yang dimainkan Syu’bah.

Belakangan Amarzan mengakui sempat terlibat dalam proses produksi atas ajakan Arifin dan Danarto, penata artistik film. Ia memberikan masukan tentang suasana rapat rapat PKI dan situasi yang terjadi pada saat itu. Namun ia mengundurkan diri setelah sarannya tidak banyak didengar. Akhirnya kita melihat adegan adegan rapat tersaji seperti guru yang mengajar di kelas yang sempit dengan asap rokok yang memenuhi ruangan. Kesan perencanaan gerakan yang besar seolah kehilangan konteks, karena diisi orang orang gelisah yang merokok tiada henti. Belakangan Danarto mundur sebagai penata artisitik. “ Setelah berbulan bulan melakukan riset, saya akhirnya mundur sebagai art director karena soal honor “ Danarto menjelaskan.

Continue Reading

Rebels in Paradise

Jurnalis asal Inggris, James Mossman tahun 1961 menulis buku kisah peperangan PRRI di Sumatera berjudul ‘ Rebels In Paradise ( Indonesia’s Civil War ). Pekerjaan resminya memang sebagai jurnalis dan reporter TV untuk BBC. Namun ada yang mengatakan James Mossman adalah agen rahasia dari Mi6. Entah bagaimana, ia bisa berkelana keliling Sumatera sepanjang pergolakan PRRI. Buku ini jadi salah satu sumber referensi penting yang melukiskan suasana sewaktu PRRI hendak dan telah diproklamasikan di Padang bulan Februari 1958. Kisah selanjutnya ketika pasukan dari Jawa dikirim yang dipimpin Kolonel Ahmad Yani mulai menyerbu Padang.

James Mossman banyak mewawancara tokoh tokoh PRRI yang awalnya menganggap enteng situasi dan secara keliru menganalisa sikap dari Pemerintah pusat. Kolonel Simbolon yang ditanya ‘ Bagaimana anda yakin, Sukarno tidak akan menyerang ? ‘. Maka Menteri Luar negeri PRRI itu menjawab ‘ Dia tidak akan berani ‘ ( He hasn’t got the guts ).
Kolonel Dahlan Djambek mengatakan di Bukit Tinggi, “ Sukarno will never dare invade us here “. Padahal waktu itu Pekanbaru telah jatuh ke pasukan Pemerintah pusat.

Tapi Simbolon atau Dahlan Djambek lupa, bahwa ini bukan keputusan Sukarno seorang. Ada Nasution yang mendesak untuk mengambil tindakan tegas terhadap pemberontak. Sehingga betapa kagetnya tokoh tokoh PRRI ketika Sukarno menyetujui permintaan Angkatan Bersenjata untuk menyerbu Padang. Praktis tidak ada perlawanan ketika pasukan payung diterjunkan di atas lapangan terbang, Tabing. Padahal mereka sudah menyiapkan barikade lubang lubang yang dipenuhi bambu runcing.

Continue Reading

Impian Nuklir Sukarno

Sukarno membentuk Lembaga Tenaga Atom berdasarkan usulan Dr Siwabessy, agar Pemerintah memberi perhatian kepada pengembangan nuklir. Dokter ahli radiologi ini kemudian dipercaya menjadi ketua, serta membuat cetak biru nuklir nasional serta mengirim mahasiswa Indonesia belajar nuklir di luar negeri.
Ketika Lembaga Tenaga Atom Indonesia ( sekarang BATAN ) didirikan Desember 1958, Bung Karno mengindikasikan bahwa teknologi nuklir harus dikuasai oleh bangsa Indonesia. Bagaimana caranya ?

Yakni dengan memanfaatkan persaingan perang dingin antara Amerika dan Uni Sovyet. Kepada Kennedy, Sukarno berhasil membujuk Amerika menyediakan reaktor kecil berkuatan 250 kilowatt untuk tujuan riset, yang kemudian dibangun tahun 1961 di Institut Teknologi Bandung. Di bawah persetujuan bilateral rencana kerja 5 tahun, Amerika menyumbang dana US $ 451.900,- sebagai bantuan finansial guna pengembangan reactor untuk tujuan damai.

Sukarno sudah menyinggung tentang bom atom ketika diperkenalkan kepada Charles Wilson Menteri Pertahanan Amerika.
Ia membetulkan ikatan dasi sang Menteri pertahanan yang kelihatan miring. Selesai merapikan dasi, Bung Karno melanjutkan ucapannya, “Tuan boleh punya bom atom, tapi kami punya seni yang tinggi.”

Namun Indonesia harus membuat perjanjian dengan mengizinkan reaktor nuklirnya diinspeksi IAEA. Hal tersebut bertujuan untuk mengendalikan Indonesia yang dikhawatirkan tak mengembalikan uranium suplai dari AS dan menggunakannya untuk membuat bom.

Pinternya Bung Karno. Dia gosok negeri beruang merah. Tak mau kalah dengan Amerika, maka Uni Sovyet juga menawarkan pembangunan 2 reaktor untuk tujuan riset. Reaktor pertama selesai dibangun pada November 1962, dengan perjanjian untuk memperoleh reaktor lain berkekuatan 2000 kilowatt yang ditandatangani tahun 1964.

Continue Reading

Kesaktian Pancasila. Masih relevan ?

Apa yang terjadi seandainya, Mayjend Pranoto menolak perintah MayJend Soeharto, dan tetap menghadap Bung Karno di Halim pada tanggal 1 Oktober 1965, lalu Bung Karno memerintahkan menonaktifkan Panglima Kostrad yang mbalelo itu. Tapi sejarah tidak mengenal kata ‘ seandainya ‘. Bung Karno sudah kehilangan momentum dan kelak berujung dengan runtuhnya kekuasaannya. Kenangan akan momentum itu, yang membuat penguasa orde baru menjadikan 1 Oktober sebagai ‘ Hari Kesaktian Pancasila ‘. Sebuah legitimasi ketika Pancasila menjadi pemenang melawan komunis.

Selanjutnya penguasa negeri – tidak hanya Soeharto tapi pengganti seterusnya – selalu memperingati tanggal 1 Oktober di Monumen Lubang Buaya. Sebuah diorama sejarah dihadirkan lengkap dengan sumur yang menjadi kenangan bagaimana kejamnya para kaum komunis.
Sejak itu Pancasila dipakai sebagai propaganda dan justifikasi “kebenaran” rezim penguasa. Bagi rezim Orde Pancasila diposisikan sebagai alat penekan. Atas nama Pancasila, demokrasi bisa dipasung. Atas nama Pancasila, aparat boleh membunuh warga. Tidak heran, dalam sebuah film horror era 80an, ada adegan Kuntilanak berceramah tentang Pancasila didepan warga desa yang anehnya tidak ketakutan melihatnya.

Betapa seriusnya mempertahankan kesaktian Pancasila, bisa dilihat dari serangkaian pembelaan terhadap penumpasan pemberontakan komunis. Untuk menandingi “ Cornell Paper “ yang terungkap melalui Washington Post edisi 5 Maret 1966. Maka Nugroho Notosusanto dan seorang jaksa dalam Mahmilub, Letkol Ismail Saleh dikirim ke Amerika untuk melakukan penulisan. Dengan dibantu Guy Pauker dari Rand Corporation yang dianggap dengan CIA, maka keduanya berhasil membuat buku ‘ The coup attempt of September 30 Movement in Indonesia ‘ yang dibagikan kemana mana. Prestasi ini membuat keduanya mendapat tempat dalam pemerintahan Soeharto.

Continue Reading

Kisah Supersemar yang tercecer

“ Harto, saya sudah diakui sebagai pemimpin dunia. Konsep Nasakom sudah saya jual kepada bangsa bangsa di dunia, Sekarang saya harus membubarkan PKI. Dimana muka saya harus ditaruh ? “

Bung Karno tentu bersikeras menolak untuk membubarkan PKI. Pertama ia juga tidak yakin PKI yang merencanakan kudeta ini. Ia lebih mempercayai bahwa hanya oknum oknum PKI yang keblinger bersama anasir kekuatan luar yang merancang semuanya. Soeharto sendiri sudah bosan dan hampir menyerah untuk membujuk Bung Karno membubarkan PKI. Posisinya sulit, karena disatu pihak, dia menghormati Presiden tapi disisi lain, para mahasiswa, demonstran, bahkan jenderal jenderal seperti HR Dharsono, Kemal Idris atau Komandan RPKAD Kolonel Sarwo Edhie juga mendesak untuk mengambil tindakan keras kepada Bung Karno.

Asisten Soeharto, Jend Alamsyah mempunyai usul untuk memakai orang non ABRI, orang sipil yang dikenal dekat dengan Bung Karno juga. Jadilah Alamsyah mengutus Hasyim Ning dan Dasaad untuk membujuk Bung Karno. Usaha ini juga gagal, bahkan Hasyim Ning harus terkena asbak yang dilempar Bung Karno
“ Kamu orangnya Soeharto “ Begitu Bung Karno berteriak.

Jenderal Amir Mahmud, Pangdam Jaya waktu mengakui bahwa semuanya serba khaos, bahkan bisa dibilang tidak ada disiplin militer. Karena ada tarik menarik kekuatan diantara ABRI sendiri. Mana yang pro Bung Karno dan mana yang mendukung Pak Harto. Waktu Bung Karno membetuk kabinet baru. Banyak nama nama jenderal yang sebenarnya tidak dalam ‘ persetujuan ‘ ABRI.
Jenderal Nasution misalnyanya juga memerintahkan untuk tidak mengijinkan Jend Moersid dan Jend Sarbini masuk ke Departemen Hankam untuk serah terima jabatan.

Pada pagi tanggal 11 Maret 1966, Jend Sabur sudah menelpon Pangdam Jaya, Amir Mahmud menanyakan jaminan keamaan pada sidang kabinet hari itu. Tentu saja Amir Mahmud menjamin keamanan, padahal dia juga tidak tahu bakal ada pasukan liar dari Jenderal Kemal Idris. Bahkan Pangdam Jaya juga ada di beranda Istana menemani Bung Karno bersama Waperdam Leimena, Subandrio dan Chaerul Saleh sebelum bersama sama ikut masuk ke dalam sidang.

Saat Bung Karno sedang membacakan pidato. Tiba tiba Jenderal Sabur mengirimi nota ke Amir Mahmud yang memintanya keluar sebentar. Nota itu didiamkan oleh Amir Mahmud, karena ia tidak mungkin main slonong boy keluar dari rapat yang dipimpin Presiden. Rupanya Brigjen Sabur tidak sabar dan tak mau ambil resiko, lalu dia menyampaikan sendiri nota ke Bung Karno.

Dalam catatan Amir Mahmud.
“ Saya lihat tangan Bung Karno gemetar membaca notanya, lalu berbicara dengan Subandrio. Setelah itu sidang diserahkan kepada Pak Leimena. Bung Karno dan tergopoh gopoh meninggalkan istana, diikuti Subandrio dan Chaerul Saleh “.

Continue Reading

Serangan Oemoem 1 Maret

Dalam ‘ Laporan dari Banaran ‘, sebuah catatan perang kemerdekaan yang ditulis Jenderal TB Simatupang, mantan Kepala staf angkatan Perang, menyebutkan radio menjadi sangat langka dalam masa itu. Pemancar radio di pulau Jawa hanya ada di Wonosari yang kemudian dipindahkan dekat Banaran, disamping yang ada di sekitar Gunung Lawu dan Madiun. Pemancar itu yang kemudian merelay segala berita perjuangan kemerdekaan, atau menangkap berita berita radio luar negeri.

Kisah Radio ini menjadi penting, karena selama sejarah ditulis orde baru, selalu dikisahkan bagaimana Letkol Soeharto, seorang komandan Brigade di sekitar Jogja yang kerap mendengarkan berita sidang PBB tentang perkembangan invasi Belanda ke Indonesia. Hasil dari kebiasaan mendengarkan radio itu, menghasilkan ide pemikiran untuk melakukan serangan mendadak ke Jogjakarta, sebagai isyarat bahwa Republik Indonesia masih eksis.
Sekian lama penokohan ini masuk dalam buku buku pelajaran, termasuk melalui akting Kaharudinsyah sebagai pahlawan pembebas alias overste Soeharto dalam film ‘ Janur Kuning ‘.

Sementara Sri Sultan HB IX mengatakan bagaimana mungkin seorang komandan brigade di pedalaman bisa mendengarkan radio – yang menjadi barang langka, terutama siaran radio berbahasa asing tentang sidang PBB. Cerita ini dikisahkan dalam biografi Oei Tjoa Tat, seorang Menteri negara jaman Sukarno yang ikut ditahan rezim orde baru.

Sri Sultan HB IX tidak secara khusus menyatakan dia yang merancang sebuah Serangan Umum. Namun setelah agresi militer Belanda II, Sultan telah melakukan komunikasi perundingan dengan utusan utusan Panglima Besar Soedirman yang hadir ‘ melebur ‘ menjadi bagian abdi dalam Keraton.

Dalam buku ‘ Laporan dari Banaran ‘ itu, tidak ditemukan nama Soeharto. Justru TB Simatupang menyebut dirinya membicarakan dengan Bambang Sugeng tentang Serangan 1 Maret itu. Diantaranya, termasuk skenario menugaskan Sumali dan Dipokusumo untuk menyiarkan berita SO – Serangan Oemoem, melalui pemancar radio dekat Banaran ke Sumatera dan New Delhi. Lebih jauh Jenderal Sim mencatat, sebuah berita yang sensasional mengenai serangan umum atas Jogjakarta pasti akan mempunyai efek yang sangat baik di dunia Internasional.

Continue Reading

PRRI – Pemberontakan separuh hati

Kesaksian wartawan Keyes Beech dalam bukunya “ Not without the americans “ yang menggambarkan pengiriman senjata ke Padang tahun 1957. Sebuah kapal barang Amerika diatur untuk mengangkut alat alat berat dan bahan pembangunan yang akan di turunkan di Padang. Kapal itu juga membawa sejumlah persenjataan yang dalam manifest ditujukan untuk kebutuhan militer Thailand. Ketika kapal merapat di pelabuhan, Kolonel Ahmad Husein – komandan militer Sumatera tengah – dilapori atas penemuan senjata senjata di kapal ini. Ia lalu memerintahkan agar senjata senjata tadi dibongkar dan ‘ diamankan ‘. Seminggu kemudian si penulis bertemu agen CIA di Bangkok. Sang Agen mengamini, bahwa cara cara seperti yang dilakukan untuk memasok senjata untuk pemberontak PRRI di Sumatera.

John Foster Dulles, Menteri luar negeri Amerika saat itu sudah sangat cemas melihat PKI bertambah kuat di Indonesia. Instruksinya kepada Duta besar Allison pada permulaan tahun 1957 lebih jelas lagi :

“ Jangan biarkan Sukarno sampai terikat dengan komunis. Jangan biarkan dia menggunakan kekerasan melawan Belanda. Jangan dorong ekstremis-nya. Dan diatas segala galanya, lakukan apa saja yang dapat anda lakukan agar Sumatera ( pulau penghasil minyak ) tidak sampai jatuh ke tangan komunis “

Dalam hal ini, Hatta sengat kecewa dengan pembentukan Pemerintahan tandingan. Terlebih dengan tokoh tokoh yang membelot seperti Sumitro Djojohadikusumo, Burhanudin Harahap, Sjafrudin Prawiranegara, Simbolon, Kawilarang sehingga dianggap membuat daerah ‘ semakin berani ‘ mengancam pusat.

Ditengah ketegangan, Sukarno melakukan perjalanan ke luar negeri selama 6 minggu pada January 1958. Ketika Kolonel Sumual masih mencari senjata di Maniila. Sebuah ultimatum kepada Presiden Sukarno dikeluarkan oleh Kolonel Simbolon dan Ahmad Hussein di Padang, Sumatera Barat tgl 10 Februari 1958. Ultimatum itu diberi nama “ Piagam Perjuangan untuk menyelamatkan Negara “ menuntut Kabinet Djuanda mengundurkan diri, Sukarno kembali ke kedudukan sebagai Presiden ‘ konstitusional ‘. Kemudian Hatta dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX membentuk ‘ zaken kabinet ‘ yang terdiri dari orang jujur, terhormat serta tidak memasukan golongan komunis.

Perdana Menteri Juanda tak mungkin memenuhi tuntutan pemberontak. Saat Sukarno masih di luar negeri. Justru Nasution mengambil keputusan memecat Ahmad Hussein, Lubis, Simbolon dan Djambek dari tentara. Nasution juga memerintahkan penangkapan mereka dengan tuduhan “ melakukan percobaan pembunuhan kepada Presiden, berencana mengubah negara dan pemerintah dengan kekerasan “.
Dengan habisnya batas waktu ultimatum, maka diumumkan tanggal 15 Februari 1958 di Padang, terbentuknya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia ( PRRI ).

Continue Reading

Sejarah Konfrontasi

Wilayah Malaysia yang meliputi semenanjung Malaya, Singapura dan Kalimantan Utara menimbulkan pro kontra di berbagai kalangan. Rakyat Malaya yang beretnis Melayu takut dengan kehadiran etnis Cina, terutama dari Singapura. Pemerintah Inggris memberikan solusi dengan cara menggabungkan wilayah Kalimantan Utara dengan Malaysia. Dengan cara ini, maka etnis Melayu sebagai penghuni asli akan bertambah banyak dari etnis Cina yang mendominasi perekonomian Malaya.

Tunku Abdul Rahman pada tanggal 27 Mei 1961 di depan The Foreign Corespondent’s association of South East di Singapura mengemukakan rencana penggabungan wilayah bekas jajahan Inggris, yakni Malaya, Singapura, Kalimantan Utara, Brunei dan Sarawak.
Gagasan Tunku mendirikan Federasi mendapat dukungan dari Lee Kuan Yew, pemimpin Singapura yang berjanji wilayahnya akan bergabung dengan Malaysia. Pembentukan Malaysia tentu saja mendapat sokongan dari Pemerintah Inggris yang memiliki kepentingan ekonomi di semua wilayah tersebut.

Namun ternyata gagasan tersebut tidak diterima dengan mulus oleh sebagian warga masyarakat. Kalimantan Utara. Pemimpin etnis Cina, Ong Kee Hui, Pemimpin Dayak Tumenggung Jugah Anak Barieng dan pemimpin Partai Rakyat Brunei, AM Azahari menolak bergabung ke Malaysia. Mereka mendirikan UNKO ( United Nationaal Kadazan Organization ). Barisan ini menyerukan penolakan penggabungan Kalimantan Utara di Kinibalu, 9 Juli 1961

Bahkan Sultan Brunei sendiri, Omar Ali Saifuddin ragu ragu bergabung, setelah Tunku mengatakan akan menarik minimal 50 % dari hasil tambang minyak yang diperoleh di Kesultanan Brunei.
Selain itu, sebagian rakyat Brunei, melalui Partai Rakyat pimpinan Azahari yang baru memenangkan pemilu, juga menuntut bentuk negara diubah menjadi Republik. Ketegangan memuncak, ketika Azahari sedang berada di Philipina, para pendukungnya – Tentara Nasional Kalimantan Utara ( TNKU ) , sebuah sayap militer dari Partai Rakyat dibawah pimpinan Yassin Effendi justru melakukan perebutan kekuasaan.

Continue Reading

Balibo

Kita dari kecil terbiasa menonton film film Hollywood tentang perang Vietnam. Apa yang dilihat selain gerilyawan bertopi caping komunis yang militan dan kejam, serta kolonel kolonel anak buah Paman Ho Chi Minh yang suka menyetrum Chuck Norris atau Silvester Stalone. Sebuah pencitraan tentang ancaman komunis dengan mudahnya dihidangkan melalui film film action perang.
Padahal bangsa Vietnam – seperti Indonesia – yang merebut kemerdekaannya dengan perjuangan senjata, sejak penjajahan Perancis sampai campur tangan Amerika. Komunisnya Vietnam sama dengan komunisnya Yugoslavia jaman Josep Broz Tito. Komunis yang nasionalistik dan tidak ekspansif.
Bagi mereka perang ini, tidak ada urusannya dengan komunisme. Ini adalah perjuangan mempersatukan negerinya, juga mempertahankan negerinya dari agresor barat.

Film Balibo 5, tiba tiba membuka kenangan lama tentang aneksasi Indonesia terhadap bekas koloni Portugis di Pulau Timor. Apakah sebegitu kejamnya Indonesia, khususnya militer yang dengan dinginnya membantai penduduk sipil. Mengeksekusi pria termasuk wanita dengan disaksikan anak anak yang menangis dari balik pagar kawat.
Dalam film selalu ada interpretasi dari sutradara, tentang penokohan dan dramatisasi . Apalagi jika bicara tentang film fiksi dan Balibo bukan film dokumenter walau mengambil setting sejarah.

Mungkin hanya Oliver Stone yang cukup detail dalam urusan data dan riset sebuah film sejarah. Seperti ‘ JFK ‘ dan lebih kebelakang lagi, dalam film ‘ Salvador ‘ ( 1986 ) yang menceritakan seorang jurnalis Amerika yang meliput perang di El Savador, dan ia terjebak dalam hubungan dengan gerilyawan sayap kiri dan penguasa militer. Stone, mencoba mengangkat pembunuhan terhadap Jean Donovan seorang pekerja sosial dan 3 orang biarawati asal Amerika yang dilakukan oleh death squad rezim militer.
Film ini terasa perih melihat betapa rapuhnya manusia dalam kesewenang wenangan. Puncaknya, ketika Uskup Agung Oscar Romero dibunuh. Sutradara tetap detail menggambarkannya, termasuk memasukan kata kata pidato terakhir uskup kepada rakyat sebelum ditembak oleh regu pembunuh rezim militer.

Continue Reading

Pak cik Noordin

Penyerbuan rumah di desa Beji, Temanggung adalah salah satu drama media yang paling dramatis sekaligus konyol. Betapa tidak, kolaborasi antara aparat dan jaringan TV membuat sebuah bentuk tayangan baru. Terortainment. Rating TV melonjak karena orang memelototi terus selama hampir seharian.

Penyergapan teroris bukan lagi bersifat rahasia dan dadakan. Ada pameran senjata, puluhan polisi show off mengepung, menembaki – tembok – sambil mempertontonkan gaya perang polisi SWAT LAPD melawan gembong narkoba. Seperti film film Holywood yang biasa kita tonton. Padahal yang diburu hanya seorang.
Masyarakat yang berkerumun bersorak sorai, reporter TV menyiarkan seperti gaya reporter pertandingan sepak bola. Ada intonasi naik turun, berteriak, apalagi ketika bom bom diledakkan oleh polisi.

Hampir seperti penyerbuan Dr Azhari di Malang, hanya menyisakan puing puing rumah yang porak poranda. Sasaran pun mati, dan kemungkinan besar bukan gembong Noordin M Top.
Lalu apa yang dicari, dengan publikasi seperti itu ?

Continue Reading

Operasi Alpha

Awal tahun 1980an. Sebuah keramaian baru saja selesai di sebuah rumah kecil perwira di Kompleks Angkatan Udara. Penerbang itu bersama istrinya baru saja membersihkan sisa sisa makanan dan piring piring kotor. Para tamu, tetangga dan keluarga lainnya baru saja pulang setelah menghadiri acara syukuran sekaligus perpisahan karena ia akan ditugasi negara belajar ke Amerika. Sungguh gembira, karena ia menjadi salah satu dari 10 penerbang pilihan yang akan berangkat ke Arizona, Amerika untuk belajar mengawaki pesawat tempur A – 4 Skyhawk . Demikian penuturan seorang mantan penerbang yang pernah menjadi komandan pangkalan Madiun.

“ Jangan lupa kirim postcardnya Mas “ pinta istrinya di airport Halim Perdanakusumah sambil merajuk karena akan ditinggal pergi sang suami selama hampir 6 bulan.

Continue Reading