Bangsa Tempe

penjual-tempe.jpgOrang Jawa ( termasuk Sunda ) memang egois. Mentang mentang jumlah populasinya mayoritas di negeri ini. Betapa tidak ? begitu salah satu elemen makanan utamanya mendadak sontak hilang di pasar, seolah olah stabilitas nasional terganggu. Kebutuhan tempe tahu harus menjadi skala prioritas. Padahal orang orang Papua, Maluku mungkin tidak begitu peduli.
Kitorang punya sagu dan ikan laut. Begitu katanya.
Sejak dulu tempe dianggap remeh tapi dibutuhkan. Kesan murahan dan pinggiran. Lha Bung karno aja pernah bilang, β€œ Jangan jadi bangsa tempe ! β€œ . Maksudnya bangsa yang klemar klemer, pasrah dan tertindas.
Memang begitu padi atau nasi menjadi primadona. Selama berpuluh puluh tahun konsentrasi komoditi pangan nasional selalu mengacu pada stock beras. Juga lahan gambut di Kalimantan harus disulap menjadi sejuta sawah. Padahal belum tentu cocok.

Gara gara pembangunan Repelita orde baru, saudara saudara kita di papua harus menanam padi. Setelah selama berabad abad mereka memakan sagu. Ada gagap budaya ketika harus menanam padi, bersaing dengan transmigran asal jawa yang memang turun temurun menguasai cara bercocok tanam ini. Padahal juga tanaman jagung lebih cocok di daerah kering seperti Nusa Tenggara Timur. Tapi bukankah kalau tidak mengikuti program terpadu Pemerintah ( jaman dahulu ) bisa dianggap subversif ?
Jangan salahkan juga kalau petani malas menanam kedelai karena selama ini tidak ada untungnya. Bagaimana tidak, harga kedelai impor jauh lebih murah. Ini juga menimpa terhadap beberapa komoditi lainnya seperti cengkeh.
Jangan salah jusru di Amerika, kedelai mendapat subsidi pemerintahnya sehingga tak heran harganya bisa bersaing di pasar dunia. Bagaimana Indonesia ? Karena padi adalah prioritas membuat lupa dengan komoditi lainnya seperti jagung, kedelai,singkong dsb.

Saya selalu bertanya tanya apa sih makanan asli Indonesia . Nasi, tempe, sagu, jagung, lawar, pecel, sang sang, singkong, roti atau Mc Donald ?
Swasembada pangan yang pernah begitu dibanggakan Presiden Soeharto karena mendapat penghargaan dari FAO tahun 1994 di Roma, sebenarnya pangan dalam arti beras. Gerakan memakan nasi menjadi bumerang, karena pertumbuhan gragasnya orang Indonesia terhadap beras begitu luar biasa. Pagi, siang, malam makan nasi terus.
Ada peneliti pangan pernah mengatakan, seandainya saja orang Indonesia hanya makan nasi 2 kali sehari saja, kita bisa menjadi pengekspor beras.

Kalau demikian setelah kita juga menjadi pengimpor beras, kita juga pengimpor kedelai, pengimpor gandum, siapa tahu nanti kita juga mengimpor bahan bahan jamu !
Jika Amerika melindungi petani kedelainya, lalu Jepang sebagai negara yang paling banyak memegang hak paten riset atas tempe. Jadi siapa yang sebenarnya bangsa tempe ?

You Might Also Like

78 Comments

  • endikz
    January 19, 2008 at 10:09 pm

    haha.. saya gondok banget kemarin om.. mau ngirit makan ketoprak.. isinya diluar sambal dan kecap cuman ketupat, cambah dan bihun.. πŸ˜€

  • Wazeen
    January 19, 2008 at 11:03 pm

    orang madura juga ndak begitu bernafsu untuk makan tempe terus mas, kita masih punya nasi jagung dan sayur daun kelor yang sensasinya luar biasa.

  • ebeSS
    January 19, 2008 at 11:20 pm

    ‘ . . . tahu tempe kacang dele . . . . itu makanan utame . . . ‘, penggalan lagu Oslan Husein th 60an
    o o o o o riwayatmu kini . . . padahal pejabat yang tanggung jawab dah jelas . .
    ga tegas aja . . . . ya kita semua . . . . . πŸ™

  • jeng endang
    January 20, 2008 at 7:06 am

    kok, bahasanya jadi keras? padahal dulu adem kalo baca disini……..ah Indonesiaku…..makin banyak saja yg rela memaki dan membenci….

  • wigati
    January 20, 2008 at 11:11 am

    kayaknya orang Indonesia abis gini gak malu disebut bangsa tempe, lha wong tempe harganya mahal je!

    tapi buat penggemar berat tempe macam saya, yang bisa makan tempe all the time dari pagi siang malem (I really think that tempe is really suitable, anytime, anywhere, sampe kadang kraam otak kalo lagi di LN kangen tempe), mahalnya tempe bikin bete.

    Ironis banget ya? Katanya bangsa kita gemah ripah loh jinawi, nanem apa aja bisa tumbuh, kok ya kudu import hasil alam yg bisa didapet di sini? It’s all about good management memang, kalau dari dulu sudah ada sense of crisis about pengelolaan kekayaan alam yg kita punya, none of these things would ever happen!

  • didut
    January 20, 2008 at 12:00 pm

    siyal!!! SAYA SUKA TEMPE!!!!!

  • bintang
    January 20, 2008 at 2:10 pm

    mas imammmm… apa kabar????…duhhhh kalo ngomong masalah tempe jadi pengen cerita nehhh…dulu waktu di indo aku tuh gak pernah doyan tempe….setelah aku disini..kok kepengen banget makan tempe…tadinya temen sering bikin tempe trus aku beli ke dia..lama2 kok mulutku ini jadi kepengen terus makan tempe..akhirnya cari2 lah aku di internet cara bikin tempe…hasilnya wahhh sekarang ini kalo pengen makan tempe..bikin aja langsung..dua hari sekali harus ada tuh tempe di meja makan…hehehehe..btw, mas..warna hurufnya terlalu soft banget dehh…aku agak susah neh bacanya…hehehehe…

  • nico
    January 20, 2008 at 4:07 pm

    bkin desain kaosnya keknya bagus neh temanya πŸ˜€

  • antobilang
    January 21, 2008 at 1:15 am

    jaminan pemerintah untuk memproteksi petani kedelai memang diperlukan saat ini, kalau tidak, bukan mustahil tempe akan jadi panganan bersejarah dan diketahui oleh anak cucu kita melalui dongeng. πŸ˜›

  • Fadli Reza
    January 21, 2008 at 7:48 am

    Tadi pagi, saya melihat sekilas dari pemberitaan di TV..

    Menurut berita tersebut, impor kedelai yang selama ini telah dilakukan ternyata berbahaya karena yang diimpor adalah kedelai transgenik / hasil rekayasa genetik dan penuh oleh pestisida.
    bahkan kedelai impor dari AS dari dulu di tolak oleh Uni Eropa & jepang karena dianggap berbahaya bagi kesehatan..
    (tidak tahu benar atau tidak, saya cuma mendengar)

    dan disebutkan juga, kalau kedelai lokal lebih sehat daripada yang impor. Jadi ? πŸ˜‰

    btw salam kenal buat Kang Iman. tulisannya bagusΒ²..

  • Jauhari
    January 21, 2008 at 8:57 am

    Negeri di AWAN πŸ˜‰

  • Anang
    January 21, 2008 at 9:45 am

    makan tanpa tempe bagai sayur tanpa garamm.. hambar..

  • diyantouchable
    January 21, 2008 at 10:20 am

    hmmm…jadi laper…nasi anget+tempe goreng anget+sayur asem+sambel terasi+lalapan…
    makan di sawung di tengah sawa, minumnya air kelapa muda…
    hidup Indonesia!!!!!
    amerika memang energi-oholik, kedelai harus dikorbankan demi bio energi…..
    hiks…hiks..hiks…

  • extremusmilitis
    January 21, 2008 at 10:28 am

    Tapi, tempe emang enak lho Mas. Hanya saja mungkin karena “ke-sering-an” a.k.a “ke-bablas-an” kita jadi ber-mental tempe (di-lihat dari banyak perspektif), mungkin πŸ˜›

  • dnk_setiawan
    January 21, 2008 at 10:45 am

    kemaren gw makan tempe, wuih trasa mewah, wong belinya mahal

    gak habis pikir sm yg bikin kebijakan di negeri ini : penurunan bea masuk 10 %, dasar pemikirannya apa ya??? kok nda problem solving

  • kombor
    January 21, 2008 at 6:05 pm

    Ketahanan pangan kita sangat lemah. Semua komoditi bisa digoyang. Mau minta disebutkan?
    1. Susu. Masih ingatkah dengan gerakan memborong susu yang membuat harga susu melejit?
    2. Minyak goreng. Nah, ini masih segar di ingatan kita karena baru terjadi tahun lalu. Bahkan, program stabilisasi harga yang tidak pernah dievaluasi itu kini sudah dirongrong dengan kembali naiknya harga minyak goreng. Kita ini produsen CPO besar tetapi di dalam negeri orang langka minyak.
    3. Kedelai. Ini juga masih sangat segar karena sampai saat ini tempe belum kembali seperti sebelumnya. Orang malas menanam kedelai karena harga kedelai impor lebih murah sehingga kedelai lokal tidak laku.
    4. Terigu. Nah, komoditas yang satu ini benar-benar bukan milik kita. Akan tetapi, kita sudah banyak tergantung pada tepung dari gandum ini. Berbahaya.
    5. Gula. Lahan tebu makin berkurang. Orang malas menanam tebu karena tidak menghasilkan. Apalagi kalau gula impor masuk. Makin tidak berartilah kerja keras petani dalam negeri.

  • cK
    January 21, 2008 at 7:25 pm

    saya suka tempe. apalagi kalau dibacem. πŸ˜€

    karena bangsa tempe inilah kita sering rebutan soal hak paten. wong kita sendiri kadang bermental tempe… πŸ™„

  • stey
    January 21, 2008 at 9:55 pm

    tadi saya minta tolong asisten mama saya untuk beli tempe. Ketika dia membeli yang plastikan saya bilang kok yang plastikan, kata dia karena dia sekarang ga berani gambling beli yang bungkusan daun takut dalemnya ga bagus..udah mahal..ketipu pula, huhuhu..tempe juga bisa nipu ya??

  • Andie Summerkiss
    January 21, 2008 at 10:17 pm

    I love your post. You write so beautifully. Shortage of soy is definitely one of the major issue here in Sumatra too. It brings out the deepest concern. I hope the government and institution involved can resolve this problem as soon as possible because it is affecting the nation’s diet.

  • me?_pika
    January 23, 2008 at 8:11 am

    teman,taukah kalian tempe itu bisa dibuat dari berbagai kacang2an n biji2an selain kedelai?
    pengusaha tempe sepertinya sudah tau (malah terlalu ‘kreatif’, seperti mencampur singkong/jagung untuk tempe…), mahasiswa, dosen, peneliti teknologi pangan sudah paham (skripsi,penelitian sejenis,jadi penunggu perpus aja tuh…), yayasan tempe juga sudah ada (pastinya sudah banyak melakukan riset). jadi, masalahnya katanya, tinggal istilah tempe non kedelai ‘belum populer’ itu yang jadi ganjalan…ini soal kebiasaan atau memang politik kedelai itu sumbernya?
    menurut saya, daripada mengutuki kegelapan (termasuk menunggu pemerintah dan kebijakannya), lebih baik ambil lilin dan nyalakan…katanya juga, banyak jalan menuju roma. nah, tempe non kedelai itu bisa jadi solusi (yg merasa basicnya teknologi pangan harusnya tersindir : apa yang bisa kita lakukan?)

  • maya
    January 23, 2008 at 11:55 am

    yang teriak-teriak itu bukannya para produsen dan pedagang tempe yah?

  • max
    January 24, 2008 at 8:08 pm

    Ah tempe…. lebih mahal dari fried chicken. Saya yakin bakal ada usah franchise dari Amrik untuk fried tempe πŸ˜€

  • richard
    January 26, 2008 at 11:08 pm

    Harusnya, lagu bang Oma yang mengatakan: “125 juta penduduk Indonesia, ada jawa, ada sunda, ada batak, …. tersebut diganti menjadi “125 juta penduduk Indonesia, ada jawa, ada jawa, ada jawa, ada jawa, …. he he he … tampak bermaksud rasis, namun itulah realitanya. Bahkan, jarang atau hampir tak pernah saya temui, pedagang amigos (agak minggir got sedikit) alias kaki lima yang menuliskan: “sedia rw, atau sedia paniki, atau sedia papeda, atau sedia saksang, atau sedia ulat sagu, … tetapi kita lebih diakrabkan pada: “Sedia pecel lele, ayam goreng, …”. Apakah itu yang dimaksud dengan makanan khas kita? Ah peduli setan dengan makanan khas, karena sesungguhnya saya lebih terfokus pada pembangunan yang tak lagi terfokus di jawa. Hentikan “jawanisasi” atas pulau-pulau lain.
    Jika demikian halnya, kita mulai darimana? Terus terang, diri ini terlalu lemah iman untuk mengharapkan mujizat atas “angkatan tua” yang pertimbangannya kadung karatan berkiblat pada “jawanisasi”, oleh karenanya, kiranya angkatan muda yang berasal dari luar pulau jawa dan sedang kuliah di jawa dapat mulai menjadi enterprenur, giat menabung mempercantik data bank agar bankable, mulai membuka jaringan kerja dari tempatnya kuliah saat ini dengan keluarga di daerahnya, intip dan contek manajemen sampai mesin mesin produksi yang digunakan di jawa, sampai komitmen untuk kembali ke daerahnya. Untuk “komitmen kembali”, nampaknya perlu diikat oleh pemerintah daerah yang memberikan award sampai beasiswa dan modal kerja pada-putri daerah yang berprestasi dalam hal enterprenur, akademik atau prestasi lainnya. Besar harapannya, jutaan hektar lahan nganggur yang super kaya di daerah dapat dieksplorasi dengan pesatnya melalui angkatan ini, sehingga tak perlu lagi kita mengimport kedelai sampai produk produk aspal yang mudah rusak dari cina daratan sana.
    Ini memang jalan panjang yang harus ditempuh, namun satu orang saja, yang otak dan hatinya terbuka, akan menyuntikkan darah segar pada bangsa tempe ini, karena “growth starts with you”. Semoga bung Karno tersenyum!

  • Bang Samiun
    February 1, 2008 at 12:08 pm

    Lhoo,gimana seh ? Jangan menghina tempeh ye ! Apalagi tahu alias tofu..
    Di Eropa dan Amerika tempeh malahan makanan berderajat tinggi , artinya tinggi protein nya(zat putih telur) tanpa ada cholesterol dialamnya! Mereka betul2 selidikin secara ilmiah , dan ahli2 gizi menganjurkan tempeh dan tahu nih….Tahu nggak, ceritanye temen gue yg tinggal di Eropa, sebungkus tempe yg beratnya 350 gram harganye 2 Euro (k.l. = 25.000,- Rupiah !) Sedangkan telur ayam 10 biji harganye cuma o,90 Cent Euro ! Orang2 Belanda katanya pada bikin tempeh sendiri dirumah ! Hebat nggak si tempeh itu ?
    Mungkin Bung Karno dulu belum melihat hebatnya kwalitas tempeh,padahal lebih bagus dari keju !!

  • Mr,Nunusaku
    February 5, 2008 at 7:36 pm

    Yang dikatakan bangsa tempe adalah Jawanisasi, ini berlaku bagi meraka yang keturunan dara Jawa, tetapi ini tidak berlaku bagi orang-orang Aceh, Maluku, Papua dan Kalimantan standart Tempe ini tidak berlaku bagi anak-anak daerah.

    Kalau ada mereka yang mengatakan ‘BANGSA TEMPE’ ini memang dikhususkan bagi keturunan Wong Jowo, karena budaya bangsa TEMPE ini tidak sama dengan budaya Aceh,Papua Maluku dan Kalimanatan daerah ini tidak dapat disamakan dengan bangsa Tempe dari RI Jawa Jakarta.

    Wassalam

  • Luigi
    February 19, 2008 at 9:03 pm

    Oke, sekarang apa berikutnya? Coba kita dukung upaya bersama yang ada saat ini untuk bisa mandiri dan membangun ketahanan pangan, dari lingkup yang terkecil saja – konsumsi keluarga agar lebih banyak memberdayakan produksi lokal…ketimbang beli lebih banyak makan/bahan makanan import πŸ˜‰

  • arjuna
    November 19, 2008 at 12:18 am

    pada suatu hari,yang mulia president republik indonesia dr.ir.haji a.soekarno.pemimpin besar revolusi.penyambung lidah rakyat,mandataris mprs,panglimabesar abri,dsb,dsb.
    tengah menyantap hidangan diatas pesawat garuda indonesia.dan beliau menyantap tempe goreng yang bersih dan renyah,beliau memperhatikan tempe tersebut dan bertanya pada pramugari dari mana tempe tsb.dari holland jawab pramugari.beliau sangat terkejut dan tercengang,tempe koq dari holland?!hal ini sangat berkesan sampai pada saat beliau pidato untuk rakyat.diceritakan pengalaman tersebut disertai komentar nya indonesia bukan bangsa tempe.

  • elang
    August 15, 2009 at 9:12 am

    TEmpe…tempe….jangan salah dengan tempe, karena bangsa Jepang pun terpikat dengan tempe, bahkan mereka mematenkan bahwa tempe adalah buatan Jepang.

1 2

Leave a Reply

*