Browsing Category

ISLAM

Titian Rambut di Belah Tujuh

hotel-sarah.jpgDulu sewaktu kecil kita sering mendengar da’i di musholla bercerita tentang pembalasan api neraka kelak. Saat kita diuji dengan berjalan melalui jembatan shiraathal mustaqimm yang konon tipisnya bagai sehelai rambut di belah tujuh. Jadi anda anda yang keberatan dosa bisa dijamin mak gedabruk nyemplung ke api neraka. Nyoss, Menggelinjang, hangus dan terbakar. Bayangan jembatan ke surga itu tiba tiba saja mrucut terlintas ketika minggu kemarin mendaki menuju air terjun Cibeureum, lereng Gunung Pangrango – Jawa Barat. Dengan rombongan yang lumayan besar, dalam arti jumlah armada ojeg yang terlibat. Director of photography alias kameramen, tukang rias, penata kostum atau wardrobe stylish, produser, pemain, crew, sampai klien naik ojeg dulu melintasi kebun teh Pondok Halimun, Sukabumi – kami paksa naik gunung sampai perhentian terakhir. Itupun masih harus berjalan satu jam menembus hutan basah yang becek karena habis hujan semalam.

Continue Reading

HITUNG HITUNGAN DENGAN TUHAN

“ Orang orang Barat sudah pergi ke bulan, tapi kita masih bertengkar mengenai mengintip bulan “ – KH Hasyim Muzadi

Bulan puasa hampir selesai tetapi masih saja orang ribut ribut bertengkar tentang kesepakatan 1 syawal 1428 Hijriah. Sementara di pojok negeri para pembela syariat , sibuk melakukan razia orang orang berpuasa dan penggerebakan warung dan restaurant yang buka di siang hari. Puasa juga membuat seolah kita memiliki privilege untuk dihormati dan lebih penting lagi menentukan ‘hitam putihnya’ sebuah konsep kehidupan dalam masyarakat yang pluralistik. Karena puasa ribuan orang pegawai pijat bersih, spa dan refleksi ,harus kehilangan uang tambahan berlebaran karena tempat kerjanya kena imbas harus tutup. Karena puasa juga orang orang kecil pemilik warung makan dan jamu hanya bisa menangis melihat usahanya diobrak abrik laskar .

Bisakah bulan puasa berjalan tanpa mengganggu hajat hidup orang banyak ? Padahal kalau keimanan saya berpuasa terganggu, itu karena diri saya sendiri yang gemblung, bukan karena orang orang yang asyik mengunyah makanan di pinggir jalan. Akhirnya dengan puasa kita menjadi polisi fiqih yang bertindak atas nama Tuhan, padahal mungkin Tuhan sendiri tidak pernah repot repot memikirkan ini. Karena Allah bukanlah tipe oppressed yang perlu dibela.

Continue Reading

FILM & ISLAM

Hari ini saya malas berbicara tentang film atau bahkan underwater fotography yang menjadi passion saya. Mungkin saja nuansa bulan Ramadhan membuat saya secara tiba tiba ingin membahas mengenai Islam. Ya, agama yang saya junjung tinggi tetapi juga menyisakan banyak pertanyaan mengenai hakekat Islam itu sendiri, terutama dalam segi peradaban manusia modern.
Dalam buku ‘ Pergolakan Pemikiran Islam ‘ – Catatan Harian Ahmad Wahib’, seorang pemikir Islam yang mati muda karena kecelakaan pada tahun 1973. Ia menulis,
“ Apakah nilai nilai budaya modern itu mendapat support dari ajaran Islam ? atau bahkan merupakan nilai nilai Islam itu sendiri ? tetapi apakah budaya yang dianggap modern itu sudah siap ? Kemanakah kira kira kemungkinan perubahannya ? Pemahamanku sampai kini tentang pada ajaran Islam menunjukan bahwa budaya budaya modern tidak senafas dengan Islam. Karena Islam itu tidak mensupport apalagi dikatakan merupakan nilai nilai Islam itu sendiri. Kelihatannya dalam ajaran Islam ada unsure penyerahan, unsure puas terhadap Kurnia Allah, unsure nrimo, qisnaah, waro yang karena itu tidak sesuai dengan nilai nilai budaya modern. Tapi mudah mudahan kesimpulan saya salah, karena saya belum terjun pada fondamen yang lebih mendasar dari ajaran ajaran Islam…”
Memang pada masanya, Ahmad Wahib bersama pemikir islam modern lainnya seperti Nurcholis Madjid dianggap kelewatan cara berpikirnya, bahkan ada yang mengganggapnya murtad dan bidah. Beruntung FPI belum lahir pada zaman itu sehingga kantor penerbit LPES tidak diobrak abrik oleh massanya yang beringas.
Walaupun demikian catatan harian yang ditulis hampir 36 tahun yang lalu, masih saja relevan untuk di bicarakan sampai hari ini. Apalagi hiruk pikuk pro kontra RUU Pornografi / Pornoaksi belum saja usai. Mungkin saja Ahmad Wahib tak akan pernah menduga bahwa, musik Islam yang dahulu identik dengan irama gambus padang pasir, sekarang bisa saja metamorfosa dalam bentuk aliran rock ala grup musik GIGI atau pop kreatif dengan orchestra seperti OPICK.

Saya selalu bertanya tanya bagaimana Islam bisa menerima budaya pop art, fashion, trend serta pergaulan modern ( bukan pergaulan bebas ) orang orang film. Wah ternyata mau tidak mau saya harus balik ke film lagi !. Saya juga berpikir apakah saya nanti benar benar bisa dituntut ke pengadilan, karena membuat iklan minuman energi Kuku Bima, dengan Miss Energy yang memakai kostum ketat dan sexy. Atau bagaimana saya merefleksikan sebuah kehidupan anak muda saat ini dalam film layar lebar saya ( someday ), tanpa harus memperlihatkan tank top, celana jeans yang robek di pantat, atau gaun backless. Disini saya tidak bicara berciuman apalagi adegan sex. Mungkin hanya pegangan tangan yang lazim dilakukan anak muda jaman sekarang.

Jika mengutip salah satu tulisan Gunawan Mohammad, …” Ada lagi ketentuan: “Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa”.
Jika ini diterima, saya pastikan kesenian Indonesia akan macet. Para pelukis akan waswas, sastra Indonesia akan kehilangan puisi macam Chairil, Rendra, dan Sutardji serta novel macam Belenggu atau Saman. Koreografi Gusmiati Suid atau Maruti akan terbungkam, dan film kita, yang pernah melahirkan karya Teguh Karya, Arifin C. Noer, Garin Nugroho, sampai dengan Riri Riza dan Rudi Sujarwo akan menciut ketakutan. Juga dunia periklanan, dunia busana, dan media.
Walhasil, silakan memilih: Indonesia yang kita kenal, republik dengan keragaman tak terduga-duga, atau sebuah negeri baru, hasil “RUU Porno”, yang mirip gurun pasir: kering dan monoton, kering dari kreativitas. “

Akhirnya semua pertanyaan yang menggelisahkan saya, tak akan begitu saja mendapat jawaban. Jika selama ini dikatakan sumber Islam adalah Qur’an, Sunnah dan Akal ( ijtihad ), mungkinkah akal manusia bisa mendeskripsikan budaya modern sehingga bisa beriringan dengan prinsip prinsip Islam ? Tentu saja pensiun dari dunia film bukan merupakan jawaban yang memuaskan. Tentu saja tidak.