Browsing Category

AGAMA

Haruskah aku memusuhi mereka ?

Haruskah Aku Memusuhi Mereka yang bukan Islam dan Sampai Hatikah Tuhan Memasukan Mereka ke Dalam Api Neraka ? – September 1969

Ini adalah penggalan dari catatan harian yang menggetarkan dari seorang pluralis, Ahmad Wahib yang seandainya masih hidup mungkin akan berhadapan dengan golongan garis keras. Saya mengutipnya, karena Catatan harian saat itu , berisi pergulatan pemikirannya tentang pluralisme dan saat ini .masih relevan, ketika persoalan keragaman masih menjadi issue bangsa ini.

Kali ini issue LGBT ( lesbian, gay, bisexual, and transgender ) sudah beberapa lama memenihi time line saya karena postingan bertubi tubi seorang sahabat. Tiba tiba saja saya teringat pengalaman Bung Karno. Dalam penjara di Sukamiskin, Bung Karno pernah mengalami ‘ ditaksir ‘ seorang lelaki Indo Belanda yang juga menjadi tahanan di sana.
Tentu saja Bung Karno merasa ketakutan. Bagaimana tidak, sebagai seorang pencinta wanita yang ulung, kini harus berhadapan dengan lelaki yang tulen dalam penampakan. Tentu saja Bung Karno menolak rayuan tadi. Selain dia lelaki normal, Bung Karno tentu paham, saat itu menjadi homoseksual bisa dihukum pidana oleh pemerintahan kolonial. Pelukis Jerman, Walter Spies pernah dipenjara di Bali tahun 1938, karena tuduhan homoseksual ini.

Memang tidak sesimpel itu, kita menaruh stigma dosa di kening mereka. Membawa dogma agama juga tidak akan menyelesaikan masalah. Tentu kita sepakat. Tidak hanya Islam. Dalam Kristenpun, menolak hubungan sejenis. Sebegitu murkanya Tuhan, melihat umatnya melakukan praktek ini, sehingga sebelum menghancurkan Sodom dan Gomorah. Ia bersabda. “ Tunjukan kepadaku lima orang saja yang baik, sehingga aku tak akan menghancurkan kedua kota ini “.

Ini menjadi pelik ketika sekelompok orang – atas nama Tuhan – menunjukan kebenciannya untuk menggerus mereka yang memiliki orientasi berbeda. Agama menjadi polisi, dengan pecut neraka di tangan kanannya dan api di tangan kirinya.. Tentu saja saya tidak akan mendebat dalam ranah agama. Karena siapa yang akan menyangkal kebenaran Islam.
Saya sepakat dengan orang orang yang menghujat LGBT bahwa Islam adalah jawaban semuanya. Jika itu sudah menjawab atas segala pertanyaan alam semesta. Mengapa kita harus memaksakan kebenaran Islam dengan aroma kebencian versi kita.

Tapi Mas, saya tidak benci dengan LGBT. Saya punya teman teman baik daei mereka juga. Saya hanya benci dengan kegiatan komunitasnya. Saya benci karena ini dilarang agama. Saya benci mereka yang menyebar brosur. Saya juga benci ke mereka yang meminta perkawinan sejenis dilegalkan disini. Begitu seorang ‘ sahabat ‘ yang berusaha menjelaskan duduk perkaranya kepada saya.
Apakah ini menjelaskan semuanya ketika dalam kampanye ini kamu justru menggandeng akun akun atau kelompok yang berpotensi menyebar kebencian selama ini ? Paradoks pada akhirnya.

Continue Reading

Konspirasi, cobaan & musibah

30 Oktober 1962. Jaksa menuntut Menteri Agama KH Muhammad Wahib Wahab dengan 10 tahun penjara dan denda 15 juta rupiah. Tuduhannya adalah terdakwa terbukti melakukan transaksi gelap Rp 2,9 juta yang ditukar dollar dengan kurs gelap.
Menurut Rosihan Anwar dalam bukunya ‘ Sukarno, Tentara, PKI “. Wahib Wahab di Singapura memiliki: 3 buah mobil sedan Prince, 1 sedan Pontiac, 1 sedan Mercedez Benz, sebuah skuter dan sebuah rumah yang dia sewa kalau bepergian ke Singapura. Ia juga memberikan 1 buah sedan Mazda sebagai hadiah kepada Melly Kho, seorang perempuan oriental. Entah apa hubungannya dengan perempuan itu.

Dalam pembelaannya. KH Wahib Wahab menuduh penangkapannya sebagai konspirasi partai Komunis dan petualang politik yang didukung secara diam diam oleh Presiden Sukarno. Agak aneh ia membawa nama Sukarno, karena kelak Wahib Wahab hanya merasakan sebulan di jeruji penjara. Ia bebas karena grasi yang diberikan oleh Presiden Sukarno.
Ini adalah cobaan yang harus dihadapi karena aktivitasnya sebagai representasi politikus dadri partai agama ( baca : Islam ) yang menolak komunis di Indonesia.

10 tahun sebelum kasus itu, ada Menteri Agama lain , KH Masykur yang ditahan atas perintah KSAD, Kol Nasution sebagai Penguasa Perang Pusat ( Peperpu ). Tuduhannya penyalahgunaan dana nonbudgeter Kas Masjid, yaitu pengumpulan hasil retribusi biaya nikah, talak dan rujuk oleh para pegawai pencatat nikah ( Departemen Agama ) dan penyaluran tekstil kain kafan yang merupakan bagian dari rampasan perang dari Jepang ke Indonesia. Beberapa politisi Islam mengatakan, sebagai konspirasi Angkatan Darat terhadap politisi DPR, sebagai balasan dendam dari peristiwa 17 Oktober 1952.

Kamus Bahasa Indonesia menerangkan makna kata cobaan sebagai sesuatu yg dipakai untuk menguji (ketabahan, iman, dsb): sabarlah apabila menerima ~ dari Tuhan.
Jelas menurut Kamus Bahasa Indonesia, cobaan diberi makna teologis. Kata cobaan bisa disandingkan dengan musibah. Ahli tafsir Muhammad Husin Tabataba’i, dalam tafsirnya al-Mizan fi Tafsir Al-Qur’an menyebut Musibah adalah kejadian apa saja yang menimpa manusia yang tidak dikehendaki.

Continue Reading

Bang Haji


Lebih dari dua puluh tahun yang lalu. Rhoma pernah meratap kepada gurunya, seorang Kiai. Hatinya cemas, bahwa ketika ia sedang menyanyi dia mendadak lupa dengan segala sesuatu. Juga dengan Allahnya.
“ Kenapa hal itu bisa terjadi Kiai ? Aku takut berdosa karena tak lagi zikir kepadaNya “.
Sang guru tersenyum. “

Itulah taqwa. Ketahuilah tanganmu yang memetik gitar itu berzikir. Juga spontanitas lagu dari mulutmu. Suara yang terdengar itu kehendakNya. Sang Kiai meneruskan. “ Kaum sufi akan berkata, Allah lah yang bermain gitar “. Rhoma menjadi tenang dan mendapat kekuatan baru yang mantap. Bang Haji demikian panggilan mesranya telah menghipnotis massa yang berdesak desakan berjoget menonton konsernya. Barangkali mereka tidak melihat sekadar superstar, tapi juga ratu adil, pahlawan dan panutan mereka.

Sejak tahun 1977, Bang Haji berani mengambil sikap berkampanye untuk partai Islam, ketika semua artis memilh berkampanye untuk partai penguasa Golkar. Ia sadar resiko dicekal penampilannya dari TVRI. Satu satunya televisi yang ada saat itu.
Kali ini Bang Haji berkampanye untuk kandidat Gubernur inkamben penguasa dengan stempel Islam.
Satu satunya yang membedakan, bahwa dalam kampanyenya dulu ia tidak menyerang Pemerintah apalagi issue Kristen dan golongan lain. Beberapa tahun kemudian ia juga tidak alergi berkampanye untuk Golkar dan duduk mewakili di MPR. Alasannya Golkar sudah islami sekarang.

Continue Reading

Bakar bukunya !

“ Whenever they burn books, they will also, in the end, burn human beings “
(Heinrich Heine).

Tidak ada yang lebih menyesakan ketika melihat pembakaran buku buku “ 5 Kota paling berpengaruh di dunia “ yang dilakukan oleh PT Gramedia Pustaka Utama, sebagai bagian dari Kelompok Keluarga Kompas Gramedia. Entah apa yang dibenak para pimpinan perusahaan, wartawan atau penulis penulis yang bernaung dalam perusahaan penerbitan terbesar di negeri ini, ketika melihat buku buku di giring ke halaman dan dibakar.
Walau judicial review bisa dilakukan. Tapi dengan mudahnya saya menebak, bahwa perusahaan ini – yang kerap direpresentasikan sebagai simbol bisnis kelompok Katolik – memang mencari jalan aman, untuk tunduk dari tekanan entah itu ormas agama atau lembaga swadaya urusan agama Islam bentukan Pemerintah.

Saya tak berani membayangkan reaksi Pak Dani ( 47 th ) yang mengelola ‘ Bank Kampung Ilmu “ di Surabaya, kalau mendengar aksi ini. Bank yang mengkhususkan simpan pinjam untuk 84 orang anggota, pemilik kios toko buku di kawasan Kampung Ilmu. Bagaimana mereka dengan uang pinjaman, memburu buku buku, baik buku bekas atau baru, termasuk majalah bekas. Komoditi buku tersebut dijual dengan harga yang sangat murah sehingga merupakan surga ilmu pengetahuan bagi masyarakat Surabaya.
Mata mereka berbinar binar jika datang pasokan buku buku yang dibawa tukang becak atau pedagang eceran. Mereka akan berbisik merintih ketika melihat jauh di ibu kota sana, ribuan buku dibakar.

Sebagai pemilik buku buku tersebut, tentu saja PT Gramedia Pustaka Utama berhak menarik dari peredaran. Apapun alasannya. Tapi membakar di depan khalayak ramai menjadi sebuah tontonan barbar ? Tidak cukupkah dengan menariknya dari peredaran.
Kalau sudah begini, saya membayangkan Gramedia, memilih publikasi murahan atas sikapnya untuk tunduk kepada tekanan.

Continue Reading

Soegija

Namaku Soegijapranata. Pada 1 Agustus 1940 aku ditunjuk sebagai uskup pribumi pertama yang memimpin 40.882 umat Katolik Jawa, termasuk 16.181 orang Belanda.. Aku mengenang, masa masa sulit pendudukan Jepang. Banyak pastor pastor Belanda dimasukan kamp tahanan atau ditembak mati seperti Uskup Agung Maluku, Mgr. Aerts.
Situasi bertambah buruk ketika negeri ini di proklamasikan kemerdekaannya. Umat Katolik selalu dicurigai sebagai golongan pengkhianat, karena agama kami bukan Islam. Kami dianggap bukan orang Indonesia, walau kami juga pribumi berkulit sawo matang. Sebagaimana saudara saudara kami sebangsa lainnya. kami juga membenci penjajahan. Aku harus mengatakan bahwa umat Kalolik Indonesia sebagai orang orang nasionalis. Pro Republik. Berulang kali kutegaskan, jadilah 100 persen Katolik dan sekaligus 100 persen Indonesia.

Setelah aksi polisional pertama Belanda tahun 1947. Aku berbicara di Radio Solo. Konon pernyataanku menggemparkan kalangan Katolik di negeri Belanda, yang melalui Khatolieke Volkspartij ( KVP ) baru saja memenangkan pemilihan umum di sana.
Aku berpidato “ mestinya umat Katolik berterima kasih buat Republik Indonesia yang diproklamasikan secara sepihak itu, bahwa semestinya mereka tidak menolak Republik, tetapi memberikan bantuan dan dukungan kepadanya. Kami berjanji akan bekerja sama dengan semua lapisan masyarakat untuk mewujudkan kemerdekaan teguh dan kemakmuran negara “.

Kudengar pemimpin kami, Bung Karno tertegun setelah mendengar pernyataanku yang mewakili sikap umat Katolik.
Aku berusaha keras menembus blokade Belanda dan akhirnya bisa menulis di majalah Commonwealth bulan Desember 1948 di Amerika. Dalam artikel itu aku menegaskan blokade bagi bangsa Indonesia berarti ‘ blockade pikiran ‘. Kukatakan, Gagasan gagasan kaum komunis menjadi menarik karena blokade Belanda di daerah Republik,, tidak ada pakaian, tidak ada makanan, pun tidak ada imbangan ideology. Tak ada mail. Books, magazines, ideas. Aku berseru kepada dunia luar agar menemukan jalan guna mengirimkan bahan bacaan kedalam daerah Republik, agar Indonesia tidak saja bebas dari komunisme tapi juga dari imperialisme.

Continue Reading

Lagi : Islam Sontoloyo

Sontoloyo, kuwi ateges wong kang nduwèni panggawéyan angon bèbèk. Mulanè ana tetembungan ‘Sontoloyo, angon bèbèk ilang loro’. Terjemahan : “Sontoloyo adalah orang yang memiliki pekerjaan sebagai penggembala bebek. Oleh sebab itu, ada ujaran, ‘Sontoloyo, menggembala bebek hilang dua’.
Sementara menurut kamus kata lainnya. Arti Sontoloyo : konyol, tidak beres, bodoh (bisa dipakai sebagai kata makian )

Bung Karno pernah memakai istilah ini ketika menggugat kelakuan umat yang membela aturan fikih, padahal ada yang berkonsekuensi menjadi dosa menurut agama, namun dihalalkan menurut fikih itu sendiri. Rasa geramnya terhadap praktek pat gulipat terhadap agama ditulisnya dalam artikel berjudul “ Islam Sontoloyo “ yang dimuat majalah ‘ Panji Islam ‘ pada tahun 1940. Tentu saja jika Bung Karno masih hidup, tentu saya akan meminta dia untuk mengecam para penganut Islam di jaman sekarang yang masih saja sontoloyo.

Islam sebagai agama mayoritas ternyata telah menggoda orang orangnya dengan bungkus syariat untuk bertindak seolah sebagai satu satunya pemilik sah negeri ini. Pemaksaan , ancaman dan kekerasan adalah cara yang paling mudah untuk memaksakan sebuah ide besar tentang negara Islam yang ideal.
Bukan omong kosong, jika eskalasi jumlah kekerasan terhadap kaum minoritas atau bahkan mayoritas yang berseberangan semakin meningkat. Cara cara preman untuk memberangus kemajemukan dan demokrasi itu sendiri. Akhirnya Islam menjadi alat pemukul. Benar benar Sontoloyo.

Continue Reading

Potret Buram 2011 – Catatan Kaleidoskop

Beberapa catatan tahun ini, diantaranya kekerasan terhadap agama agama minoritas masih merupakan catatan serius yang harus diperhatikan.

Tentu saja yang paling banyak menyita perhatian adalah kasus GKI Yasmin yang sepanjang tahun hampir mendominasi pemberitaan time line setiap minggu pagi.

Puncaknya hari Natal. Aparat menutup jalan menuju lokasi dan para pendemo massa Islam garis keras berteriak teriak menolak kehadiran jemaat yang ingin berdoa di hari Natal.

Sejarah kekerasan terhadap agama Kristen sudah terjadi sejak dulu. Ketika pasukan Mataram menyerang benteng garnisun VOC di Kartasura tahun 1741. Mereka menawan Komandan VOC, Kapten Johannes Van Helsen serta anak buahnya. Orang orang Eropa yang menyerah diberi pilihan. Bergabung dengan Mataram dan wajib konversi agama Islam atau yang menolak – menghadapi hukuman mati.

Banyak prajurit Eropa yang memilih pindah ke agama Islam sementara Van Velsen menolak dan dihukum mati. Kemudian benteng VOC di Kartasura di hancurkan.

Sebenarnya tidak melulu monopoli Islam. Kerajaan Portugis dan terutama Spanyol, membawa pesan Raja Ferdinand serta Ratu Isabella untuk membawa pesan untuk mendirikan kerajaan Tuhan di seluruh muka bumi. Tidak heran, bekas bekas jajahan Portugis atau Spanyol umumnya beragama Katolik.

Jauh sebelum sekarang, Pada tahun 628 Nabi Muhammad SAW mengeluarkan Piagam Anugerah kepada biarawan St. Catherine Monastery di Mt. Sinai . Berisi beberapa klausul yang melingkupi aspek-aspek hak asasi manusia termasuk perlindungan bagi umat Kristen, kebebasan beribadah dan bergerak, kebebasan untuk menunjuk hakim-hakim dan menjaga property mereka, pembebasan dari wajib militer, dan hak untuk dilindungi dalam perang.

Ini menjadi tragis karena pemimpin kita sendiri, Presiden SBY acap kali ragu dalam menjalankan konstitusi, khususnya kebebasan beragama. Dus pendirian gereja Kristen Yasmin yang secara notabene sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, setelah MA menganulir keputusan Pemkot Bogor.

Continue Reading

Fanatik Keblinger

Seorang Kiai NU pernah bercerita tentang bagaimana Wali Sanga menggubah wayang kulit sebagai media dakwah. Diceritakannya tentang Pandawa Lima. Urutan mereka, Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa mengandung rukun Islam yang lima.
Yudhistira adalah lambang syahadat, orang yang memegang teguh kalimah Thayyibah dan risalah mempunyai sifat sifat seperti dimiliki Yudhistira, yakni kejujuran dalam segala ucapan dan perbuatan.

Bima alias Brotoseno adalah lambang rukun Islam yang kedua, yaitu sembahyang lima 5 waktu yang tidak bisa ditawar. Dimana saja, dalam keadaan – sakit , sehat. Cocok dengan sifat Bima yang tegas, memperlakukan semua orang sama. Tidak dibeda bedakan.

Arjuna merupakan lambang rukun Islam ketiga, yakni Zakat. Berzakat dengan sendirinya orang harus mempunyai harta kekayaan. Semua orang mendambakan kekayaan. Persis seperti Arjuna yang disenangi semua orang, bahkan dipandang lanang ing jagad.

Lalu Nakula dan Sadewa merupakan lambang rukun Islam ke empat dan ke Lima. Sebagaimana puasa dan haji. Tidak dikerjakan setiap hari, dan ada persyaratan tertentu. Demikian pula tokoh Nakula dan Sadewa tidak sembarang waktu ditampilkan dalam lakon wayang.

Apa yang dipikirkan Wali Sanga jika ternyata tokoh tokoh wayang ini di robohkan, dalam sebuah arak arakan kekerasan oleh sebagian orang di Purwakarta baru baru ini. Apa salah Semar dan Gatot Kaca ? Mereka hanya simbol budaya yang jauh lebih lama hidup sebelum agama Islam datang.
Persoalannya bukan urusan patung patung yang dianggap musrik. Ini bagaimana kita mengingkari sejarah. Tidak ada yang bisa mengklaim sebagai pemilik orisinal budaya di negeri ini. Bukan juga budaya Islam, Kristen atau hindu.

Continue Reading

Lebaran tak kan lewat

Mantap sudah keputusan yang saya buat. Sholat ied saya lakukan hari selasa pagi kemarin di Masjid Al Azhar bersama anak lanangku. Bukan versi pemerintah yang menetapkan 1 syawal hari Rabu tanggal 31 Agustus. Ini bukan karena saya pengikut Muhamadiyah. Ini masalah kepraktisan saja. Makanan sudah dimasak sejak siang, dan secara spiritual dan emosional saya sudah mempersiapkan kalau Selasa tanggal 30 adalah hari raya.
Terlebih juga, tidak salah merayakan kemarin. Wong Pemerintah memberi kebebasan kepada umat. Jadilah saya sepakat dengan Muhamadiyah. Kalau melihat pada lelucon di twitter. Ini mungkin mashab JK – Jusuf Kalla – dengan jargonnya. Lebih cepat lebih baik.

Saya malas juga membahas sahih tidaknya perbedaan dua kubu tentang 1 syawal. Bukan itu masalahnya. Jauh lebih penting dua duanya juga sepakat inilah hari kemenangan setelah sebulan penuh melawan hawa nafsu. Silahturahmi dan saling memaafkan. Inilah kearifan lokal yang tidak ada di negara negara lain, bahkan di Arab sendiri. Ada ciri kebersamaan, gotong royongnya.
Para pemudik, tetap saja bergembira bertemu handai taulan. Tidak salah, karena Idul Fitri di Indonesia bersifat kultural. Kita memanggilnya hari raya. Bahasa Arabnya Yaumul Haflah, hari pesta.

Urusan mengintip bulan memang bukan sekali ini saja. Dari dulu orang sudah ribut menentukan tanggal jatuhnya lebaran. Namun secara adminstrasi dan tetek bengek duniawi itu bukan urusan Islam. Karena Islam tak akan bergeser sedikitpun dari kebenaran. Islam tak akan berubah satu inci karena salah paham.

Kata Cak Nun – Emha Ainun Nadjib. Laa raiba fiih. Tak ada keraguan padanya. Kalau orang ragu, itu urusan dia. Islam tidak rugi. Islam bebas dari untung rugi. Hanya manusia yang terikat untung rugi.
Jadi jangan ragu. Mau memilih sholat ied. Ya monggo. Asal jangan mengugat mereka yang berbeda. Yang penting, Lebaran tak akan kelewatan.
Satu permintaan dari saya. Jika ada salah kata dan sikap, mohon dibukakan pintu maaf sebesar besarnya.

Selamat Hari Raya Idul Fitri
Taqobbal Allahu minna wa minkum

Langit Makin Mendung

Dalam sidang lanjutan Pengadilan Negeri Jakarta tanggal 25 Febriuari 1970. Waktu itu atas pertanyaan Jaksa penuntut. Hans Bague Jassin , atau biasa dikenal HB Jassin mengatakan, bahwa meskipun diceritakan oleh Kipandjikusmin dalam ‘ Langit Makin Mendung ‘ itu bertentangan dengan aqidah agama Islam yang dipeluknya, tapi Jassin sebagai seorang sastrawan yang katanya hidup dalam dunia imajinasi tidak bisa melepaskan diri dan untuk tetap menghargai karya imajinasi seorang pengarang.
Keteguhan HB Jassin dijuluki Paus Sastra Indonesia, sebagai pemimpin majalah Sastra untuk tetap tidak membuka jati diri siapa sesungguhnya penulis yang memakai nama Kipandjikusmin.

Diceritakan dalam cerpen yang dimuat dalam majalah Sastra, terbitan bulan Agustus 1968. Nabi Nabi di sorga merasa bosan, lalu memutuskan untuk mengirim utusan turun ke bumi. Nabi Muhammad yang telah dipilih sebagai wakil utusan dipanggil Tuhan untuk diminta penjelasan.
Muhammad menjelaskan bahwa ia dirasa perlu mencari tahu mengapa akhir akhir ini sedikit sekali manusia yang masuk surga. Tuhan menjelaskan keadaan dunia yang makin bobrok dan tak ada gunanya lagi dilihat. Namun Nabi Muhammad bisa meyakinkan Tuhan, bahkan disertakan bersama Muhammad, si Malaikat Jibril yang bertindak sebagai pengawal.
Maka dimulai melihat negeri Indonesia yang 90 % penduduknya beragama Islam, namun memiliki pelacuran yang besar juga sarang kejahatan, konspirasi komunis ( waktu itu masih belum lama pemeberontakan komunis terjadi ) dan berbagai macam kemaksiatan.

Cerpen itu dituduhkan oleh Pengadilan dan beberapa tokoh Islam, telah menghina terhadap abstraksi dan Kemulian Tuhan serta Nabinya, Muhammad Saw. Jassin tetap bersikukuh tak mau membuka nama penulisnya dan berani menanggung akibat diseret ke pengadilan. Walau ia dibela oleh sastrawan lainnya, tak mengubah vonis penjara selama setahun.

Continue Reading

Tifatul menatap modernisasi

Dalam sebuah perjalanan kunjungan ke Wina , Austria. Suatu malam, Presiden Soekarno memanggil ajudannya, Letnan Kolonel Bambang Wijanarko. Ia perintahkan agar sang ajudan pergi keluar menuju klub klub malam yang bertebaran di kota itu. “ Pilihlah wanita lokal “ demikian pesannya, sambil tak lupa memberi bekal 150 dollar. Uang itupun bukan dari Bung Karno semuanya. Presiden Republik Indonesia itu hanya punya 50 dollar, lalu meminjam 100 dolar lagi dari M Dasaad, seorang pengusaha yang ikut dalam perjalanan itu.

Tentu saja saran memilih wanita lokal hanya gurauan. Walau disisi lain, bisa dijadikan saran sesungguhnya. Intinya bahwa Bung Karno ingin agar ajudannya yang baru pertama kali keluar negeri, bisa lebih terbuka wawasannya tentang dunia barat termasuk wanita wanitanya.

Sejak muda, memang Soekarno kagum dengan barat, khususnya modernisasi yang bisa membawa bangsa bangsa barat menguasai dunia. Dalam majalah “ Panji Islam “ tahun 1940 , ia menulis artikel berjudul ‘ Memudakan Islam ‘ yang memuji langkah sekuler yang dilakukan pemimpin Turki, Kemal Ataturk.
Bung Karno menyebut pemisahan agama dari negara yang dilakukan Ataturk sebagai langkah berani dan radikal.
Katanya, “Agama dijadikan urusan perorangan. Bukan Islam dihapuskan oleh Turki, tetapi Islam itu diserahkan ke manusia manusia Turki sendiri. Tidak kepada negara. Maka salahlah kita, kalau menyebut Turki itu anti agama, anti Islam. Salahlah kita kalau menyebut Turki seperti misalnya, Russia “.

Menurut Soekarno, apa yang dilakukan Turki sama dengan apa yang dilakukan negara negara barat dimana agama diserahkan kepada individu pemeluknya, bukan menjadi urusan negara. Ia percaya tidak saja di Turki, tapi dimana saja, jika Pemerintah campur tangan dalam urusan agama, akan menjadi halangan besar dalam kesuburan agama itu sendiri.
Kini Istambul berbeda dengan Karachi. Istambul menampakan sebagai kota modern yang bergerak terbuka sementara Karachi tidak modern dan memberikan kesan lingkungan yang tertutup. Suatu masyarakat tertutup disebut ethnocentris. Bangsa, suku, agama dilihat menjadi sebagai pusat segala galanya. Misalnya, orang Yahudi yang melihat dirinya sebagai bangsa terpilih – the chosen people.

Continue Reading

Pesan Natal dari Garuda didada

Suara gemuruh isi Stadion Gelora Bung Karno terlalu keras malam itu. Sorak sorai 88,000 manusia membahana bercampur dengan dentum kembang api dan bunyi pengeras yang memekakan telinga. Apa yang saya rasakan dan lihat dalam Piala AFF antara timnas melawan Philipina memang bukan sekadar pertandingan bola. Ini perwujudan sentimen kebangsaan yang menyeruak begitu saja setelah sekian lama terpendam.
Stadion kebanggaan ini sudah biasa menjadi saksi pertandingan pertandingan besar. Tapi terus terang tak ada yang begitu se-emosional seperti sekarang. Tiba tiba saya sadar bahwa kita masih memiliki sebuah entity yang dinamakan Indonesia.

Sudah lama kita merindukan kebanggaan kolektif atas bangsa ini, setelah terus menerus dianggap bangsa paria. Kita tak bisa apa apa melihat rakyat kita disiksa, dibunuh di negeri orang. Sekian lama kita cemas kalau bangsa kita terancam tak memiliki identitas lagi, setelah batik, lagu, makanan, tarian di klaim bangsa lain. Kita juga merintih sedih melihat pemimpin yang ragu ragu membela kepentingan rakyatnya.

Perjalanan bangsa ini semakin lama semakin mengalami pergulatan yang intens tentang penentuan jati dirinya sendiri. Barang kali para pendiri Republik ini tidak akan percaya bahwa kebinekaan yang sudah diusung sejak negeri ini didirikan terus tergerus. Orang orang yang diserbu dan diusir ketika sedang berdoa dalam gerejanya, dengan alasan tak memiliki izin administrasi. Issue dan simbol sebuah keyakinan minoritas terus dipertentangkan, sehingga pohon natal atau atribut sinterklas di mall mall dianggap sebagai ancaman.
Lembaga Agama atau organisasi massa tersebut mungkin melihat surga yang berbeda, dan keyakinannya yang kokoh membuat makna kemajemukan ini terasa getir. rapuh dan menyesakan.

Continue Reading